Karena sesuatu di suatu hari, dan di suatu hari lagi, hingga aku yang penuh khilaf dan sedikit ilmu ini merasa perlu membagi suatu kisah yang penuh dengan hikmah dan makna.
Semoga menjadi renungan untuk kita semua: ummat yang mencintai Alloh dan Rasulnya, yang senantiasa menjadikan al-qur’an dan sunnah sebagai akhlaknya, yang selalu memimpikan surga sebagai peraduan terakhirnya.
***
Alkisah, Rasulillah pernah didatangi oleh pemuda yang mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam. Tetapi, disela-sela keinginannya itu, sang pemuda meminta izin kepada Rasulullah untuk berzina.
Sampai disini, coba perhatikan sejenak. Rasulullah, seorang utusan Allah, manusia yang PALING MULIA, manusia yang menjadi penyampai kebenaran langsung dari Allah, yang memiliki tanggung jawab atas penyempurnaan akhlak ummatnya, diminta agar memberikan izin atas salah seorang pemuda untuk berzina?
Harusnya, secara manusiawi, fitrahnya, Rasulullah marah karena merasa terhina. Tapi sungguh, demi Allah, Rasullullah tidak marah! Bahkan dengan sangat bijak, Rasul mengajak pemuda tersebut untuk dialog.
Sampai disini, saya jadi berpikir, merenungi bagaimana Rasul- sebagai Rasul yang paling istimewa diantara rasul dan nabi-nabi lain tidak sombong sedikitpun, tidak memperlihatkan ketinggian dirinya atas pemuda tadi, tidak pula merendahkannya, tidak menghinakannya.
Dan yang paling akhir, Rasul (demi Alloh) tidak menutup percakapan dengan pemuda tadi, apalagi ditutup dengan cara yang membuat pemuda tersebut menjadi merasa terhina.
Rasulullah, yang istilahnya paling shalih dan paling berilmu, tidak pernah merendahkan seorang pun -seperti kepada pemuda tadi- walau sudah jelas seseorang itu telah salah. Tentu kita juga ingat kisah tentang Rasul yang bahkan selalu menyuapi seorang pengemis yahudi tua lagi buta yang selalu menghinanya.
Bahkan kelembutan Abu Bakar yang menggantikan tugasnya tersebut -menyuapi-, tetap mampu membuat si pengemis (dalam keadaan buta) sadar, dan kesal sampai bertanya, “kamu siapa? kamu bukan orang yang biasanya?”.
Perhatian bagaimana lemah lembut dan penuh kasih sayangnya Rasul pada ummatnya -walau mereka belum berislam. sulit tersaingi, apalagi tergantikan.
Kembali ke kisah Rasul dan pemuda yang meminta izin untuk berzina tadi, akhirnya terjadilah dialog yang luar biasa, yang menunjukkan kasih sayang rasul, yang menunjukkan kecerdasan Rasulullah dalam mengemas nasehat dan mempengaruhi lawan bicaranya.
“Wahai anak muda, mendekatlah!” ujar Rasulullah. Pemuda itu kemudian mendekat. “Duduklah”, lanjut Rasul.
Kemudian Rasul bertanya pada pemuda tadi, “Sukakah kalau itu terjadi pada ibumu?”. Pemuda tadi menjawab, “tidak, demi Allah!”.
“Demikian pula manusia seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka”, kata Rasul. Lalu beliau bertanya lagi, “sukakah jika itu terjadi pada anak perempuanmu?”. Pemuda itu menjawab seperti jawaban pertama. Demikian pula selanjutnya, beliau bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuan dan bibinya. Jawaban pemuda tadi tetap sama.
Rasulullah kemudian meletakkan tangannya yang mulia pada bahu pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, sucikanlah hati pemuda ini. Ampunkanlah dosanya dan peliharalah ia dari melakukan zina”
Sejak peristiwa itu, tidak ada perbuatan yang paling pemuda itu benci selain zina (HR Ahmad dan Al Baihaqi).
Sungguh luar biasa!
Lihatlah bagaimana beliau tetap menghormati dan menghargai si pemuda, walau permintaannya tidak etis.
Beliau mampu merasakan apa yang ada di dalam hati si pemuda, sehingga tidak terucap kata-kata menyalahkan.
Pesan yang disampaikannya pun begitu mudah dimengerti, jelas dan penuh dengan keterbukaan (tidak menutup dialog sepihak).
Dan terakhir, beliau menjalin komunikasi dalam rangka akhlak yang mulia, rendah hati, lemah lembut, rela memaafkan, mau mendengarkan dan penuh pengendalian diri. Beliau sama sekali tidak langsung menjudge bahwa pemuda tadi salah, bahkan tidak pula beliau memaparkan dalil haramnya zina dan akibar-akibat buruknya. Beliau “cukup” menyentuh hati dan pikiran si pemuda hingga keinginannya berubah 180 derajat.
Lihatlah, bagaimana rasul mencurahkan kasih sayangnya yang luar biasa pada sesama. Ukhuwah yang ditunjukkan lewat kelembutan hatinya, walau pada saudaranya yang jelas keliru, dan yang belum berislam.
Allahumma Shali’ala muhammad, wa’ala ali muhammad
Sampaikan salam cinta jiwa yang paling dalam dariku untuk Rasulullah, Ya Rabb..
***
Bagaimana dengan kita?
Apakah kita pun memperlakukan saudara kita yang salah, keliru, belum paham, tidak tahu, atau khilaf, seperti yang Rasulullah lakukan pada saudara-sardaranya?
Apakah kita senantiasa merendahkan hati saat menyampaikan pada saudara kita yang keliru, walau sebenarnya jelas kita lebih tahu tentang suatu fiqih atau hukum atas suatu perkara?
Apakah kita senantiasa membuka dialog dengan saudara-saudara kita yang sebenarnya memang butuh untuk dinasehati, walau apa yang mereka lakukan (sikap) sangat kita benci?
Apakah kita senantiasa mengeluarkan kata-kata yang tidak merendahkan, walaupun saat itu sebenarnya kita sedang memberikan masukan atau kritikan kebenaran atas kesalahan yang dilakukan saudara kita?
Apakah kita senantiasa senantiasa berempati pada sesama? Dan, apakah kita senantiasa bertekad untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan kita?
Jakarta, 28 Juli 2011
Ya, Insya Allah
Hamba mohon ampun, Rabb.. Jika suatu hari kemarin, hamba pernah ‘mencuri’ kesombongan kedalam diri hanba..
Mudahkan, Rabb, bagiku, suamiku, anak-anakku untuk meneladani Rasulullah
Amiin..
http://keanggian.wordpress.com/