Setelah kembali dari Kota Samarinda, maka Kamis pagi, saya pun melenggang ke Pasar Teluk Lingga. Pasar itu adalah sebuah pasar tradisional, yang letaknya kurang-lebih tiga kilo meter dari kediamanku.
Selama dalam perjalanan, mobil yang saya tumpangi berjalan dengan tenang. Tak ada macet, seperti hari-hari biasanya. Ini disebabkan, banyak warga Sengata yang pulang kampung, ditambah pula saat liburan sekolah masih berjalan.
Padahal biasanya, pukul tujuh pagi, selalu terlihat angkot, bis angkutan karyawan, sepeda motor, seakan semuanya tergesa menuju ke tujuan masing-masing. Hingga pengaturan beberapa polisi diperlukan untuk jam tersebut.
Sesampai di pasar, ternyata penjual belum semuanya berjualan. Yang berjualan pun belum begitu maksimal dengan apa yang ingin dijualnya. Mungkin beberapa pemasok sayuran belum bekerja, karena masih dalam rangka libur lebaran.
Setelah selesai, saya pun naik angkot. Angkot yang saya tumpangi agak sepi penumpang. Padahal biasanya, penumpang sedikit berdesakan di pagi hari. Karena memang pasar ini terletak ditengah kota Sengata, dimana lokasinya mudah dijangkau dari arah manapun.
Tadi, saat di pasar, saya sedikit takjub. Karena masih ada daun ketupat yang dijual. Saya berpikir, mungkin itu sisa lebaran kemarin. Tapi, ternyata saya melihat daunnya masih segar, itu menandakan baru saja dibuat. Ketupat yang harus diisi lagi dengan beras, dan memasaknya kurang-lebih empat jam perebusan.
Saya pun berfikir ; “jika hanya ingin beberapa ketupat, tentu sebuah pemborosan bila membuatnya sendiri. Karena perebusan ketupat yang memerlukan waktu yang cukup lama, tentu akan membuat gas LPG kami akan cepat ludes. Karena gas sekarang kan lumayan mahal harganya untuk ukuran kami.
====
“Mbak, suamiku ke rumah temannya, untuk merayakan hari ketupat!” seorang ibu, tetanggaku memberitahukanku bahwa suaminya pergi bukan untuk bekerja.
Tradisi lebaran ketupat tak pernah ada di keluarga besar kami, yang bersuku Bugis. Lebarannya hanya dua kali dalam setahun, yaitu Idul Fithri dan Idul Qurban. Tapi di Sengata, rupanya tradisi ini juga dilakukan. Walaupun saya belum pernah menerima ketupat pada saat lebaran ketupat.
Beberapa tahun lalu, saya pernah bertanya kepada seorang tetangga yang bersuku Jawa, tentang apa itu lebaran ketupat. Dan mereka pun menjawab dengan antusias bahwa jika lebaran Idul Fithri, mereka cukup bermaaf-maafan di masjid, seusia shalat sunnah Idul Fithri, seperti tradisi mereka di Jawa. Tapi setelah enam hari berpuasa setelah lebaran, maka mereka baru merayakannya dengan tradisi berbagi ketupat.
Jadi saat lebaran Idul Fithri, mereka tidak “memersiapkan” diri untuk menerima tamu. Tapi setelah 1 Syawal, mereka akan shaum selama enam hari, dan kemudian dihari selanjutnya, menyediakan dan membagikan ketupat kepada tetangga ataupun keluarga terdekatnya.
Menurut saya tradisi itu cukup baik, walaupun saya tidak melaksanakannya. Karena berpuasa enam hari di bulan Syawal kan disunnahkan oleh Rasulullah. Tapi untuk segera berpuasa setelah lebaran, apalagi enam hari, tentu amat berat saya lakukan. Karena tradisi di keluarga kami, beberapa hari diawal bulan Syawal adalah acara silaturahmi yang dibarengi dengan makan bersama. Bahkan seringkali keluarga yang dari luar kota datang untuk bersilaturahmi, walaupun kadang lebarannya disebutkan lebaran hari ke tiga, empat dan seterusnya.
Lebaran Idul Fithri maupun lebaran ketupat, sama-sama bermakna silaturrahmi. Saling berbagi, saling mengunjungi kepada kaum kerabat, tetangga, untuk saling memaafkan, tentulah tradisi yang baik untuk kita lakukan.
Tentu saja tradisi silaturrahmi ini, bukan hanya dapat kita lakukan saat lebaran tiba, tapi bisa kita lakukan pada saat kapanpun. Karena bukankah dalam keseharian, seringkali kita berinteraksi dengan banyak orang. Yang mungkin saja saat itu, secara sengaja atau tidak, menorehkan kepingan luka pada seseorang.
Hingga silaturrahmi dan permohonan maaf haruslah sering-sering dilakukan, jangan menunggu hanya saat lebaran. Karena mungkin saja, lebaran belum tiba, tapi kita telah menaiki keretanya malaikat Izrail.
( Tulisan tentang jejak-jejak setelah Ramadhan saya cukupkan sampai disini, dengan harapan, Ramadhan tahun depan masih dapat saya jumpai. Amin )
Sengata, 18 September 2010
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata