Siang itu saya berkemas untuk berangkat ke Lampung. Ada acara training kepemudaan nasional yang harus saya hadiri. Pesertanya, beberapa perwakilan mahasiswa muslim yang tersebar diseantero kampus seluruh Indonesiai. Dari Purwokerto saya sendiri. Agak ragu juga ketika akan berangkat. Waktu itu saya belum pernah sekalipun ke Lampung, transportasi naik apapun saya tak tahu. Hanya berbekal semangat, berangkatlah saya ke sana. Tentunya dengan perasaan was-was.
Alhamdulillah, sesampai di Jakarta, saya berkenalan dengan seorang penumpang bus yang baik. Namanya Pak Sunardi. Beliaulah yang membersamai saya. Dari Jakarta langsung menuju pelabuhan. Sepanjang perjalanan, saya banyak berbincang dengan beliau, soal kuliah dan aktivitas keseharian. Tak lupa, saya juga sempat saling tukar nomor handphone. Sesampai pelabuhan, saya menyeberang menuju Lampung dengan menumpang kapal Fery. Menyenangkan, menyusuri laut dengan iringan lagu-lagu dari Iwan Fals yang dinyanyikan “pengamen profesional” di dalam kapal.
Sesampai didaratan, saya harus menumpang bus lagi. Lega rasanya, akhirnya bisa selamat sampai di Lampung. Waktu itu, Pak Sunardi turun duluan, sebelumnya sempat berpamitan pada saya, dan saya mengucapkan terimakasih ala kadarnya karena telah menemani saya sehingga perjalanan begitu menyenangkan. Sebelum turun, beliau berkata kepada kondektur bus “ Pak titip anak saya ya” begitu katanya sambil menunjuk saya. Bangga benar saya, baru kenalan sudah dianggap anak. Dan, ini adalah pengalaman yang mengesankan. Semoga saat ini Pak Sunardi baik-baik saja dan diberi kelapangan riski oleh Allah SWT.
Rupanya, tanpa beliau saya kelimpungan juga. Buktinya, saya salah turun. Lokasi tujuan sudah lewat. Ya sudah, saya turun saja. Tak ada mobil angkutan. Maklum, saat saya turun, waktu menunjukan pukul sekitar 03. 00 malam. Untungnya, ada tukang ojek yang mendekati saya. Setelah saya katakan lokasinya, dia pun bergegas mengantarkan saya. Tentu dengan kesepakatan sebelumnya dengan membayar ongkos Rp 15. 000.
Sesampai lokasi, saya langsung menuju masjid. Rupanya, peserta training sedang mengerjakan sholat tahajud, saya pun ikut. Setelahnya, saya mencari panitia. Disuruh istirahat dulu. Baru setelah subuh, saya melakukan regristasi sebagai prosedur yang harus dilalui oleh peserta. Pagi itu juga, saya langsung mengikuti serangkaian acara training. Sekitar pukul 07. 00, acara sarapan pagi tiba. Nasi goreng super pedas. Wah, sebenarnya tak kuat saya makan yang pedas-pedas. Tapi, saya coba makan saja karena tak mau merepotkan panitia. Dua hari berlalu, tetap saja. Makanannya pedas-pedas semua. Entah, saya tak tahu, apa mungkin ciri khas makanan Lampung itu memang pedas-pedas.
Di hari ketiga saya tak kuat lagi. Mata berkunang-kunang, hidung meler terus-terusan, perut mual, dan muntah tak tertahankan. Perut saya jadi kosong, habis keluar semua. Mendapati saya dalam kondisi seperti itu, panitia membawa saya ke sebuah rumah sakit. Di sana, saya masih muntah-muntah, walau tak ada sesuatu yang keluar selain air yang terasa pahit sekali di mulut. Dua hari saya dirawat di sana, dan saya tak dikasih tahu sakit apa.
Di sana, saya dirawat oleh seorang perawat berwajah bersih, putih dan berjilbab lebar. “Makan ya, pelan-pelan tak apa-apa asal sering” Begitu kata-kata yang keluar disetiap saya diberikan jatah makan dari rumah sakit. Saya tak mau makan, karena memang tak enak diperut. Tapi, perawat itu selalu “memaksa” saya dengan dibarengi kata-kata itu yang sampai saat ini masih saya ingat.
Beberapa waktu kemudian, setelah saya pulang ke Purwokerto, baru tahu kalau saya kena tifus. Hem… saat ini, saya jadi teringat kepada perawat yang baik hati itu. Entah siapa namamu karena tak sempat saya menanyakan kepadamu waktu itu. Yang bisa saya lakukan sekarang adalah berdoa, semoga engkau baik-baik saja dan Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untukmu. Saya yakin, Allah SWT mendengar doa saya saat ini.
http://penakayu. Blogspot. Com