Bismillahirrahmanirrahim..
Mudah-mudahan tulisan ini akan berguna buat teman-teman yang akan melangsungkan pernikahan, mengadakan perjanjian mitsaqon Gholizho yang suci, menggenapkan Ad-din. Kita senasib lhooo hee. Yuk baca bareng-bareng
For me, today is H-5 to my wed-day. Well, it means nothing without preparation. Setidaknya ada 3 hal yang harus dipersiapan dan terus diperbaharui sebelum dan sesudah pernikahan, kata Murabbiku: Iman, Ilmu, dan Amal.
Saya boleh menambahkan satu poin lagi? Silaturahim. Karena dengan silaturahim kita bisa mendapatkan banyak doa kemudahan dan keberkahan. Toh ukhuwah yang lahir dari silaturahim akan membawa kebaikan untuk kita kan? Asiiiik!
Tapi di tulisan ini, saya akan lebih mengangkat tentang salah satu ilmu atau informasi dasar terkait pernikahan. Dasaaaaaar banget. Bahkan ini bisa menjadi prinsip yang kuat, tekad bersama, visi yang terus dikejar. Apa hayooooo… Heee..
Gak jauh-jauh dari kata-kata yang biasa didoakan teman-teman kepada kita yang mau nikah kok. Yup, betul! Sakinah.. mawaddah.. rohmah.. (dan di akhir bisa ditambah dengan dakwah).
3 kata doang. Simpel. Gampang pula ngucapinnya dalam setiap doa. Menjadi 3 rangkaian kata yang indah dan membahagiakan bagi kita yang di doakan. Tapi apa kita benar-benar sudah memaknai kata-kata ini di dalam hati? Menjadi prinsip, tekad dan visi yang menghujam teguh? Sudah kita
persiapkan untuk menjadi dinding-dinding rumah tangga yang akan kita bina nanti?
Bentar, saya menghelas nafas dulu. Mencoba meresapi kembali makna dari 3 kata itu sebelum saya ejawantahkan ke dalam tulisan (gaya!). Well, tapi kayaknya tulisan dari ASMA NADIA di buku SAKINAH BERSAMAMU bakal lebih mudah diartikan. Jadi saya kopas aja yah heee.. (Udah sok sok menghela napas tetep aja jatohnya kopas! Dasar (mantan) mahasiswa :P ).
Yaaaaah, kecewa deh pembaca hee.. Gak usah mikirin kopas-nya yaaah, yang penting isinya insya Alloh bermanfaat. Kan mau bagi-bagi ilmuuuu *(geles aje kayak bajaj, Ang!)
Tentang “Sakinah”
Ini bukan tentang Ukhti Sakinah yah! (Gak lucu, Ang! Buruan deh jelasin!). Nah, begini nih kata Mba Asma Nadia..
“Alloh berfirman: Litaskuunuu ilaiha, artinya agar kau berteduh walai para suami kepada istrimu. Litaskuunuu berasal dari kata sakana yaskunu (berdiam atau berteduh). Dari kata sakana muncul istilah sakinah yang berarti tenang. Dalam firman yang lain, Alloh SWT. Berkata: “alaa bidzikrillahi tathma’innul quluub, hanya dengan mengingat Alloh hati menjadi tenang (QS. Ar-Ra’d: 28).”
Ya udah begitu deh Sakinah! Kayaknya udah jelas bahwa makna sakinah adalah ketenangan, rasa teduh, nyaman. Ini adalah hal yang diidamkan para suami kepada istrinya kan yah? “Ketika melihatnya menentramkan hati”, kata seorang lelaki saat mengutarakan ciri-ciri istri idamannya.
Terus istri seperti apa yang menjadi idaman? Jawabannya adalah istri yang suka ngegosip, cemburuan tanpa alasan, gak bisa ngurusin rumah, anak ditinggalin, ngomel-ngomel mulu! Itu dia jawabannya!!!
Protes? Gak suka sama jawabannaya? ALHAMDULILLAAAAAH, berarti hati pembaca ‘berontak’ yah saat mendapatkan jawaban yang gak seharusnya? Hee, setidaknya secara gak sadar kita tahu bahwa seorang istri idaman yang bikin tenang jika dipandang SAMA SEKALI BUKAN YANG SEPERTI ITU. BETUL, KAMU WAJIB PROTES. Memang bukan itu jawabannya, saya hanya mengetes kejujurna hati *jiah! Jitakin Anggi!
Hati manusia sebenarnya gak bisa berbohong. Sungguh! Karena hati adalah corong satu-satunya Alloh terhadap kita. Ada bagian kecil dari hati kita yang gak bisa diganggu gugat sama kebohongan. Melihat yang bathil dikit, dia langsung meng-alarm-kan diri. Cuman kadang manusianya yang tuli. Bukan hati yang sudah kotor, tapi kita yang gak jujur pada hati kita sendiri.
Nah, kebahagiaan adalah ketika hati kecil kita merasa tenang. Lalu bagaimana itu tenang? Yah itu, kembali kepada QS. Ar-Ra’d ayat 28. Itu aja! Titik! Ketika kita merasa jauh dari Alloh, maka di situlah hati kita merasa gusar. Jujur aja gak apa-apa kok. Gak usah tengsin. Kan jujur sama diri sendiri, gak pake konferensi pers kok. Iya kan? Bener kan? Dosa itu emang membuat hati menjadi gak tenang. Itu Pasti!
Nah, terkait dengan sakinah dalam rumah tangga, maka rumus untuk mewujudkannya adalah yah itu.. mengingat Alloh. Menjadikan Alloh sebagai darah dalam setiap tubuh rumah tangga. Tanpanya kita akan lemas tak berdaya, pucat pasi, dan lama-lama akan mati. Mengingat Alloh itu banyak.. banyaaaaak!
Rukun Islam itu ibadah-ibadah mengingat Alloh. Sholat terutama dan yang paling utama karena di dalamnya terdapat dzikrullah dan ayat-ayat-Nya (Ingat ibadah yang pertama kali diperhitungkan oleh Alloh itu sholatnya lhoo). Trus apa lagi? Mau yang paling ringan? Senyum! Itu juga ibadah! Tapi senyum yang bagaimana? Tentu saja senyum yang diniatkan untuk beribadah pada Alloh.
Bukan senyum yang sengaja dipasang buat ngedapetin perhatian seseorang yaaah. Lurusin niatnya booo. Sebenarnya apa saja menjadi bernilai ibadah ketika dilakukan dengan niat lurus karena Alloh koook. Insya Alloh mengandung pahala, dan yang namanya pahala pasti membahagiakan hati, sebesar apapun pengorbanan yang sudah dilakukan. Insya Alloh. Seperti cerita putri tercinta Rasulullah, Fatimah, yang sempat mengeluh saat harus menggiling dan menumbuk padi (ampe menangis karena saking beratnya). Tau ceritanya gak? Gak?!
Lalu siapa yang harus berperan dalam menciptakan sakinah dalam rumah tangga? Semua. Termasuk khodimat kalau kita punya. Ya suami, Ya istri, ya anak-anak, ya orang tua, ya mertua. Kata Mba-mba yang sudah berpengalaman bertahun-tahun dalam pernikahan, insya Alloh kebagaiaan dan ketenangan hakiki itu nyata ketika kita melihat suami atau anak-anak kita rajin ibadahnya.
Apalagi kalau dilakukan bersama-sama. Subhanallah… Kalau bisa dikatakan, mungkin sakinah ini menjadi dasar harapan bagi suami-istri dalam menjalankan rumah tangganya yang bahagia yah.. bahagia lahir bathin (mauuuuu). Makanya mungkin karena makna yang begitu mendasar itunya “sakinah” diletakan paling awal daripada dua saudara kembar lainnya: Mawaddah, Rohmah.
Tentang Mawaddah
Lets baca kopas-an dari Mba Asma Nadia di bukunya Sakinah Bersamamu..
“Mawaddah, berarti cinta. Tanpa mawaddah kehidupan keluarga akan terasa hampa dan menjenuhkan. Mawaddah biasanya sangat bersifat pribadi. Ia terlepas dari persoalan fisik. Itulah sebabnya Alloh memberikan penyeimbangnya, yakni Rohmah agar saat cinta mulai kehilangan cahaya, masih ada semangat rahmah yang menjaganya”
Hmm… mungkin maksud mawaddah di sini seperti cinta pada umumnya kali yah. Cinta-cinta yang biasa dijadikan tema paling yahud di dunia persinetronan, dunia permusikan, dunia pergosipan, dunia persilatan (?). Tapi yah itu kan, tiada yang abadi. Kadang cinta yang ada semakin membesar, semakin mantap dan indah.
Namun suatu hari bisa juga menyusut seiring dengan perjalanan waktu. Bisa jadi karena bosan atau apalah saya belum tahu. Tapi memang seperti itu, katanya, dalam sebuah penikahan (“katanya” karena pan aye belum nikah).
Cinta yang sudah ada, harus di jaga, di update, di scan dari virus-virus, di healing, diperbaharui, diinovasikan (caranya selama tetep syar’i), karena kalau kagak ia bisa saja berkurang.
Thats why, kewajiban istri itu bukan hanya melayani suaminya tapi juga menjaga pandangan suaminya (karena dari mata jatuhnya ke hati). Huuuu berat yah? Belum tahu sih karena saya belum nikah (akan! Bismillah,, perlancar ya Rabb #numpangdoa :P).
Yah, kita anggap saja peran ini tantangan. Toh suami juga manusia kan? (lagi-lagi kata mba Asma Nadia hee. Soalnya saya sih berharapnya suami saya nanti sadar diri kalau dia sudah beristri jadi awas aja kalo macam-maca :P). Ya udah segini aja tentang mawaddah, soalnya dia harus dijabarkan bersama dengan rohmah, si penyeimbangnya.
Tentang Rohmah
Di bukunya Mba Asma Nadia, “Rohmah artinya kasih sayang, diambil dari kata rohima yarhamu. Kata rohmah lebih bermakna kesungguhannya untuk berbuat baik, apalagi kepada keluarga.
Kata rohmah lebih mencerminkan sikap saling memahami kekurangan masing-masing lalu berusaha untuk saling melengkapi. Sikap ini menekankan adanya saling tolong menolong dalam bersinergi, sehingga kekurangan berubah menjadi kesempurnaan. Sikap rahmah pun lebih sering berperan ketika semangat cinta mulai menurun.
Nah, itulah mengapa mawaddah dan rohmah bagai romeo dan juliet yang jika keduanya ada, maka romantika rumah tangga menjadi sempurna. Tanpa Juliet, Romeo rela bunuh diri. Tanpa Romeo, Juliet rela pura-pura mati.
Mungkin maksudnya Asma Nadia, jikalaupun mawaddah itu sedang menurun, setidaknya tidak ujug-ujug menjadi cuek pada suami dan anak-anak, sehingga kesempatan cinta kembali bersemi akan selalu ada. Jadi cinta yang dimiliki tidak seenak jidat pindah ke lain hati. Hooo gitu yah.. Hmmm baiklah..
Tentang Dakwah
Simpel! Kalau kata guru ngajiku, pada dakwah inilah letak amal kita setelah menikah. Jadi jangan membayangkan amal itu hanya untuk kita dari dari kita (baca: keluarga), tapi dari dari kita, untuk masyarakat. Kan kita gak ingin masuk ke surga tanpa tetangga.
Nah, itulah mengapa Alloh menyerukan kita untuk berdakwah: menyampaikaan apa-apa yang benar. Misalnya menjadi tauladan keluarga muslim yang baik, atau menjadi ustadz di daerah tempat tinggal kita. Kan biasanya kalau ustadz lebih didengar tuh sama ibu-ibu hee. Yah intinya begitu, setelah kita mendapat kebaikan, maka sebarkan lagi kebaikan itu. Kita dapet pahala juga. Bisa jadi amal jariyah karena bentuknya ilmu.
.“Well,.. sebentar lagi.”
“Bahagia?”
“Of Course!!!”
“Deg-deg-an gak?”
“Iyalah!”
“Kenapa?”
“Karena takut”
“Lho takut apa?”
“Takut tidak mampu menjadi istri dan ibu yang shalehah.”
Ia pun tersenyum sambil memelukku.
Katanya, “husnudzon, Ang. Alloh menurut prasangka hamba-Nya. Ikhtiar dan luruskan niat menikahmu.”
Aku menatapnya dalam. Ah, Terimakasih hati.. Terima kasih ya Rabb..
.Maha Besar Alloh yang menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan.
Maha Besar Alloh yang mempertemukan dan mengaitkan tali suci pada kita dan jodoh kita.
Maha Besar Alloh yang telah menumbuhkan cinta diantara keduanya.
Maha besar Alloh yang telah mengaruniai kasih dan sayang pada hati-hati kita.
Maha besar Alloh yang telah mengkaruniai kita keturunan-keturunan yang sholeh-sholehah.
Maha besar Alloh yang telah menjadikan kita keluarga yang sakinah, mawaddah mawarohmah.. dakwah.
Maha besar Alloh yang selalu ada pada jiwa-jiwa yang terbuka.
Jakarta, 14 Maret 2011, 10:37
Cinta adalah hamdalah, karena tanpanya ia hanya akan menjadi duka (Ang, 2011)
.