Pasrah. Pesimis. Dan apatis!
Itu sering kali termaktub dalam diri kita. Entah, dalam lisan maupun dalam hati. Dan itu tak perlu dipungkiri apalagi mengelak dan menolak. Hal itu sering kali kita lakukan dan alami. Pun saya sebagai penulis juga pernah. Tapi itulah ”keistimewaan” manusia yang—beda bila dibandingkan dengan malaikat. Tidak punya nafsu. Tidak berkehendak. Patuh. Tunduk pada Sang Khalik. Kalau kita? Hmm…tidak bisa disebutkan satu persatu. Semua yang namanya nafsu sudah banyak bergumul dibenak maupun dalam di dada kita. Pasti!
Ini pulalah yang saya dapati ketika kemarin Ahad (29/05) saat tulisan ini saya tulis. Saya bersowan ke rumah kawan ia juga seorang novelis yang berada di Serang Banten sampai saya menginap pula segala di rumahnya. Di sana saya banyak bercerita, lagi-lagi lebih tepatnya sharing proses kreatif menulis hingga proses kehidupan hingga ia bisa menjadi seorang penulis. Walau sebenarnya ia juga adalah seorang abdi pemerintah. Bekerja pada ikatan sebuah kedinasan. Tapi ia bisa melakukan itu pula! Menjadi seorang novelis juga! Dan di sanalah saya bisa ber-sharing apa saja dengannya!
”Hidup itu nantinya juga ada masanya. Nanti kamu juga ada kok pada masanya, dimana kamu bisa seperti saya, Yan! Hidup itu proses. Saya juga tidak akan menjadi seperti ini jika tidak ada proses. Masa saya langsung seperti ini kan perlu proses juga!”
Begitu ucapnya ketika malam belum beranjak kelam. Saya dan ia belum sama beranjak istirahat. Mengantuk. Hingga saya rekam ucapan itu dibenak saya hingga saat ini. Dan saya ingat betul ucapannya itu! Betapa sangat berartinya untuk saya yang—sedang terseok-seok menjadi penulis serta menggapai cita-cita dan impian saya. Walau pun saya tahu saya masih dalam proses menjalani itu semua. Halnya seperti dikatakan oleh kawan saya yang juga novelis itu memberikan nasehat serta masukan untuk saya agar tetap semangat menjalani kehidupan. Tak ada yang instan! Semua perlu proses.
Ya, seperti contoh mudahnya—saat saya saat itu ingin bertandang ke rumahnya. Tanpa ada proses ke tempatnya tidak mungkin saya langsung tiba di rumahnya. Karena apa? Saya perlu proses itu. Sebelum sampai di kediamannya saya harus naik bus sampai tiga kali. Bus besar tambah dua angkot. Dengan jarak yang kalau ditempuh jalan kaki bisa gempor. Tapi saya harus sabar dulu untuk mencapai rumah kawan saya itu. Harus berlama-lama—dalam perjalanan menuju tujuan itu. Itulah proses yang sedang jalani menuju rrumah kawan saya.
Memang menjadi ”nothing” ke ”something” itu perlu kerja keras. Harus ada proses! Halnya HIDUP ini bukanlah suatu statusquo artinya menetap tanpa adanya perubahan dan pergeseran sama sekali. Hidup ini adalah suatu perjalanan. Ada perjalanan yang mendaki menuju tempat yang lebih tinggi ada juga yang menurun. Ada yang belok kanan ada pula yang belok kiri. Idealisme perjalanan hidup umat manusia di dunia ini menuju kehidupan yang semakin baik dan semakin sejahtera dan bahagia. Tetapi perjalanan menuju idealisme tersebut tidak semudah menggambarkannya dalam teori. Itulah sebenar-benarnya proses di dunia ini.
Ya, ternyata proses di dalam kenyataannya tak semudah kita bayangkan. Begitu rumit dan ribet. Tapi itulah sebenarnya yang kita hadapi walau dari kita sering protes ketika melihat keadaan diri tidak sebanding apa yang kita ingin. Padahal proses kehidupan sedang kita jalani. Tapi kita tak menyadarinya itu malah lebih sering protes, potes dan protes ketika hajatnya tak tersampaikan! Dan itulah proses! Mau tidak mau harus kita jalani!
Email;[email protected]