I Have No Complaints with My Life

Jika saya menulis judul seperti di atas, itu bukanlah sebuah kesombongan, justru ungkapan rasa syukur atas segala yang telah Allah karuniakan kepada saya. Juga bukan pernyataan bahwa hidup saya bebas masalah.

Saya menulis artikel ini, karena beberapa minggu lalu, saya sering mendengar ‘keluhan’ kerabat maupun teman-teman tentang kehidupan pribadi mereka.

Ada yang mengeluh telah bekerja bertahun-tahun, tetapi tidak ada peningkatan karier. Ia menyesal tidak melanjutkan kuliah. Ada yang mengeluh kehidupannya garing dan menyesal karena menuruti perintah suaminya untuk berhenti bekerja. Ada yang mengeluh tentang perilaku buruk suaminya, dan menyesali jodohnya. Ada yang mengeluh kehidupan perekonomiannya menurun dan menyesali membiarkan anaknya yang ketiga terlahir. Masya Allah.

Keluhan. Bertapa sering kita mendengar keluhan-keluhan. Dari yang ringan sampai yang berat. Dari yang remeh temeh sampai ke masalah yang kompleks. Mengeluh indentik dengan tidak menerima keadaan. Dengan mengeluh berarti kita ‘protes’ terhadap Sang Pencipta Keadaan yaitu Allah SWT.

Mengeluh tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi memperburuk keadaan. Segala sesuatu telah Allah tetapkan. Jika karier tidak meningkat, sehingga pendapatan juga tidak meningkat. Itu bukan masalah tidak kuliah, tetapi memang rezeki Allah yang mengatur.

Jika suami berperilaku buruk, jangan menyesali jodoh, karena jodoh Allah yang menetapkan, tetapi cari solusi terbaik agar perangai suami berubah dan kitapun dapat lebih sabar dan tabah.

Mengeluh hanya akan meracuni pikiran-pikiran kita dengan hal-hal yang negatif. Jika kita mampu mengubah keadaan yang kita keluhkan, saatnya merubah pola pikir kearah yang positif dan mulai melakukan perbaikan-perbaikan. Lakukan sesuatu yang produktif agar energi kita tidak tersita dengan keluhan-keluhan.

Jika kita tidak mampu mengubah apa yang kita keluhkan, berpikirlah tentang betapa banyaknya nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada kita, kemudian syukurilah hal-hal baik yang kita miliki. Keluhan-keluhan yang menumpuk, pada akhirnya membuat kita menyesali, apa yang seharusnya tidak kita sesali.

Mengeluh kehidupan kita garing dan meyesal mengikuti perintah suami untuk berhenti bekerja, sungguh tidak tepat. Taat kepada suami yang tidak menyalahi perintah Allah, hukumnya wajib setelah taat kepada Allah dan RasulNya, dan insya Allah surga jaminannya.

Kehidupan kita garing? Cari kegiatan positif dan menyenangkan hati kita. Mengeluh karena perekonomian menurun, kemudian menyesal membiarkan anaknya yang ketiga terlahir? Masya Allah.

Setiap anak membawa rezekinya masing-masing. Perekonomian menurun? Memang Allah sedang menguji dengan sempitnya rezeki, jangan sesali anak yang telah kita lahirkan.

Sungguh, kita tidak boleh menyesali apapun jika itu adalah takdir. Betapapun getirnya. Kita hanya boleh menyesali dosa-dosa kita, menyesali kesalahan yang terlajur kita perbuat, menyesali waktu yang telah berlalu tanpa kita isi dengan zikir padaNya, atau menyesali bahwa kita tidak cukup dalam menjalankan ketaatan kepadaNya.

Sedangkan menyesal atas jodoh pilihan Allah, itu tidak boleh. Menyesal atas amanah yang telah Allah karuniakan kepada kita, itu juga tidak boleh. Apapun alasannya. Karena sesungguhnya segala yang telah Allah tetapkan buat kita adalah baik, karena Allah tidak akan memberi kecuali hal-hal yang baik. Walaupun terlihat buruk, walaupun terasa menyakitkan, insya Allah itu baik jika kita dapat melihat hikmah di balik kejadian ataupun peristiwa tersebut.

Bukankah mendekatnya kita kepada Allah asbab ‘musibah’ yang menimpa kita adalah jauh lebih baik, ketimbang kebahagiaan hidup yang melenakan dan menjauhkan kita dari-Nya? Kalau kita memang terpaksa ingin mengeluh, mengeluhlah kepada Allah. Curhatlah kepada-Nya. Karena DIA-lah Pencipta keadaan, dan Hanya Dia yang mampu menyelesaikan segala persoalan.

Menjalani hidup ini, saya merasa beruntung dan bersyukur bahwa Allah banyak memberi lebih dari yang saya harapkan. Terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, bahkan boleh dibilang sedikit kekurangan.

Ibu membantu perekonomian keluarga dengan menerima jahitan. Teringat dahulu, sebelum saya barangkat sekolah, saya menunggu ibu yang pagi-pagi sudah pergi mengantar jahitan. Katanya, kalau tidak dapat ongkos jahitnya, maka saya juga tidak dapat uang jajan.

Atau ketika malam takbiran, ketika teman-teman sebaya sibuk keliling kampung dan bersukaria, saya begadang memasang kancing baju pesanan langganan ibu. Pada saat saya masih SD, saya menghabiskan waktu malam saya mengajar private anak-anak tetangga. Saya jalani hidup saya, dan rasanya saya happy-happy saja.

Masalah silih berganti, perekonomian yang tidak kunjung membaik, sementara ibu memiliki 5 anak, yang kesemuanya memasuki usia sekolah. Belum lagi masalah-masalah lain yang tidak bisa saya sebutkan. Intinya, saya kenal yang namanya kesulitan hidup, saya kenal yang namanya kegetiran.

Alhamdulillah, saya bisa kuliah. Alhamdulillah saya bisa bekerja seusai kuliah. Dan masalah jodoh, sungguh saya tidak memilih kriteria yang macam-macam. Pada waktu itu saya hanya berharap Allah menjodohkan saya dengan seorang laki-laki yang akan mencintai saya karena Allah dan akan saya cintai karena Allah. Seorang laki-laki yang dapat membimbing saya dalam ketaatan kepada-Nya. Seorang laki-laki yang Allah ridhoi sebagai pasangan hidup saya.

Mengenai latar belakangnya, asalnya darimana, lulusan apa atau kerja dimana, tidak menjadi concern saya. Bukan tidak ingin memiliki suami dengan bibit, bebet dan bobot yang baik, hanya saja saya tidak ingin mendikte Allah tentang jodoh saya. Saya pasrahkan kepada Allah, agar memberi saya pendamping hidup yang baik dalam pandangan-Nya. Berharap yang terbaik, dan mempersiapkan diri untuk yang terburuk.

Alhamdulillah, Allah jodohkan saya dengan pendamping hidup yang memberi saya kebahagiaan dan kenyamanan hidup. Seseorang dengan kepribadian dan prinsip-prinsip hidup yang syar’i.

Benang merah dari sekilas kehidupan pribadi saya adalah, belajarlah menerima keadaan, apapun itu, sebagai bagian takdir yang telah Allah tetapkan untuk kita. Berhenti mengeluh.

Karena itu adalah respon negative yang membuat pola pikir dan tindakan kita jadi tidak produktif. Dari pada mengeluh cari jalan keluar. Lakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan, insya Allah, Allah tidak akan pernah mengecewakan hamba-hambaNya yang telah bersungguh-sungguh dalam usahanya.

Kemudian bersabarlah dan pasrahkan hasilnya kepada Allah. Insya Allah, segalanya akan indah pada waktunya. Kita pasti menuai apa yang kita tanam. Jangan banyak mengeluh atau ‘protes’, Insya Allah, Allah akan memberi lebih dari yang kita bayangkan.

Sebagai gambaran, ada dua orang anak yang dicintai dan diperlakukan sama dengan ibunya. Si anak yang satu, protes terus terhadap segala yang diberikan ibunya. Dibelikan baju, mengeluh warnanya tidak sesuai, dibelikan makanan, mengeluh tidak sesuai selera.

Pokoknya ada saja yang dikeluhkan. Sementara, si anak yang kedua, apa saya yang diberikan ibunya, tidak pernah dikeluhkan. Diterima saja dengan rasa terimakasih. Sebagai ibu, tentu ia mencintai kedua anaknya. Tetapi, kepada siapa si ibu lebih simpatik?

Buruknya dari habit mengeluh adalah ia bagaikan virus yang mudah menyebar. Test case, cobalah kita berkumpul-kumpul dengan teman-teman, kemudian kita ungkapan sebuah keluhan tentang suatu hal, kemungkinan besar orang-orang lainpun akan menimpali dengan keluhan.

Misalnya kita mengeluh tentang rusaknya ruas jalan A, sehingga menghambat perjalanan, mereka-mereka yang mengalami hal yang sama kemungkinan besar akan mengeluhkan hal yang sama.

Kita mengeluh tentang perangai buruk suami misalnya, yang lainpun akan menimpali dengan keluhan-keluhan mereka tentang suami-suami mereka. Energi negatif akan mengalirkan hal-hal yang negatif. Karenanya, ciptakan pola pikir positif. Terima keadaan sebagaimana adanya tanpa keluhan.

Jika dapat kita ubah, ubahlah. Jika tidak, terimalah sebagai pernak-pernik kehidupan yang harus kita jalani. Ridholah dengan takdir-Nya. Dan nantikan, sentuhan cinta-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga kita dapat jalani hidup ini dengan seyuman. Insya Allah.

Wallahu’alam.

To my beloved husband, Happy birthday, semoga Allah mengaruniai sisa umur yang penuh berkah. Semoga Allah jadikan kita pasangan hidup yang saling mencintai karenaNya, dan semoga Allah persatukan kita dan anak keturunan kita dalam Jannah-Nya. Aamiiin.

ummuali.wordpress.com