Pagi, pukul 10 saya bergegas menuju sebuah masjid. Saat ramadhan, hari senin dan rabu adalah jadwal ceramah yang dibawakan oleh ustadz dari Jawa. Saat di halaman depan masjid, ternyata sepi. Karena belum ingin kembali ke rumah maka saya dan teman bertandang ke sebuah rumah, dan akhirnya kami berjumlah tiga orang ibu berbincang seputaran menu lebaran.
Saya dan teman A ( sebut saja demikian ) ternyata punya kiat sendiri dalam menyiasati lebaran, karena tidak ingin bersibuk ria di dapur di akhir ramadhan saat ini. Solusinya, kami hanya membeli beberapa snack dan memesan makanan spesial. Dan bila memungkinkan hanya akan membuat pudding, karena kue itu sangat simple dalam pembuatannya. Sementara teman yang satunya sebut saja B, ternyata punya kiat lain. dia membuat snack yang ‘langka’ setelah selesai menunaikan shalat subuh. Kami dan dia memang berbeda dalam menyikapi situasi saat ini, tapi tujuannya memang sama, tak ingin waktu spesial ramadhan ini terganggu.
Mungkin masih banyak cara yang bisa dilakukan, khususnya oleh ibu-ibu agar bisa ‘selamat’ dari tari dan gerak menyambut lebaran. Karena untuk melaksanakan I’tikaf di masjid memang masih belum memungkinkan, karena anak-anak kami belum bisa mandiri, untuk mengurus keperluan dirinya. Jadi pandai-pandailah beraktifitas, disamping tetap menjadi seorang yang bersemangat menuju ke garis finish ramadhan.
Sepuluh hari terakhir di bulan Mulia ini, merupakan detik-detik yang sangat istimewa. Semisal kita menjadi seorang pembalap motor di sirkuit, maka kendaraan yang kita pacu pastilah kecepatannya ditambah, karena garis finish telah ada di depan mata. Demikian pula ibadah kita, sangat diharapkan akan sangat tinggi ruhnya karena ‘sambutan’ sebagai pemenang hanya berbilang hari.
Tak mudah memang menjadi seorang pemenang di akhir ramadhan, apalagi menjelang lebaran. Kita sama-sama tahu dan mengalami banyak ‘godaan hati’ mengganggu ketenangan ibadah kita, baik berupa ibadah shalat, dzikir, tilawah maupun lainnya.
Saat kita dalam keadaan puncak, maka hati seringkali terlalaikan, karena melihat kondisi rumah yang belum ‘sempurna’ menyambut hari kemenangan. Saat kita ingin menunaikan shalat Dhuha, kita memikirkan tentang pembelian pakaian atau pakaian yang akan dipakai saat melaksanakan shalat Ied nantinya. Saat kita ingin banyak tafakur, tetangga kiri-kanan sibuk merenovasi rumah, bahkan punya kendaraan hanyar.
Menjaga hati di detik penentuan ini, merupakan perjuangan puncak yang harus kita lakukan, untuk meraih semua kesempatan yang telah disediakan oleh Allah Swt. Walau kita sadar, tahu betapa mahalnya waktu yang tinggal sedikit ini, pastilah kita akan tertulari (sedikit atau banyak ) irama yang tengah terjadi di sekitar kita.
Sekali lagi, saat ini memang penuh perjuangan. Bagaimana kita harus membawa diri dan hati, dan dengan liukan yang tetap indah di mata Allah, kita masih dalam koridor orang yang tetap istiqomah, walau kesibukan ‘dadakan’ muncul di akhir perjuangan kita.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan kekuatan lahir bathin oleh Allah Swt. agar menjadi hamba yang memiliki tekad yang kuat, untuk tetap fokus dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah ramadhan, guna meraih ‘hadiah’ yang disediakan sang Khalik. Amin.
Sengata 22 Agustus 2011
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Sangatta