Bus Kehidupan

Jika naik bus semisal kampus pas lagi terik-teriknya mentari dan ada beberapa pilihan tempat duduk yang masih kosong (pas penumpangnya agak sepi), biasanya aku akan melakukan estimasi, kira-kira kalau duduknya di sebelah sini, bakalan terkena panas matahari gak yah?

Nah, hari ini, ketika aku naik bus, hanya ada satu bangku yang tersisa, padahal, menurut perkiraanku, tempat duduk itu bakalan ketiban panas. Tapi, alhamdulillaah, dari pada harus berdiri, mending duduk di tempat yang panas. Alhamdulillaah, syukuri apa yang ada.

Pas sampai di kampus Politeknik (poltek), banyak yang turun dan banyak pula yang naik. Tiba-tiba aku tertarik memperhatikan tingkah mahasiswa yang sedang menaiki bus. Sebut saja namanya mrs. X. Jadi, mrs. X awalnya ia di posisi berdiri. Lalu, dia memiliki kesempatan untuk bisa duduk di dua tempat. Satu di sisi kanan. Satu lagi di sisi kiri. Waktu sampai di poltek, sisi kanannya lagi terik, terkena matahari, dan bagian yang tidak terkena mataharinya adalah bagian kiri. (Sebelumnya, aku sudah melakukan estimasi, sebelah mana sih yang bakalan terkena panas nantinya dan hasilnya: bagian yang akan terkena panas itu adalah sebelah kiri).

Lalu, dalam hati, aku menerka-nerka, kira-kira tempat duduk mana yaah yang akan dipilih oleh mrs. X? Hmm…kayaknya dia memilih sisi yang rindang sesaat deh, sisi kiri. Padahal, sisi kanannya justru posisinya lebiih dekat dengan mrs. X. Ternyata benar! Mrs. X lebih memilih sisi kiri yang awalnya rindang itu! Tapi, mrs. X tak menyadari bahwa ia justru akan mendapatkan panas lebih lama, ketika bus sudah jalan lagi, karena sisi kiri itu memang ketiban panas. Lumayan lama juga waktu yang harus dihabiskan dengan panas yang sangat terik dari kampus politeknik hingga Pasar Baru (sekitar lima kilometer). Dalam hati, aku jadi tertawa saja. Sembari bergumam, juga dalam hati, “sepertinya kamu salah pilih deh.” Hehe. Padahal kan semestinya, DIINGATKAN dan DIKASI TAU!

Lalu, apa pentingnya siih membahas masalah memilih tempat duduk? Haaa…iyah! Ada plajaran yang bisa kita ambil dari fenomena ini!

Kita ibaratkan mrs. X adalah diri kita dan kehidupan kita. Lalu bangku bus sisi kiri (yang awalnya rindang) adalah kehidupan dunia. Dan sisi kanan (sepanjang jalan hingga ke pasar baru yang kemudian lebih rindang) adalah kehidupan akhirat. Jangka waktu perhentian bus di politeknik adalah jangka waktu kehidupan dunia. Dan jangka waktu perjalanan ke pasar baru adalah jangka waktu kehidupan akhirat (yang lebiiiiiih panjang waktunya disbanding perhentian sesaat di halte saja).

Ketika di perhentian (halte), kita akan di hadapkan terhadap pilihan, mau sisi yang mana? Jika kita tak memiliki pertimbangan jangka panjang, maka tentu pilihan kita jatuh pada sisi kiri, karena TERLIHAT RINDANG (pada saat itu). Tapi, jika kita memiliki pertimbangan dan sebuah visi akhirat, maka kita akan memilih tempat yang sisi kanan dengan pertimbangan, biarlah panas sedikit pas di halte, toh pas busnya sudah jalan, kita insya Allah memperoleh kenikmatan, lebih rindang. Ada angin sepoi-sepoi lagi!

Dalam kehidupan, kita sering kali silau dengan kenikmatan yang sesaat saja. Kenikmatan yang bahkan sangat sebentar! Seperti memilih tempat yang rindang di bangku bus itu tadi. Andai saja, kita mempertimbangkan untuk jangka yang panjang, mungkin kita akan memilih tempat yang agak bepanas-panasan dulu awalnya. Tapi, toh, kemudian, ketika bus sudah jalan, kita akan mendapat tempat yang rindang. Pun begitu halnya, ketika kehidupan di dunia, kita memikirkan untuk kehidupan jangka panjang kita, yaitu akhirat…, yang lebiiiiih lama dari pada kehidupan dunia yang teramat sejenak ini, maka insya Allah ketika di akhirnya yang kita dapatkan adalah kenikamatan dalam jangka waktu yang lebih lama. Yang takkkan pernah dapat teritung lagi dengan dimensi waktu.

Nah, ini analog banget dengan kehidupan kita kan yah? Sering kali tersilau dengan kehidupan dunia yang sifatnya sementara. Okehlah awalnya kelihatan nikmat, tapi, ketika sampai di perjalanan yang sesunguhnya, di kehidupan akhirat, kita akan sengsara! Dan jangkanya sungguh2 sangat lama! Macam koruptor itu, yang silau dengan kehidupan kenikmatan dunia yang sesaat, tapi, ntar, pas diakhirat, semua perbuatannya kan bakal dimintai tanggung jawab. (pengecualian untuk koruptor yang taubat dengan taubatan nasuha. ^_^. Bukan taubatan sambaladohaaa. hihi)

Tapi, ada yang kurang juga dari sikap analog di atas! Semestinya, jika ada orang yang tau, yang mengetahui bahwa tempat yang awalnya kelihatan rindang itu nanti bakalan panas, maka ia HARUS menyampaikan kepada mrs. X, bahwa tempat itu akan kepanasan nantinya. Nah, dalam kehidupan nyata, ini lah perannya da’wah! Pentingnya mengajak kepada jalan yang benar dengan cara yang hikmah. Yang ngajak jugah, mestinya adalah yang duduk di sisi kanan. Jadi gak Cuma ngajak doang, tapi ia sendiri sudah melakukan dan mencontohkannya. (Jangan seperti diriku, yang tadi Cuma jadi pengamat saja, lalu hanya tertawa saja dalam hati sembari bergumam, “kayaknya kamu salah pilih deeh”. Jika tak dibilang, bagaimana coba mrs. X bisa tau? Hehe, ini kan hanya contoh yah?)

Yaah, setidaknya analog ini semuanya memberikan kita plajaran. Segala sesuatu, insya Allah ada hikmahnya, jika kita menggali sisi lain itu. Jika kita bersedia untuk belajar darinya. Belajar dari apa saja, meski hanya sebuah pemilihan tempat duduk di bus. Meski hanya sebuah perjalanan sederhana. Meski hanya dari peristiwa peristiwa kecil yang terjadi di dalam kehidupan kita.

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya jika mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut [29] : 64)

Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasullullah SAW bersabda, “Neraka itu tertutup dengan berbagai kesenangan dan surga itu tertutup dengan berbagai ketidaksenangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Dunia ini adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus ra, dari NAbi SAW., beliau bersabda, “Orang yang cerdas yaitu orang yang selalu menjaga dirinya dan beramal untuk bekal nanti sesudah mati. Dan orang yang kerdil yaitu orang yang hanya menuruti hawa nafsunya tetapi ia mengharapkan berbagai harapan kepada Allah.” (HR. At-Tarmudzy)

www.fathelvi.blogspot.com