Di dunia ini ada dua karpet yang mengukir sebuah cerita. Satu karpet yang indah dan mahal ada di istana Negara dan satunya lagi karpet murahan dan lusuh ada di sebuah mushola tua. Dua karpet yang beda kualitas dan harga namun merangkai kisah yang berbeda.
Karpet yang ada di istana Negara walaupun mahal dan berkualitas nomer satu namun menjalani kehidupan yang hina. Diinjak-injak oleh kaki yang memakai sepatu hasil korupsi disetiap harinya, dilalui oleh para pengkhianat Negara disetiap ada pertemuan dalam menyusun makar demi makar menjarah negara. Kasihan sekali nasib si karpet.
Dan karpet yang kedua walaupun murahan dan lusuh yang ada di mushola namun semua kepala sujud kepada Rabb diatasnya. Alas kaki semahal apapun dilepas ketika akan menginjaknya, ada rasa takzim ketika akan melangkah melaluinya. Sebuah derajat yang sangat tinggi untuk sebuah benda murahan dan lusuh itu.
Begitu juga seperti ulama dan intelektual, ketika mereka mengitari para penguasa lambat laun mereka hanya menjadi alas kaki para penguasa. Kebenaran hanyalah bagian dari masa lalu yang harus dilupakan karena itu bukan selera tuan mereka. Harga diripun hanya dihargai seberapa tebal amplop yang diterima dan sebarapa nikmat fasilitas yang diberikan. Karena menjilat kepada penguasa, kebenaranpun bisa disesuaikan, tergantung pesanan dan kemauan yang memberi para ulama dan intelektual itu kenikmatan duniawi.
Walaupun sudah banyak ulama dan intelektual menjadi alas kaki penguasa, masih ada ulama yang berjuang di masjid-masjid, di mimbar-mimbar menerangkan kebenaran dan mencahayai jalan yang telah gelap oleh orang-orang yang kehilangan agama dan harga diri. Mereka adalah ulama Robbani yang menolak tunduk dan patuh kecuali kepada Rabbnya. Mereka adalah yang tersisa dari bencana tsunami yang menerjang tauhid dari segala penjuru mata angin. Ya merekalah yang membuat langit menurunkan hujan dan rahmat Allah masih menyapa setiap insan karena doa-doa tulus mereka.
Temuilah mereka yang masih bersih jiwanya, lurus tauhidnya dan benar kata-katanya. Temuilah mereka di masjid-masjid samping rumah, di depan kantor dan di sela-sela keramaian dunia. Jangan pernah menemui manusia yang telah berjalan beriringan dengan penguasa, sedikit banyaknya mereka telah memaniskan kata-katanya dihadapan penguasa untuk menarik hati si penguasa dan menikmati apa yang dimiliki oleh penguasa. Curigailah mereka karena hati yang bersih tak akan pernah bertemu dengan jiwa kotor berlumpur syirik.
Bila engkau bertemu mereka dan telah mereguk manisnya tauhid, nikmatnya madu sunnah dan melihat kesesuaian jalan mereka dengan Al-Quran dan Sunnah, titipkan salamku kepada mereka dan mintalah kepada mereka, “jangan lupakan kami orang-orang lemah di negeri tertindas ini dalam doa-doa tulusmu”.
Kemuliaan hanya milik Allah,Rasul dan orang-orang beriman tapi orang-orang munafik itu tidak mengetahuinya… Wallahu A’lam!
Hanif Abdullah
Redaktur Majalah Online
ansharullah.com