Life Doesn’t Mean To Be Beautiful All The Time

Saya mengenal seorang ibu yang energik dan selalu ceria. Teringat dahulu, setiap sore, saya melihatnya bermain volley. Atau di tiap minggu pagi, ia selalu ikut senam di kompleks sebelah. Pokoknya, ia terlihat sering beredar untuk kegiatan olahraga, karena hari-hari ia hanya disibukkan mengurus suami dan anak semata wayangnya.

Keadaan berubah, kini tiap hari ia sibuk bekerja sebagai PRT paruh waktu. Istilahnya ia memegang “dua pintu” yang artinya ada 2 rumah yang menjadi tanggungjawabnya untuk diurus. Pagi-pagi ia sibuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Jam 07.00 dia bekerja di rumah yang pertama hingga jam 12.00. Kemudian ia pulang sejenak, dan mulai bekerja di rumah yang kedua pada pukul 14.00 siang hingga menjelang maghrib. Itulah rutinitas hariannya kini. Hal itu ia lakukan karena suaminya sakit, kemudian diberhentikan dari tempatnya bekerja.

Suatu hari, aku yang tidak tahu tentang perubahan nasibnya bertemu;

“Assalamu’alaikum, Mama A, mau kemana?” tanyaku.

“Wa’alaikumsalam Bu, saya mau kerja.” Jawabnya sambil senyum-senyum.

“Kerja dimana?” Tanyaku lagi.

“Di komplek . Sekarang saya kerja Bu. Soalnya suami saya sakit, jadi nggak bisa kerja lagi. Saya deh yang gantiin cari duit.” Jawabnya tetap dengan senyum dan tidak terdengar nada mengeluh.

“Ooo, begitu…” jawabku sambil bingung hendak merespon bagaimana atas berita dari Mama A ini.

“Nasib nggak bisa ditebak Bu, sekarang lagi giliran saya. Roda kehidupan khan muter, nggak bisa kalo pengen seneng terus.” Jawabnya lagi.

Subhanallah. Nasibnya berubah. Tapi ada yang tidak berubah. Ibu ini tetap terlihat bahagia dan ceria. Rasa sadar, bahwa keadaan tersebut adalah “jatahnya”. Rasa sadar, bahwa kebahagiaan dan kesedihan disilihpergantikan, membuatnya tidak berduka cita atas nasibnya. Yaa…Life doesn’t mean to be beautiful all the time. Saya bahagia mendengar jawabannya, dibarengi rasa kagum atas kerelaan ibu tersebut menerima nasibnya.

Berapa banyak dari kita yang dapat menyadari hal tersebut? Umumnya kita tahu bahwa, roda kehidupan berputar, kadang dibawah, kadang diatas. Kadang senang, kadang susah. Kadang diberi kelapangan dan kadang diberi kesempitan. Tapi, jika benar terjadi hal yang buruk, siapkah? Jika benar terjadi hal yang menyedihkan, sanggupkah?

Kita semua, lazimnya menginginkan yang terbaik, terindah, terenak dan segala ter-ter yang lain yang menyenangkan. Dan kitapun berharap hal tersebut berlangsung lama dan kalau bisa seterusnya. Salahkah? Tentu tidak. Namanya harapan, pastilah yang terbaik.

Tapi, tengoklah realitas. Merupakan sunnatullah, bahwa segala sesuatu ada pasangannya dan ada masa berakhirnya kecuali Allah SWT. Pernahkan anda mengenal seseorang yang menyatakan bahwa ia tidak pernah merasa bersedih dan tidak mengenal kesedihan? Atau, pernahkah anda mengenal seseorang yang meyatakan bahwa ia tidak pernah merasa bahagia dan tidak mengenal rasa bahagia? Kalau saya tidak. Karena, walau sedikit, walau sebentar, kita pasti merasakan kebahagiaan ataupun kesedihan.

Saya hanya pernah tahu, seseorang yang menurut pandangan saya enak sekali hidupnya. Sebutlah si D. Kalau mendengar riwayat hidupnya, sepertinya ia senang terus. Dari kecil hingga dewasa, ia tidak pernah hidup kekurangan. Apapun yang menjadi keinginan dan impiannya dapat dicapainya. Masalahpun tidak pernah menghinggapinya. Everything going well with her. Semua teman-teman, pada waktu itu, mau banget jadi si D. Waktu berlalu, satu persatu dari kami menikah, dan menyisakan teman saya si D itu, yang belum juga menikah hingga saat ini. Mungkin, kini, tidak satupun dari kami ingin menjadi dirinya. Sekali lagi, life doesn’t mean to be beautiful all the time.

Inilah kehidupan. Ada senangnya, ada susahnya. Namun, beban hidup akan terasa lebih ringan, jika kita yakin akan ada akhirnya. Sementara kemapanan hendaknya membuat kita jadi lebih waspada, agar tidak kaget bilamana masa-masa sulit menghadang. Berusaha mempersiapkan diri untuk yang terburuk. Membekali diri, menyiapkan mental agar dapat tetap berpikir dan bertindak positif jika masa sulit benar-benar datang.

Karenanya, lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, dan berharap dengan harapan terbaik yang kita inginkan, seraya memohon kepada Sang Penguasa agar memberi kita ketabahan, kesabaran dan jalan keluar termudah dan tercepat atas segala “kesulitan” hidup yang harus kita jalani.

Walahu’alam.

ummuali.wordpress.com