Ternyata masih banyak sekali orang yang malu mengaku orang Indonesia, Indonesia masih saja susah untuk dibanggakan, padahal Indonesia adalah negara besar, mau apa saja ada di Indonesia, terutama Sumber Daya Alamnya(SDA). begitu juga wilayahnya. begitu luas, sehingga seandainya Indonesia mau melebarkan wilayahnya di Laut Jawa dan membuat Laut Jawa itu menjadi daratan, misalnya, tak ada negara manapun yang protes, karena itu memang masih wilayah Indonesia.
Bandingkan dengan negara-negara kecil di Eropa Tengah atau Eropa Barat, mereka “tak berkutik” untuk dapat memperluas negara mereka masing-masing, ke mana-mana, baik ke Utara, ke Selatan, ke Timur atau ke Barat sudah mentok semuanya, terutama seperti negara Swiss, Monaco dan lain-lain. Kalau di Asia Tenggara negara semacam itu di alami oleh Laos, kemana-mana “kepentok” negara lain, bahkan Laos tak punya laut, kasihan deh lo!
Nah Indonesia yang begitu besar dan punya beberapa selat yang bisa menghubungan satu pulau dengan pulau yang lainnya, seperti selat Sunda, selat Bali, selat Lombok, selat Makassar dan lain sebagainya, jika mau dibuat jembatan diantara pulau tersebut, tak ada yang marah, tak ada yang menggubris, karena semua itu memang masih wilayah Indonesia. Jadi dari sisi selat saja kita sudah kaya, dari sisi laut apa lagi, jadi apa yang kurang? Tapi mengapa Indonesia masih saja dikecilkan oleh bangsanya sendiri? Masih saja kebanyakan orang Indonesia tak mau bersyukur.
Satu lagi, di Indonesia tak kenal empat musim, bayangkan kalau sudah susah dan tiba di musim dingin, yang suhunya bisa mencapai minus tiga puluh derajat celcius. Sudah rumah dari bilik atau tembok yang permanen, tapi bila suhunya seekstrem itu, mana bisa hidup? Maka alhamdulilah Indonesia letaknya di khatulistiwa yang hanya mengenal dua musim, musim panas dan musim hujan saja. Lalu mengapa bangsa Indonesia kebanyakan masih saja tak mau bersyukur? Ternyata ada beberapa sebab, antara lain:
Pertama, Indonesia dikenal salah satu negara yang “jagoan” dalam hal korupsi, diakui atau tidak, ini menyebabkan bangsa Indonesia malu, padahal yang korupsi dibandingakn yang tidak korupsi atau orang yang jahatnya dibanding orang baiknya, jelas masih banyak yang tidak korupsi dan masih lebih banyak orang baiknya!
Pejabat yang tidak korupsi jelas lebih banyak ketimbang pejabat yang korupsi, ini nyata, tapi karena yang diberitakan adalah yang korupsi terus menerus, maka mau tak mau Indonesia akhirnya dikenal sebagai negara korup, hingga yang tak korupsipun menjadi malu dibuatnya dan akhirnya malu menjadi orang Indonesia. Kalau yang korupsi sih memang sudah tak tahu malu, kalau malu pasti mereka tak korupsi!
Kedua, banyak Politikus yang berusaha menggapai sebuah jabatan bukan dengan cara yang halal, yang sering terjadi adalah “money politics” Susah dibuktikan, karena memang tak ada kwitansinya, Ada tapi seperti tak ada, maaf, seperti orang kentut, baunya ada, tapi susah membuktikannya, karena memang tak ada yang akan mengakuinya.
Kata orang” kalau maling ngaku, penjara penuh! Loh tidak mengaku saja sudah penuh itu penjara, apa lagi kalau maling atau para koruptor pada mengakui kejahatannya, lembaga-lembaga kemasyarakatan kekurangan tempat! Dan ini bahaya, kalau memang terjadi demikian. Kita mestinya bersyukur kalau lembaga pemasyarakatan itu kosong, itu berarti makin banyak orang baik atau orang jahatnya berkurang. Dan dana negara untuk mengurusi para penjahat itu bisa digunakan untuk hal-hal lainnya.
Jangan lupa, semakin banyak penjahat yang masuk penjara, semakin tinggi costnya, makin tinggi dana yang dikeluarkan oleh negara untuk memperbaiki akhlak mereka. Mengapa tinggi? Silahkan dihitung, misalnya satu juta saja orang yang dipenjara, kalikan dengan dana makanannya setiap hari yang harus diberikan, kali tiga, dan itu gratis. Jadi semakin lama penjahat masuk penjara, sebenarnya dana negara juga semakin banyak yang terkuras. Jadi semakin baik akhlak orang Indonesia, sebenarnya sudah membantu pemerintah atau Negara!
Ketiga, acakadulnya penanganan penjahat berkerah putih, yang kelas teri sih banyak yang ketangkap sudah, tapi kelas kakapnya baik kasus di Bank century, BLBI, kasus kakapnya “Jayus-jayus” yang lainnya susah dilacak atau mentok sampai kelas teri saja, jadi kelas “kakapnya” atau kelas “pausnya” tak terjangkau hukum. Apa lagi kalau kelas yang begini menyangkut di lingkaran “pusat” atau “ring satu” susahnya bukan main, sudah dibahas panjang lebar di DPR dan lain sebagainya, sampai “mulutnya pada berbusa-busa” tetap saja kasus-kasus tersebut “tak terjangkau”, begitu juga di acara di TV yang menayangkan debat, hanya semacam”debat kusir” yang tak merubah apa-apa, hanya enak buat ditonton, tapi bisa memecahkan masalahnya.
Repot memang, tapi ini nyata dihadapan masyarakat dan sudah menjadi rahasia umum. Mereka yang sudah kabur ke luar negeri dengan hasil kejahatannya susah untuk dikembalikan, seperti kasusnya buronoan yang kabur ke Australia, sampai sang buronan mati di tempat pelariannya dana hasil kejahatannya tak bisa ditarik kembali oleh pemerintah, padahal Australia adalah negara tetangga, tapi tetangga yang satu ini memang suka bikin pusing! Tapi dibidang lainnya tentangga yang satu ini cukup baik, terutma did lam beinag pendidikan, yang mengeluarkan program beasiswa.
Keempat, jarangnya prestasi olahraga, terutama sepak bola yang menjadi tontonan “sejuta ummat”, kalau sudah bicara olahraga, entah apa saja namanya, selalu saja kalah! Kebanyakan kalahnya, walau yang menang satu dua ada juga, terutama di bulutangkis, bahkan kejayaan Bulutangkis di jamannya Rudi Hartono, sang juara All England 7 kali berturut-turut tak pernah lagi bisa di ulang, itu hanya menjadi kenangan sejarah.
Cabang olahraga lain, bolehlah kalah, karena penggemar tak sebanding dengan sepakbola yang menjadi totonan olahraga “sejuta ummat” di Indonesia, nah ini saya saksikan sendiri, ketika ada satu pertandingan yang Indonesia tak pernah ikut, karena liga Eropa atau Liga Champion, tapi penontonnya tak kurang-kurang, TV Indonesia selalu saja menyiarkannya dan laku! Padahal pada saat yang sama TV-TV di Rusia tak menyiarkan pertandingan langsung acara tersebut, tak satupun menyiarkan, hanya disiarkan pertandingan ulang!
Kalau dicari factor lainnya banyak, tapi cukup empat itu saja yang membuat orang Indonesia kebanyak malu menjadi orang Indonesia. Padahal dalam sisi lainnya, Indonesia itu kaya, bahkan boleh dibilang Indonesia itu syurga yang menetes ke bumi! Apa saja ada dan tersedia, buah-buahan dan sayur-sayuran melimpah dan berbagai jenis ada, lalu apa yang kurang?
Lalu mengapa tidak juga mau bersyukur? Sampai-sampai Tuhan menantang: Nikmat Tuhan mana lagi yang kau mau dustakan? Silahkan baca surat Ar Rakhman, surat ke 55: Tuhan tidak kurang dari 31 kali mengulang ayat yang sama dalam satu surat saja! “ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Masihkah malu menjadi orang Indonesia? Masihkan tak mau bersyukur menjadi orang Indonesia yang semuanya ada, jika mau digali? Sumber Daya Alam(SDA) yang melimpah tak habis-habisnya buat digali, begitu banyak, begitu kaya, begitu banyak tersedia dan masih banyak sekali belum tergarap, hutan di Kalimantan dan di Papua sampai saat ini belum maksimal dimanfaatkan.
Tanah yang subur, yang membuat iri negara-negara di Afrika! Tanah yang subur, yang tongkat dan batu jadi tanaman, mau nanam apa saja disegala musim tumbuh dan bisa menghijau, tak perlu tanaman tersebut sampai membeku dan mati sampai kurang lebih enam bulan seperti di Rusia, saat musim gugur dan saat musim dingin tiba, jangankan buah, daunnya saja tak ada!
Coba itu, di Indonesia sepanjang tahun buah-buahan silih berganti, ada dan selalu ada, pohonpun terus menerus hijau sepanjang tahun. Matahari tiap hari ada, sepanjang tahun, di Rusia di musim dingin, paling tidak tiga bulan penuh tak ada matahari yang muncul. Masihkah kurang wahai bangsa Indonesia? Apa lagi yang mau kau dustakan? Nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang mau kamu dustakan? Masihkah tak mau bersyukur? Bila iya, pantas saja azab Tuhan selalu datang pada bangsa ini!
Moskow, 14 Mei 2013.