“Sesungguhnya ibadah itu ada masa jenuhnya.” Begitulah kuranglebih redaksi kata hikmah dari Ali bin Abi Thalib R.A.
Aku merasa berada dititik jenuh, seperti battery yang telah banyak digunakan. Semburan kehangatannya mulai melemah. Fungsinya yang telah lama digunakan, membuatnya tidak seperti yang diharapkan lagi. Aku merasa telah berada dibanyak persimpangan pilihan.
Ada beberapa hal yang ingin aku tuntaskan di tahun 2010, tapi ternyata semuanya tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. Menulis adalah salah satu hal yang sangat aku sukai, dan menjadi lahan ‘semburan’ kekuatan hati yang ingin aku bagi kesesama.
Belajar tentang Thibbun Nabawi juga merupakan hal yang aku mulai hampiri, tapi ternyata, tak mampu untuk bergerak lebih, lebih cepat dari yang aku inginkan. Sepertinya aku merasa masih berada di titik zero.
Aku juga punya impian, ditahun 2010 aku harus punya lebih banyak jam silaturahmi ke saudara, ternyata aku juga tak mampu mencapai target itu. Aku hanya mampu bersilaturahmi dengan beberapa orang saudara di Samarinda. Itupun dengan ketergesaan. Seperti hanya sambaran kilat. Singgah ke sebuah rumah, bincang-bincang sebentar, lalu pamit pada tuan rumah. Tentu bukan itu yang aku inginkan sebagai ikatan persaudaraan.
Teman-teman di Sengata pun, aku sepertinya kehabisan ruang waktu untuk mereka. Beberapa ibu-ibu ingin bertemu denganku, dengan mengirimkan SMS, tapi aku tak mampu memenuhinya. Aku merasa kondisi fisikku melemah. Kekuatan jiwa untuk membuat badan merasa lebih fresh, ternyata hilang entah kemana.
Mungkin inilah yang dikatakan ahli hikmah : “Jangan sia-siakan waktu dan masa mudamu.”
Sekarang aku merasakan sendiri petuah itu. Kembali ke masa lampau tentu tak mungkin. Menjalani hari-hari dengan penuh ‘gairah’ ternyata perlu juga kekuatan fisik yang prima.
Kadang aku menjalani hari-hariku dengan semangat yang aku pompa dengan kekuatan penuh, ternyata setelah sampai di rumah, aku malah merebahkan diri, tanpa bisa ‘bergerak’ untuk menyambut kepualangan dari sekolah ‘malaikat-malaikat kecilku’.
Mungkin aku perlu memaklumi diri, bahwa aku sudah tua. Bukan seperti jaman kuliahan dulu. Kadang tidur hanya satu dua jam seharinya, tapi tidak merasa lelah. Pagi kerja, sore ngurusin organisasi, malamnya kuliah. Hingga kadang malam ‘kelayapan’ hingga pukul duabelas malam. Sungguh masa mudaku, sepertinya aku tak merasa lelah.
Tapi saat ini, diusia yang tak bisa dikatakan muda lagi, aku harus melihat diriku dengan kacamata kekinian. Jangan lagi mengingat-ingat ‘dulunya’. Atau membanding-bandingkan. Karena memang usia tak bisa dihindari. Kekuatan tak selamanya akan ada mendampingi kita. Maka tentu aku harus ‘tahu-diri’ karena aku sudah tua.
Beberapa teman di lingkungan rumah bertanya : ” kenapa lama nggak keluar?” aku hanya tersenyum. Tak mungkin aku menerangkan keadaanku yang sebenarnya. Aku merasa tak ada gunanya menerangkannya, karena itu bukan hal yang harus diketahui mereka.
“Aku ingin menikmati hidup!” dengan tersenyum aku akan menjawabnya.
Mungkin jawaban itu kurang kena untuk mereka. Tapi mungkin saja jawaban yang seadanya, yang telah aku lontarkan, memang benar adanya.
Beberapa hari, beberapa minggu, aku memang menikmati jam-jam yang aku lalui. Tak banyak aktifitas keluar rumah. Kegiatanku hanya seputar rumah. Mengerjakannya pun dengan tentram, tanpa dikejar-kejar ‘deadline’.
Biasanya, setelah anak-anak dan suami, pamitan keluar rumah di pagi hari, aku dengan sangat ‘cepat’ membereskan rumah. Diantaranya memasak, dengan resep praktis, menyapu dengan kekuatan ‘supersonik’. Menerima tamu pagi hari dengan sambil mencuci piring. Atau menyapu halaman dengan sambil senyum-senyum kepada ibu-ibu yang lewat. Semua pekerjaan selalu ada ‘pendampingnya’. Sport jantung di pagi hari, selalu aku lakukan.
Tapi saat ‘menikmati hidup’, aku merasakan ketenangan. Shalat Dhuha, juga bisa lebih lama. Makan dengan tenang, menikmati rasa manis maupun asinnya. Kadang sempat juga menonton berita televisi. Sesuatu yang tadinya sangat langka.
Bulan Desember di tahun 2010, aku memang mengisinya dengan BACK TO ZERO. Aku menikmati itu. Menikmati ketenangan, keteraturan, mengurangi janji bertemu dengan beberapa orang. Mengurangi keluar rumah. Mendekatkan diri kepada anak-anak yang lagi sibuk UAS ( Ujian Akhir Semester ). Mendampingi mereka belajar sambil mendengar hapalan juz 30 mereka. Sambil mempersiapkan makan pagi atau saat mereka akan berangkat tidur malam, anak-anak menyetor hapalannya.
Melambaikan tangan dengan tenang, saat mereka berangkat sekolah. Mengirimkan doa-doa saat mereka di sekolah, agar mereka mudah mengerjakan soal-soal yang mereka hadapi. Berdoa kepada Allah SWT, untuk keselamatan anak-anak dan suami. Menunggu kepulangan mereka dengan perasaan rindu, karena telah menyiapkan penganan kesukaan mereka. Betapa pekerjaan di rumah membuatku merasa damai.
Kembali ke titik Nol, sesuai judul tulisanku kali ini, memang aku nikmati. Yang aku katakan kepada teman-teman, bahwa aku sedang ingin menikmati hidup. Ternyata memang benar-benar aku nikmati. Walau memang pekerjaan di rumah, tak akan pernah berhenti selama 24 jam, tapi jika dilakukan dengan tanpa ketergesaan, dengan sepenuh hati, dan menikmatinya dengan ‘nyanyian hati’ semuanya bagaikan surga di rumah sendiri.
Back To Zero. Istilah yang aku gunakan ini, memang aku perlukan, sesering yang aku harapkan. Karena memang hidup penuh dengan ketergesaan, dikejar-kejar waktu yang berlari membuat diriku seperti ‘sesak napas’. Karena memang kakiku tidak sekuat dan selincah di masa mudaku. Karena saat ini, aku punya “lahan dakwah internal” yang harus lebih aku istimewakan.
( tiga pendekar kecilku, sering bertanya kepadaku : ”kenapa Mama selalu keluar rumah?” Ternyata mereka menginginkan kehadiranku ditengah-tengah mereka selama yang mereka harapkan, bukan selama yang aku inginkan. )
Sengata, 31 Desember 2010
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata