Ada pernyataan menarik dari seorang lelaki pengusaha pakaian dan asesoris wanita di sebuah stasiun televisi, saat ditanya oleh pembawa acara;
“kenapa saudara memilih penjualan pakaian wanita?”
Sebelum menyebutkan alasan, dia memulainya dengan sebuah permintaan maaf.
“Terus terang wanita itu korban mode.”
Saya yang sedang menonton siaran itu menjadi tersenyum. Saya kan juga wanita, jadi merasa sedikit tergelitik dengan lontaran itu.
“Korban mode?” begitulah suara itu menerpa dinding-dinding hatiku. Hingga beberapa minggu suara itu masih sering terdengar.
Setelah mendengar “petuah” tersebut, menjadikan saya untuk lebih cermat mengamati tingkah polah wanita di sekitarku. Baik itu di pasar, pengajian, maupun kegiatan lainnya.
Menurutku pernyataan itu memang adanya benarnya. Wanita memang menjadi “incaran” para pencari duit dengan berbagai trik, agar wanita terpikat pada setiap produk yang dihasilkannya.
Apun cara yang dilakukan mereka, ternyata memang membuat banyak korban “yang berjatuhan”.
Saat kuliah dulu, saya punya teman suka mengenakan rok mini. Saat itu memang lagi mode. Nah saat dia mau diboncengi motor oleh temannya, dia pun kalang-kabut menutupi pahanya dengan tas kuliah yang dipakainya. Saat itu saya hanya tersenyum.
Saat menonton acara di televisi, ada seorang public figure yang memakai baju kaos yang pendek, melekat erat ditubuhnya dan panjang baju itu hanya sampai sedikit dibawah pusarnya. Saat diwawancarai, tangannya terlihat sangat sibuk dengan bajunya.
Untuk setiap hitungan beberapa detik, tangannya menarik pinggiran bajunya, agar baju yang dikenakannya tidak sampai naik diatas pusarnya.
Jadi bayangkan saja, bila wawancara itu dilakukan beberapa menit saja, berapa kali dia harus “bekerja” dengan bajunya?
Atau saat keundangan, ada beberapa ibu, yang memang tubuhnya “sejahtera” dan banyak lemak bergelantungan, tapi nekat dengan menggunakan baju super ketat dan celana ketat yang lagi musim. Tentu saja, ibu itu tidak tahu kalau orang yang melihatnya mengasihani dirinya, karena betapa tidak “indahnya” penampilannya.
Nah ada cerita lain lagi. Seorang gadis belum berumur duapuluh tahun, memiliki perut yang buncit. Tubuhnya tidak terlalu gemuk sebenarnya, tapi perutnya seperti orang yang sedang hamil tiga bulan.
Dia pernah datang kepadaku, dan menanyakan apa yang bisa dilakukannya agar perutnya menjadi lebih langsing. Saya pikir dia salah orang, karena tubuhku tidak sesempurna yang diinginkannya.
Aku tidak ingin menceritakan apa nasihatku, tapi yang membuat saya menyunggingkan sebuah senyum;
kenapa dia harus menyiksa diri untuk memakai “korset” setiap keluar rumah, karena dia suka sekali memakai baju yang sebenarnya diperuntukan bagi kaum hawa yang bertubuh langsing.
Saat liburan ke Samarinda, saya dapat cerita dari beberapa ibu, tentang seorang ibu yang meninggal karena jatuh dari motor yang dikendarainya. Dimana dia sedang menuju ke perhelatan sebuah resepsi pernikahan yang diadakan di sbuah gedung pada siang hari.
Ibu ini, seperti dilingkungannya memakai baju yang berbelah agak rendah di dadanya, dan memakai kalung emas yang beratnya lebih ( mungkin ) diatas empatpuluh gram.
Tentu mata hijau sang “pengintai” menjadi menyala, ketika melihat untaian kalung yang dipakai didada, dan silau oleh sinar matahari siang. Sang pejambret itu berhasil menarik kalung yang agak panjang tersebut, tetapi ternyatya kalung itu jatuh dibelahan dadanya, jadi sang pejambret tidak berhasil mengambil kalung incaran mereka.
Maka sasaran ditujukan untuk menarik tak yang tergantung di salah satu bahunya, sementara sang suami Ibu itu tidak merasa kalau istrinya berusaha mempertahankan tasnya.
Akhirnya jatuhlah sepasang suami istri itu, dan berakhir dengan kematian pada ibu tersebut, karena kepalanya terbentur kuat dijalan aspal.
Ibu itu memang mengikuti mode dilingkungan acara itu. Mereka sudah terbiasa untuk memakai semua perhiasannya untuk setiap acara. Tentu ini juga korban mode, karena mengikuti trend yang berlaku, dengan memakai perhiasan yang mencolok hingga membahayakan jiwanya.
Ada juga cerita seorang ibu yang mungkin termasuk korban juga. Yaitu seorang ibu yang pakaiannya selalu sewarna. Misal bajunya hijau muda, maka jilbab yang dikenakannya mendekati warna bajunya, misalnya warna hijau lumut.
Iseng-iseng hal itu pernah saya tanyakan padanya, kenapa dia selalu berpakaian senada antara jilbab dan baju yang dikenakannya.
“Aku merasa kurang sreg dan nggak tenang bila keluar rumah jika tidak menggunakan pakaian yang serasi.” Begitulah jawabannya.
Bagaimana, bila seandainya dia tidak punya pakaian yang diinginkannya, apakah dia tidak akan keluar dari rumahnya? Wallahu’alam.
Wanita adalah korban mode yang dilontarkan seorang lelaki muda, pengusaha pakaian wanita, di sebuah stasiun televisi yang saya tonton ternyata ada juga benarnya. Beberapa wanita memang selalu berusaha tampil dengan model pakaian maupun asesoris yang lagi trend di masyarakat. Baik itu mengenai pakaian, tas, dandanan, bahkan sepatu yang dikenakan. Walaupun kadang mode busana yang dikenakannya sebenarnya tidak cocok untuknya, tapi karena tidak ingin ketinggalan model terbaru dalam berbusana, dia tetap saja menggunakannya.
Sengata, 17 Nopember 2010
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata