Sungguh hebat anak-anak muslim yang menjadi minoritas tinggal di negara non muslim seperti Belanda ini. Bagaimana tidak, seyogyanya mereka masih selalu ingin eksplorasi, terutama dalam memilih makanan, pastinya akan penasaran dengan kemasan & sajian indah menggugah liur. Berbeda dengan di Indonesia, yang (mungkin) beberapa jajanan berbranded luar pun sudah disertifikasi halal, di sini tentu saja para pengusaha makanan tidak akan pernah menyesuaikan dengan tuntutan kaum minoritas, kecuali secara umum makanan tersebut diperlukan konsumen tertentu, sepertimereka yang alergi terhadap E471 dan sejenisnya, vegetarian, atau kondisi kesehatan lain yang mengharuskan seseorang mengkonsumsi makanan non daging.
Anak-anak saya salah dua dari mereka yang harus berjuang menahan selera. Siapa yang tak miris sekaligus bangga saat melihat mereka merelakan goodie bagnya di inspeksi lebih dahulu sebelum akhirnya diizinkan dikonsumsi. Melihat mereka mengatakan "ya" dengan yakin saat saya minta persetujuannya untuk membuang lebih dari setengah goodie bag yang berisi permen atau biskuit yang mengandung bahan haram.
Anak-anak yang selalu laporan sambil memperlihatkan makanan atau permen yang diberikan orang "Umiii, ini varken bukan?" sambil berharap cemas dan kemudian tersenyum lega saat saya menganggukan kepala setelah saya baca ingredientsnya aman.
Bahkan mereka sekarang sudah tahu mana jenis permen yang harus dihindari dimakan (misalnya. permen dg bahan jelly, marshmellow dan sebagainya). Dan kejadian paling anyar, adalah saat kemarin, di tengah udara panas, setelah aktif berlari-larian, mereka ditraktir ice cream F******a yang terkenal itu oleh seorang tante berkerudung. Si sulung yang menyangka setiap tante yang berkerudung pasti akan memberikan makanan halal, ternyata harus mulai belajar menerima kenyataan lain.
Saat si tante menawarkan diri mentraktir es itu, otak saya langsung berputar mencari jawaban santun untuk menolak, saking juga tidak enak mau bilang es itu mungkin tidak halal, maklumlah muslim di sini punya standard berbeda-beda untuk kategori halal…"Nggak usah, mb anak-anak udah punya es di rumah", dia tetap maksa sambil membelokkan mobilnya ke tempat parkir es. Parahnya anak-anak malah melonjak-lonjak kegirangan, tanpa tahu kecemasan dalam hati saya.
"Mb, untuk anak-anak saya yang water ijs lolly aja ya.." Ah, ternyata di florencia cuma ada ice scoops buatan mereka. Pusiiiinnngg… akhirnya saya memutuskan untuk membawa anak-anak ke toko dengan alasan mau berbelanja begitu si tante datang membawa beberapa cone es termasuk untuk saya… Untung si tante nggak curiga sama sekali karena kebetulan rumah kami dekat, sehingga alasan saya diterima. Begitu menutup pintu mobil, saya berbisik, "Nak jangan dimakan dulu ya ijsnya."
"Kenapa ummi?" Si sulung sempat menjilat es yang mulai lumer. "Ijsnya mungkin ada varkennya…" Kontan si sulung berhenti menjilati es lumer, membiarkannya meleleh di tangannya. Kami berjalan terus ke arah toko sambil mencari tempat sampah. Mereka dengan legowo memasukan es itu, si bungsu yang paling bangga, katanya perutnya ga jadi dibakar Allah karena dia belum sempat menjilat esnya…
Subhanalloh… alhamdulillah. Sambil terus berjalan saya terus menjelaskan pada mereka dengan kalimat-kalimat logis yang dapat mereka pahami. Selalu dan selalu saya ulang-ulang, berusaha menancapkan keyakinan itu di kepala dan hati mereka. Hingga mereka besar nanti, tak perlu lagi inspeksi, tak perlu lagi laporan, karena dari tubuh mereka sendiri akan ada penolakan dengan sendirinya…
Den Haag, akhir musim panas 2008