“USA, USA, Japanese, British, Canadian, Canadian…” samar-samar kudengar pengumuman korban bom malam ini di Islamabad. Setelah awal pekan ini 3 ledakan besar mengguncang kota tempatku berkerja, Lahore.
Kejadian-kejadian di atas telah menjadi romantika bagiku sejak 7 bulan terakhir setelah kuputuskan ‘tuk bekerja di Pakistan sebagai Telco expatriate setelah kutolak tawaran yang sama di Saudi Arabia dan Malaysia.
Kejadian kejadian ini membuka memoriku saat kejadian yang sama menimpa negeriku, Indonesia. Saat kulihat bagaimana letihnya para da’i dan para Ustadz, keluar masuk desa-desa, kampung-kampung bahkan ke perkantoran untuk meyakinkan ummat bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.
Hal yang serupa juga kulihat di sini, bagaimana masyarakat begitu yakin bahwa tindakan pengeboman ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Ku akui negeri sangat berbeda dengan tanah air ku dan aku kagum akan hal itu. Bagaimana tidak, di sini kutemukan lingkungan dan masyarakat yang Islami dan berpegang teguh syariat.
Sebagai contoh di Jakarta betapa banyak kendaraan roda dua, tiga dan empat atau lebih yang berhiaskan sticker-sticker yang berisi umpatan dan cacian atau gambar gambar serta kalimat pembangkit birahi. Sedangkan di sini kulihat sebagian besar kendaraan berhiaskan stiker bertuliskan “Masha Allah”.
Contoh lain hampir disemua tempat di Jakarta sulit kutemukan wanita yang terbungkus auratnya….di sini sangat sulit ditemukan wanita yang terbuka auratnya di samping itu tak sedikit kutemui wanita bercadar dan memakai burqha.
Tak bisa dipungkiri banyak pihak yang tak ingin negeri ini tumbuh berkembang menjadi negeri yang besar. Bagaimana mungkin musuh Islam akan berdiam diri melihat negeri Islam yang mampu menciptakan persenjataan modern seperti nuklir dan terus menerus melahirkan ulama ulama besar, teknokrat dan sastrawan kaliber dunia.
Berjuta rasa cemas dan takut kubayangkan apabila penguasa negeri ini mengikuti penguasa negeriku yaitu mengikuti saran-saran negara tiran seperti membentuk pasukan dan detasemen anti teror yang konon menjadi teror bagi bangsaku sendiri.
Tak dapat kubayangkan jika berjuta-juta santri dan ulama yang ikhlas dinegeri ini yang tekun menghapal dan belajar Al-Qur’an akan memenuhi ruang-ruang sempit penjara atas fitnah bernama terorisme seperti yang terjadi terhadap para ulama negeriku.
Kumohon padamu rakyat Indonesia…sampaikan doamu untuk kami di Pakistan…Agar kami selamat dan mampu melewati badai fitnah ini. Di sini masih ada Waqar Al-Hafidz rekan kerjaku, Umeir Team Leaderku yang tak pernah lepas berdzikir, Pak Satpam di tempat tinggalku yang terus bermuroja’ah untuk menjaga hapalan Qur’annya….Sekali lagi kumohon….padamu muslimin Indonesia.
Pri Desta Yudha (Abu Zaki)
Sabtu 15 Maret 2008.
Swedish Villa
Lahore – Pakistan