Kejadian ini sudah berlangsung cukup lama, sekitar 2006. Sore itu saya berada di kantin dekat kantor English First (EF) di Jalan Kayoon, Surabaya. Biasanya, pada hari tertentu tiap sore, tempat tersebut selalu ramai. Penuh dengan anak-anak, remaja, ataupun mahasiswa yang hendak les bahasa Inggris di tempat itu.
Saya sendiri waktu itu sedang menunggu waktu pulang kerja. Setelah pekerjaan rampung, mampir ke kantin tersebut. Kantor saya kala itu memang berdekatan dengan kantor EF.
Nah, dalam salah satu kesempatan, saya sempat ber
bincang dengan seorang laki-laki. Saya menaksir, umurnya sekitar 40 tahunan. Seorang sopir pribadi. Dia mengaku sedang mengantarkan anak majikannya yang keturunan Tionghoa untuk les di EF.
Kami ngobrol sejenak. Dimulai dari topik seputar pekerjaan masing-masing hingga suatu hal yang membuat bapak tadi sangat senang. Ya, dia berbagi kebahagiaan kepada saya.
Dia mengaku menikah muda, ketika masih berusia 23 tahun. Kala itu umurnya tidak terpaut jauh dengan sang istri ketika menikah. Namun, hingga usia pernikahan menapak 11 tahun, pasangan tersebut belum dikaruniai anak.
”Sempat terpikir untuk mengadopsi anak,” ucapnya kepada saya waktu itu. Namun, niat itu urung dilaksanakan tanpa disebutkan alasannya.
Mereka telah berkali-kali menjalani tes kesehatan dan kesuburan. Dan hasilnya dinyatakan baik oleh dokter. Tidak ada yang salah pada pasangan itu. Berbagai usaha untuk bisa memiliki anak tiada putus dilakukan. Bahkan, mereka juga mencoba beberapa terapi.
Namun, usaha tersebut tetap nihil. Sang istri belum kunjung hamil. Bapak itu menambahkan, jika sudah mentok, dirinya dan sang istri bakal mengikuti program bayi tabung. Urung dilakukan karena terbentur biaya. Apalagi, penghasilannya sebagai sopir pribadi tak seberapa. Di sisi lain, sang istri tidak bekerja.
Namun, ada kejadian yang akhirnya mengubah hidup mereka. Pada suatu Ramadan, dia mengikuti tausyiah. Topiknya tentang doa. Disebutkan bahwa Allah SWT itu sangat suka kepada hamba-Nya yang berdoa, memohon, meminta. Dalam Alquran Allah berfirman, ”Mintalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan permohonanmu” (QS Al Mukmin: 60).
Nah, pengalaman itu membuat pria tersebut tersadar bahwa selama ini dirinya merasa belum pernah meminta kepada Allah. ”Ibadah salat saja masih tidak teratur,” akunya. Kadang salat, kadang tidak. Seolah semuanya bergantung mood. Lantas, bagaimana mungkin Allah memperkenankan permintaan kalau hamba-Nya tidak meminta (berdoa)? Demikian pikir laki-laki tersebut.
Mulai saat itu dia mengikuti “terapi” yang belum ia laksanakan sebelumnya. Yakni, berdoa. Di tiap salat wajib lima waktu, ia dan istrinya tak lupa selalu meminta kehadiran sang anak di tengah-tengah mereka. Hal yang sama mereka lakukan pada sepertiga malam terakhir atau salat Tahajud.
Allah Maha Mendengar dan Mahakuasa atas segala sesuatu. Pasca Ramadan, sang istri merasakan ada sesuatu yang berbeda. Badannya kerap pegal-pegal, disertai mual dan pusing. Ia berfirasat hamil. Dan benar! Wanita tersebut hamil. Segera kabar bahagia itu diberitahukan kepada sang suami. Itu terjadi pada tahun ke-12 pernikahan mereka. Setelah 12 tahun menunggu, akhirnya mereka punya anak.
”Pokoknya, saya benar-benar bahagia luar biasa, Mas,” ujar pria tadi menutup perbincangan kami.
Saya kembali ke rumah dengan tertegun. Membawa setangkup hikmah pada hari itu. Dan insya Allah bermanfaat. Betapa janji Allah itu benar dan Dia tak pernah ingkar. Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang memohon kepada-Nya. Hanya saja, tidak banyak di antara hamba-Nya yang melaksanakannya.
Surabaya, 20 Juli 2011
www.samuderaislam.blogspot.com
[email protected]