Sudah hampir dua jam aku menemani istriku saat ia hendak melahirkan. Jelas, saat-saat ini adalah sangat menegangkan bagiku. Tapi tidak seperti cerita di film-film itu. Tidak mundar-mandir di depan pintu ruang persalinan, sambil mengisap rokok yang habis entah berapa batang, dan berharap si buah hati hadir di dunia yang fana ini dengan selamat. Bagiku, detik–detik kehadiran si buah hati sama nilainya dengan kesediaanku menemani orang yang tengah berjuang di jalan Allah. Sebab, bukan hanya sebatas atas nama kesetiaan, menemani istri tercinta berjuang melahirkan sang buah hati adalah begitu sangat berarti.
Aku tidak sendiri. Di tengah kebingunganku karena belum berpengalaman, ibuku dengan semangatnya menanti kelahiran cucu pertama, terus membimbing istriku saat hendak melahirkan. Aku lihat dari sinar matanya terpancar keikhlasan dan ketulusan cinta terhadap istriku. Tidak seperti apa yang kebanyakan orang bilang, biasanya ibu mertua paling galak dengan menantu perempuan. Baginya, sebutan menantu adalah sebatas nama namun hakikatnya menantu juga seperti anak kandungnya sendiri.
Menjelang kelahiran si buah hati, kami semua harap dan cemas. Istriku coba menyeimbangi rasa sakitnya dengan ucapan kalimah toyyibah dan doa-doa. Dan aku terus disampingnya sembari bermunajat pada Allah dalam hati. Ibuku dan bidan terus menyemangatinya. Dan tibalah saat yang dinanti-nanti, bayi mungil perempuan dengan tinggi lima puluh senti dan berat tiga koma empat kilo lahir ke dunia.
Pekikan tangisnya memecah keheningan subuh. Seolah tertangkap pesan dari jeritan tangis bayi yang baru lahir ke dunia. Dari tangisnya itu ia ingin menyampaikan kekhawatirannya di alam baru yang disebut dunia ini. Ia takutkan apakah pesan-pesan Ilahi semasa ia dulu (zaman azali) berjanji bahwa Allah sebagai Tuhannya, dan senantiasa harus taat semasa di dunia kelak, bisa ia laksanakan. Ia terperangah dengan hiruk pikuk alam dunia yang penuh dengan cobaan, apakah bisa mengantarkannya kembali pada ketenangan abadi di akhirat nanti bertemu Allah sang Pencipta.
Banyak manusia lupa, semasa dulu ia belum ada, kemudian Allah jadikan ia melalui perantara kedua orang tuanya, lahir ke dunia. Sebenarnya orang tidak lahir di dunia ini begitu saja. Seorang bayi mungil, yang dengan teriak tangisnya juga ingin kembali mengingatkan akan kontrak manusia dengan sang Khalik.
Dalam surat al A’raf ayat 172 Allah jelaskan, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu". Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Inilah kontrak yang terjadi antara Tuhan dan hambaNya. Maka tak heran kalau Nabi Muhammad saw mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri cucunya Hasan dan Husain saat mereka baru dilahirkan. Anjuran inilah yang kemudian menjadi tradisi orang tua untuk mengazan serta mengiqamahkan putra putrinya yang baru lahir. Sebelum sang bayi mendengar bujuk rayu kenistaan dunia yang ada, terlebih dahulu kalimat-kalimat tauhid di kumandangkan agar bisa menjadi filter si anak kelak dia besar nanti.
Lafaz-lafaz azan dan iqamah yang dikumandangkan bukan tanpa makna. Dengan pengakuan akan kebesaran Allah azza wajalla ini berguna untuk mengarahkan agar si anak harus tetap konsisten dengan rasa kebertuhanan semata kepada Allah. Ketika seorang mengucap la ilaha illallah, berarti ia tidak mudah diperdaya dengan godaan kebesaran dunia dan segala isinya. Sebab, betapa besar dan agungnya yang ada dunia, semua tidak lebih berarti karena Allah sebagai Tuhannya tetap sebagai yang paling besar.
Dan tangis perdana inilah yang mengingatkanku kembali akan hakikat kebaradaan diri di dunia yang fana. Selamat datang putriku sayang. Kami beri nama dirimu Mazeya yang berarti istimewa. Karena kami yakin, engkau terlahir di dunia dengan segala keistimewaan yang diamanahkan oleh Allah. Semoga kelak berguna bagi Agama dan bangsa.
Medan, 12 Desember 2010