Pada zaman dahulu, perempuan dianggap sebagai makhluk yang tidak berharga, sehingga memiliki anak perempuan layaknya aib. Maka dahulu, banyak anak-anak yang terlahir dengan jenis kelamin perempuan dikubur hidup-hidup. Bayangkan, jika hal tersebut berkelanjutan, mungkin proses generasi akan terputus.
Kemudian Islam datang dengan segala kemuliaannya. Islam menyelamatkan perempuan dari segala bentuk kezhaliman dan penindasan, dan mengangkatnya menuju kemuliaan dan sumber kebaikan. Islam mengembalikan kedudukan perempuan sebagai manusia yang sama dengan kaum laki-laki di hadapan Allah. Sama dalam hal perintah untuk mentaatiNya. Sama dalam hal kewajiban masalah peribadatan, yang membedakan hanya pada adanya sebagian hukum yang dikhususkan bagi mereka sesuai fitrah dan tabiat masing-masing.
Zaman sekarang, memiliki anak perempuan menjadi sebuah keinginan. Apalagi kalau belum punya anak perempuan. Bagi para ibu, memiliki anak perempuan menjadi dambaan, katanya biar ada temen jalan-jalan dan ada temen ngobrol.
Kurang lebih 3 minggu yang lalu, seorang teman melahirkan anaknya yang ketiga. Dan ia mengabarkan berita tersebut lewat sms dengan ucapan Alhamdulillah bahwa anaknya telah lahir dengan selamat. Namun ia menyebut “TAPI laki-laki” ketika memberitahu bahwa anaknya yang baru lahir, jenis kelaminnya laki-laki, kebetulan anaknya yang pertama dan kedua laki-laki. Kenapa harus pakai TAPI?
Zaman sekarang, memiliki anak perempuan kadang menjadi obsesi yang berlebihan. Terlebih bagi yang belum punya anak perempuan. Alkisah, aku memiliki teman. Ia ingin sekali memiliki anak perempuan, karena ia sudah punya dua anak laki-laki. Maka, iapun mengikuti sebuah program untuk dapat melahirkan anak dengan jenis kelamin perempuan. Entah sudah berapa banyak rupiah yang harus dikeluarkannya demi obsesinya itu. Entah sudah berapa banyak tenaga dan waktu yang tersita untuk urusan itu.
Tidak salah memang, namanya juga usaha. Tapi, jika pada akhirnya ia hamil, ia memerlukan persiapan yang lebih dibandingkan wanita-wanita lain yang juga hamil. Persiapan mental untuk dapat menerima lapang dada, apapun hasil akhir dari perjuangannya selama ini. Jikalau yang lahir perempuan, pasti ia bahagia, karena inilah obsesinya. Tapi, jika yang lahir ternyata laki-laki? Inilah yang perlu diantisipasi, jangan sampai si anak merasa menjadi anak yang tidak diinginkan. Karena sebesar apapun usahanya, tidak ada jaminan tentang keberhasilannya.
Ia mengatakan bahwa program yang dijalaninya, memiliki tingkat keberhasilan 90%. Artinya jika ada 10 orang yang turut serta program tersebut, maka 9 orang berhasil dengan keinginan masing-masing dan menyisakan 1 orang yang gagal. Pastikah?
Ilmu tentang genetika dan biologi molekuler yang berkembang pesat dan di dukung dengan teknologi yang canggih, tetap saja tidak dapat menandingi KEKUASAAN Allah. Allahlah Sang Penentu. Maka, sebesar dan setinggi apapun usaha kita, keberhasilannya tetap di tangan Allah.
Aku sendiri, saat ini memiliki 3 anak, yang semuanya laki-laki. Ketika aku hamil anak yang ketiga, banyak yang ‘mendo’akan’ agar seandainya lahir, jenis kelaminnya perempuan. Ternyata, anakku yang ketiga laki-laki lagi. Ada yang berkomentar bahwa aku kurang kuat do’a-nya. Ada yang bilang aku kurang banyak shalat hajatnya. Ada yang bertanya,”Pake minta nggak Um?” (maksudnya memohon kepada Allah anak laki-laki atau perempuan)
Dengan yakin aku menjawab, ”Aku minta, tapi mintanya agar anakku lahir dengan selamat dan dipermudah proses melahirkannya. Aku minta supaya anakku terlahir sehat dan sempurna, tapi nggak minta laki-laki atau perempuan.” Jawabku waktu itu.
“Kenapa nggak? Memang nggak pengen anak perempuan?” tanyanya lagi
Bukannya tidak ingin anak perempuan. Sejak hamil anak yang pertama, kedua dan ketiga, aku memang tidak pernah mengkhususkan “meminta” agar diberi anak dengan jenis kelamin tertentu. Aku serahkan sepenuhnya kepada kehendakNya. Karena aku meyakini, DIAlah yang paling tahu tentang kapasitas diri ini, dibanding diriku sendiri, maka aku tak hendak ikut campur dalam urusanNya dalam menentukan jenis kelamin anak-anakku. Aku diamanahi 3 anak laki-laki (saat ini), mungkin memang itulah yang pas dan sesuai dengan diriku. Wallahu’alam.
Karenanya, apapun jenis kelamin anak-anak kita, sama saja, sama-sama amanah dari Allah. Sama-sama wajib kita didik menjadi anak-anak yang taat kepada Allah. Yang beda hanya cara mendidiknya karena harus disesuaikan dengan fitrah dan tabiat mereka masing-masing. Maka, syukurilah apapun yang Allah berikan kepada kita. Ini akan lebih menentramkan batin. Insya Allah. Tidak salah memang memiliki keinginan. Sah-sah saja memiliki harapan. Asal jangan sampai keinginan dan harapan yang tidak tercapai, mengoyak keimanan kita kepada Allah.
Wallahu’alam.