Cinta Bukan Hanya Milik Kita

Menikah bukan lah perkara gampang, itu menurut anggapan segelintir orang. Tapi bila ada yang mengatakan : ”Alahhh, jaman sekarang gampang mau nikahnya.” Karena memang saat ini, wanita dan laki-laki seringkali bertemu di setiap tempat dan waktu.

Bila ada ketertarikan satu dan lainnya, maka : “Ayo kita nikah aja ya”

Saat ini sepertinya keadaan sudah berubah, bila dibandingkan dengan jamannya Siti Nurbaya. Saat itu orangtua masih berperan aktif untuk mencarikan jodoh anak-anaknya. Baik untuk anak laki-laki mereka maupun anak perempuannya.

Tapi saat ini saya banyak melihat, anak-anak sibuk dengan urusan jodoh mereka sendiri. Walau kadang mereka sudah cukup umur menikah, ternyata orangtua atau keluarga besar hanya anteng-anteng saja dengan keadaan itu. Sementara sang anak, khususnya wanita, merasakan waktu sudah mulai menjepitnya. Padahal urusan perjodohan sang anak tidak bisa lepas dari perhatian orangtua.

Bagaimana lagi? Mereka sudah senang sama senang!” Biasanya kata itu lah yang saya dengar, bila sang orangtua perempuan melihat sang calon mantunya tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Mereka hanya bisa pasrah.

Maka sungguh sayang sekali bila anak-anak tidak didik untuk bisa diajak berdiskusi tentang masa depannya. Tentu bukan hanya saat waktu mereka sudah cukup umur, baru diberi pandangan tentang bagaimana harus menentukan pasangan. Karena sebuah pemahaman yang baik, harus ditanam jauh-jauh hari. Mungkin mulai menginjak usia Sekolah Menengah Pertama. Karena saat itu, anak-anak mulai memiliki magnet terhadap lawan jenisnya. Semisal aspek apa saja yang harus diperhatikan untuk menetapkan siapa yang akan mendampingi perjalanan hidup mereka selanjutnya, setelah orangtua mereka. Atau kita bisa menceritakan kisah nyata ( mengenai pasangan hidup ) yang bisa mereka petik hikmahnya.

Ada seorang wanita yang saya kenal secara dekat. Wanita ini cukup cantik, supel dan punya pekerjaan yang lumayan. Saat dia berumur 28 tahun, dia menerima lamaran seorang pria. Pria ini akhlaknya bagus, dan kariernya juga bagus. Tapi ada satu hal yang membebani wanita ini, yaitu keluarga dari pihak ibu sang pria ternyata berkarakter preman.

Pada awalnya keluarga besar ini tidak menyetujui hubungan tersebut. Karena dapat dimaklumi, siapa sih yang mau punya keluarga yang berkarakter beringas? Tentu mereka menolak keras.

Tapi atas nama cinta dan sang pria berpenghasilan menakjubkan setiap bulannya ( menurut ukuran keluarganya ), maka akhirnya pertalian mereka diresmikan. Dengan do’a semoga mereka menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah.

Memang sih pada awalnya terlihat bahagia. Rumah dan mobil mewah segera hadir di hadapan mereka. Tak lama kemudian lahirlah buah cinta mereka. Akhirnya mereka pun mengadakan Aqiqah untuk puteri pertamanya.

Keluarga dari pihak laki-laki dan dari pihak wanita akhirnya berkumpul di rumah Andi ( nama samaran ). Suasana yang seharusnya diisi dengan silaturahmi antara kedua belah pihak ternyata berakhir ricuh. Keluarga pihak wanita angkat kaki, disaat acara tersebut belum berakhir.

Keadaaan tak nyaman tersebut dipicu oleh ulah A ( om Andi dari pihak ibunya ). Saat dia ingin menonton televisi, dia merebut remote dari tangan seorang gadis kecil yang berumur sekitar 8 tahun ( ponakan istri Andi ). Namun gadis kecil itu kemudian merebut kembali remote tersebut. Dan akhirnya terjadilah kejadian yang tidak di inginkan.

Gadis kecil dijambak rambutnya oleh A kemudian dibanting ke ubin di depan televisi, dan disaksikan dari ibu Andi, istri dan keluarga besar lainnya. Terjadilah keributan.

Pihak ibu Andi menganggap peristiwa itu sebuah lelucon. Karena keluarga mereka memang berkarakter keras. Tapi dari pihak istri Andi tidak terima. Karena mereka menganggap itu adalah sebuah kekerasan. Hingga mereka berniat melaporkannya pada polisi.

Setelah peristiwa itu maka terungkaplah bagaimana keadaan rumahtangga Andi yang sebenarnya. Ternyata A ini selalu memalak Andi setiap bulannya, dan bila tidak diberi diancam akan dibunuh. Begitu pula barang-barang yang disimpannya di rumah Andi. Tidak boleh sedikit pun disentuh apalagi di geser. Mereka mendapatkan ancaman yang mengerikan.

Ibu Andi dan Andi sendiri memang tahu. Karakter si A memang bengis. Apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran yang akan dilakukannya. Hingga apa pun yang diinginkannya selalu dilakukan oleh keluarganya.

Dengan keadaan demikian, apakah impian kita tentang sebuah keluarga dapat dicapai? Tentu saja sangat memerlukan banyak pengorbanan. Tergantung bagaimana kita memandangnya. Apakah kita memang hanya punya pandangan, bahwa cukuplah pasangan kita yang ideal di mata kita. Padahal bila kita telah mengikrakan ijab kabul maka dua keluarga akan menjadi satu ikatan.

Ikatan yang tentu saja tidak nyaman, karena karakter maupun pandangan hidup mereka sangat bertentangan dengan hati nurani kita. Kita harus sekuat baja untuk selalu memahami dan bersabar untuk memenuhi tuntuan mereka.. Atau bila tak mampu, maka sebaiknya hengkang sebelum terlambat.

Semoga menjadi bahan renungan bagi yang ingin memulai membangun hidup baru. Karena sesungguhnya cinta bukan hanya milik kita berdua, tapi cinta kita dan pasangan kita tidak bisa terlepas dari hubungan dua keluarga besar kita.

( Mengikat dua hati mudah, tapi mengikat hati dua keluarga diperlukan perjuangan! )

Sengata 15 Februari 2010

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

[email protected]