Seperti biasanya setiap hari tiap jam 11 pagi, saya pulang dari USU karena telah selesai belajarnya. Kebiasaan saya dari dulu sejak di Medan adalah pulang dari USU sampai di depan gang rumah selalu naik becak.
Hampir semua tukang becak hapal wajah saya. Walaupun saya telah 3 tahun berada di kota nan rumit alias Jakarta, mereka masih ingat saya, subhanallah. Dari beberapa abang tukang becak yang saya naiki becaknya hampir semuanya ngobrol dengan saya. Tapi obrolan kali ini berbeda banget, pikirku..
“Ade’ pulang kerja ya?”, tanya tukang becak tua itu dengan ramah kepadaku. “Ooh… saya baru aja lulus sarjana pak.” Jawabku agak gugup karena tidak menyangka ia akan bertanya seperti itu. sambil terus bercakap-cakap, kaki pak tua itu tak henti mengayuh becaknya. Pelan tapi pasti, becak itu meluncur membelah keheningan siang yang kala itu sangat panas.
Lalu, sekarang apa rencana adik?” Tanyanya lagi. “Saya mau kerja aja Pak. Tapi belum tahu mau kerja dimana.” JawabQ sambil tersenyum agak malu.
“Mengapa tidak melanjutkan saja Dik? Bukankah lebih baik kuliah lagi.” Memang kenapa Pak?” Selanjutnya aku mencari tahu mengapa ia bertanya begitu. “Sekarang itu, cari kerja susahnya minta ampun. Apalagi jika sekolah kita nanggung.” Jawabnya dengan tenang.
Sebentar Aku tatap wajahnya yang sudah mulai keriput. Keringat mulai membasahi pipinya. Aku heran, beliau yang setua ini, mempunyai cara berfikir yang sangat bagus. Pekerjaan tukang becak yang sekarang digelutinya ternyata tidak membuat idealisme hilang. Aku penasaran, siapa sebenarnya beliau itu.
Dengan sedikit memberanikan diri aku bertanya, “bapak dulu sekolah apa?” Sekarang, Aku tatap wajahnya dalam-dalam. Aku yakin, dia bukan tukang becak biasa. “Dulu, saya pernah kuliah Dik. Tapi hanya sampai semester 2. Bapak tidak punya biaya. Makanya, bapak memutuskan untuk kerja aja.
Tapi ternyata kerja juga tidak mudah. Sudah semua tempat bapak datangi, tapi tidak ada kerjaan yang layak. Ya sudah, daripada tidak sama sekali, bapak menjadi tukang becak seperti ini.” Jelasnya panjang lebar.
Sejurus kemudian, aku terdiam. Kata-kata pak tua itu begitu jelas di telingaku. Pikiranku menerawang jauh ke depan. Tiba-tiba bapak tua itu berkata kepadaku, “Memang kenapa Adik tidak mau melanjutkan kuliah dulu?” Apakah itu kemauan orang tua Adik?” Kali ini, aku benar-benar terdiam.
Aku menundukkan wajah. Pertanyaan bapak itu begitu menyentuh hatiku. Tiba-tiba, mataku berlinang. Tapi, segera aku menguasai keadaan lagi. Sambil berusaha tersenyum, aku berkata kepadanya, “Ooh… Ini kemauanku pak. Aku hanya ingin mandiri aja.”……..
Ternyata bagi bapak itu sekolah itu sangatlah penting. Kemudian bapak itu kembali bertanya padaku. “Lalu sekarang aktivitas adik apa?”. Bingung aku mau jawab apa. Rasanya di kepalaku udah segudang pikiran yang ingin ku tumpahkan semua keluh kesah padanya.
Tapi aku kemudian dapat menguasai keadaan kembali lagi. Aku hanya bilang, “Saya ingin bekerja bapak tapi orangtua ingin saya melanjutkan kuliah saya lagi”. Wajah saya menampakkan kesedihan yang amat dalam saat itu. Bibir pun bergetar hingga tak snaggup ku untuk berkata-kata lagi.
“Kok adik begitu sedih. Bukankah sekolah itu bagus? Seperti pepatah bilang : carilah ilmu sampai ke negeri cina. Selagi orangtua masih mampu membiayai adik, kenapa tidak dilakukan. Ilmu itu banyak manfaatnya dik. Apalagi kelak jika adik bisa memimpin negeri ini atau adik jadi pejabat, pasti negeri ini akan aman, tentram, damai dan makmur karena semua berjalan dengan adil. Adik tau sendiri pemimpin sekarang banyak yang korupsi ”. Mendengar jawaban bapak itu, saya tersenyum malu. Bapak itu bisa aja buat hati ini senyum dan kembali bersemangat untuk menuntut ilmu.
Perlahan demi perlahan, becak itu di kayuhnya. Kadang aku sedih melihat keadaannya. Aku berpikir, berapalah penghasilan yang di perolehnya untuk menghidupi keluarga mereka. Dia punya anak dan istri.
Belum lagi setiap tetesan keringat yang di keluarkannya di tengah teriknya panas cahaya matahari di Medan yang luar biasa. Sungguh sabar bapak ini, sungguh semangatnya membara dalam hal menuntut ilmu, walaupun ia hidup pas-pasan.
Bapak itu juga menceritakan bahwa ia punya anak yang saat ini sedang sekolah. Ia berharap banget anak-anaknya kelak dapat sampai di perguruan tinggi walaupun keadaannya sendiri sungguh sangat memprihatinkan. Tekad dan semangat bapak itu tinggi sekali.
Sampailah aku di depan pagar rumah dan perlahan-lahan kaki ku melangkah hingga masuk kedalam rumah. Tiba di dalam rumah, aku duduk terdiam dan berpikir sambil mata ini berkaca-kaca, “Ya Rabb, sungguh mulia sekali kata-kata bapak tadi. Ia seorang manusia yang penuh inspiratif, memberi kisah untuk membangkitkan semangat orang lain akan pentingnya menuntut ilmu. Terimakasih ya Rabb, puji syukur pada-Mu yang selalu memberiku petunjuk”.
Sebelumnya sikapku lesu, pusing, dan lain sebagainya berubah menjadi pantang menyerah. Ingin terus berkarya dan menuntut ilmu. Ingin belajar terus dan mengajarkannya pada orang lain. Rasa percaya diri pun kembali meningkat tajam. Walaupun keadaanku begitu lemah, tapi itu tak menyulutkan tekad dan disiplin ku untuk terus berkarya, mengembangkan potensi yang ku miliki. Allahu Akbar.
Sahabatku yang dirahmati Allah swt, banyak sekali sumber yang dapat kita manfaati untuk mengembangkan potensi yang dalam diri kita sendiri. Kita bisa belajar dari pengalaman sendiri ataupun pengalaman orang lain.
Kita juga bisa belajar dari kegagalan dan kekalahan yang pernah di alami, jadikan itu batu loncatan kita sehingga dari itu lahirlah semangat untuk meraih kesuksesan yaitu pribadi muslim yang inspiratif, bermanfaat tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi bagi orang lain, bagi semesta alam. Ingatlah sobatku, pengetahuan dan pemahaman akan sia-sia jika tidak kita amalkan, tidak ada tindakan atau pun yidak kita praktikkan.
Sahabat ku, telah kita ketahui bahwa ilmu adalah cahaya bagi hati nurani, kehidupan bagi ruh dan bahan bakar bagi tabiat.
Seperti firman Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 11,yang artinya, “Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat”(Q.S. 58:11).
So, apa lagi sobat. Masih kah engkau bermalas-malasan. Masih kah engkau duduk termenung. Majulah untuk mencoba melangkah menjadi orang yang bermanfaat. Carilah ilmu itu dimanapun engkau berada. Karena dari ilmu itu engkau akan bahagia, tentram dan damai.
Semoga kisah nyata saya ini dapat diambil ibrahnya sehingga membuat kita semua semakin semangat dalam beraktivitas. Jazakumullah khoir telah membaca dan memberi komentar disetiap catatan-catatan saya.
Terimakasih juga atas doa para sahabat sehingga saya masih dalam keadaan sehat hingga sampai saat ini. Doa ku selalau ada untukmu sahabat-sahabatku dimanapun berada. Jikalau saya ada salah dalam ucapan maupun kata-kata di tulisan, saya mohon maaf. Tetap semangat dan tersenyum. Allahu Akbar..
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
~Evi A.~
Medan, 29 Mei 2010