Sudah berapa banyak mungkin ratusan ribuan, bahkan jutaan hingga milyaran. Kata cinta terlontar dari bibir manusia yang rapuh. Dari mulai presiden hingga pengamen, kaum agamis bahkan atheis pun semua berkata cinta, cinta dan cinta. Akan tetapi tentu berbeda konteks, arti dan makna dari tiap2 person tersebut dalam berbicara mengenai cinta. Seolah-olah dunia ini menjadi bising karena bunyi dari kata cinta tersebut.
Begitu juga demikian halnya dengan banyaknya karya seni yang “mengeksploitasi cinta” sebut saja mulai dari film, lagu, buku, lukisan, cerita rakyat, dan lain-lainya yang memang sudah terlalu banyak untuk dituliskan dalam media yang terbatas ini. Seakan cinta menjadi sebuah tema besar kehidupan (termasuk tema besar status facebook). Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga ini menurut Bang H. Rhoma Irama. Lain lagi dengan Agnes Monica yang bilang bahwa Cinta ini kadang tak ada logika (bingung). Menurut Afghan bahwa Cinta ku bukan cinta biasa (emang beda biasa sama yang gak biasa, apa Ghan?). Bahkan d’Masiv berbicara bahwa Cinta ini membunuhku (luar biasa!!).
Cinta sudah menjadi industri sekarang ini dan tak dapat dipungkiri bahwa cinta menjadi ladang komersil yang sangat menggiurkan bagi para kaum kapitalis. Diciptakanlah momen-momen yang berkenaan dengan cinta, lalu kemudian dibuat produk-produk cinta tentang cinta tersebut. Para kaum kapitalistik melakukan hal ini juga mengatasnamakan “cinta”. Akan tetapi cinta terhadap kepentingan dan uang yang akan mereka raih atas “pengindustrisasian cinta”. Mereka menjual cinta seperti menjual kacang goreng dikegelapan malam ditengah ramainya acara pesta rakyat 17 Agustusan.
Apakah makna cinta itu? Apakah arti cinta menurut anda?. Setiap orang tentu mempunyai definisi dan tafsiran yang berbeda mengenai cinta. Saya jadi teringat sewaktu masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Guru Bahasa Indonesia saya pernah mengatakan bahwa Cinta itu kepanjangan dari Cerita Ini Nanti Takkan Ada. Aneh memang, tapi ada benarnya juga beliau berkata seperti itu. Kenapa?
Konon pada suatu hari sebuah riset dilakukan oleh seorang ilmuwan. Ia meriset mengenai cinta tentang bagaimana perilaku orang yang terkena cinta dan perlakuan orang-orang terhadap cintanya. Kesimpulan dari Ilmuwan tersebut menyebutkan bahwa pada masa pacaran (zaman keemasan orang berbicara cinta) kebanyakan kaum pria yang berbicara dibandingkan kaum perempuan (merayu dll). Lain lagi ketika pada masa pernikahan ketika mempunyai anak satu atau dua. Giliran kaum perempuan yang lebih banyak berbicara ketimbang kaum laki-lakinya (menuntut hak sebagai istri dan anak-anaknya). Pada fase ketiga (fase klimaks) ketika mempunyai anak lebih dari dua dan seterusnya. Maka kaum laki-laki dan kaum perempuan sama-sama saling berbicara sekuat tenaganya dan berusaha untuk saling mengalahkan satu sama lain. Lalu timbul pertanyaan, siapa yang akan mendengarkan?. Yang akan mendengarkan adalah para tetangga dan anak-anaknya. [^_^]
Berbicara cinta saya juga teringat dengan ungkapan salah satu tetangga saya. Beliau bilang bahwa cinta itu seperti (maaf) buang angin. Ketika ingin dikeluarkan malu, akan tetapi kalau tidak dikeluarkan juga dapat menimbulkan penyakit!!. Dari dua contoh yang saya sebutkan, didalam benak saya, entah kenapa mereka bisa berkata seperti itu?. Mungkin karena pengalaman, guyonan belaka, ataukah memang seperti itu perspektif dan persepsi kebanyakan manusia tentang cinta.
Kenapa manusia sering sakit terhadap cinta? Karena ditinjau dari istilahnya saja, seseorang yang merasakan hebatnya, dahsyatnya, indahnya, manisnya cinta dikatakan bahwa ia sedang “jatuh cinta”. Jika seseorang jatuh baik sengaja maupun tidak sengaja. Maka ia akan merasakan sakit, dan itu pasti tidak bisa tidak untuk menghindarkan kata jatuh dengan kata sakit atau kata yang bermakna sama.
Sedangkan alasan yang kedua adalah karena kita picik dalam memandang cinta. Kebanyakan cara pandang dari manusia picik terhadap cinta itu sendiri. Kenapa kita bisa berkata bahwa Romeo itu orang yang ganteng, tampan plus rupawan. Begitu juga dengan Juliet kenapa kita bisa yakin bahwa ia sosok wanita yang cantik, menarik, yang dapat membuat Romeo melirik.
Begitu pula dengan tokoh-tokoh fiktif mengenai kisah romansa cinta lainnya, seperti Fachry, Maria, dan Aisyah di film ayat-ayat cinta. Atau Isabella Swan dan Edward Cullen di dalam cerita Twilight (heran, setan koq bisa-bisanya ganteng ya??). Di kisah-kisah lama pun seperti tak mau ketinggalan seperti Rahma dan Shinta, Sleeping Beauty, Snow Whites dan lain-lain kesemua tokoh-tokoh utamanya (entah kita yang membayangkan atau narasi ceritanya memang berkata seperti itu) pastilah orang-orang yang mempunyai wajah yang rupawan dan cantik nun jelita. Malah orang-orang yang menjadi musuhnya bisa dibilang memiliki wajah yang agak kurang dibanding tokoh-tokoh utama tersebut. Seakan-akan tidak ada cinta untuk orang-orang yang tidak tampan atau cantik (walaupun ada yang bilang bahwa rupawan atau tidaknya itu relative, tapi realisasinya yang jelek itu mutlak hukumnya. Hhehe maaf lho kalau yang ini mah bercanda doang).
Kalaupun ada cerita yang tokoh utamanya tidak rupawan. Itu hanya sekedar untuk awalan saja. Toh akhirnya tokoh-tokoh itu akan menjelma berubah menjadi sosok pangeran yang cakep, putri yang cantik dsb,dsb. Seperti Beauty and the Beast, Princes Frog, atau kalau di Indonesia -nya Lutung Kasarung.
Alasan ketiga menurut saya adalah bahwa manusia sekali lagi picik/parsial/juz’iyah dalam mengartikan cinta. Karenanya manusia sering menyandingkan cinta dengan istilah yang menurut saya, aneh. Cinta pertama salah satu contohya. Kebanyakan ketika seseorang ditanya sejak kapan ia mulai merasakan cinta pertama. Kebanyakan mereka selalu menjawab ketika berumur belasan tahun mungkin sekitar 14-18 tahun. Alangkah malang sekali hidup orang-orang ini. Apakah semenjak umur mereka 0 hari sampai dengan usia tersebut, mereka sama sekali belum pernah merasakan cinta?. Padahal semenjak usia 0 hari mereka itu berada dalam organ manusia didalam perut yang bernama RAHIM (salah satu sifat Allah yang berarti maha penyayang). Apakah benar ia tidak merasakan cinta Tuhannya pada saat itu?. Atau ketika orang tersebut terlahir kedunia, ia pun disambut dengan air mata cinta ibunda dan ayahandanya!!. Sekali lagi, apakah orang itu tidak merasakan cinta kedua orang tuanya ketika peristiwa itu terjadi?.
Cinta monyet. Apakah cinta monyet itu? Manusia berpikir bahwa cinta monyet adalah cinta pada lawan jenis ketika masa kanak-kanak (atau semacamnya –lah). Padahal (lagi-lagi menurut saya) monyet itu adalah binatang (setuju kan)!!. Apakah kita mau menyamakan ketika diri kita kanak-kanak dengan seekor binatang. Cinta binatang justru hanya untuk memuaskan naluri kebinatangannya saja. Jarang saya mendengar bahwa ada pasangan monyet mempunyai komitmen membina sebuah keluarga, punya anak keturunan sampai cucu bahkan cicit dan seterusnya sampai ajal menjemput salah satu dari pasangan monyet tersebut. Pernahkah anda mendengarnya?. Cinta monyet (binatang) ini tak mengenal usia. Mereka-mereka yang terlibat dalam cinta ini, bisa jadi orang yang sudah dewasa dan juga remaja. Banyak juga orang yang menikah secara tak sengaja (by accident) karena cinta monyet (binatang) ini. Cinta monyet sama dengan kumpul kebo kalau menurut saya. Toh mereka itu sama-sama binatang -kan?.
Dan alasan yang keempat adalah manusia sekali lagi picik/parsial/juz’iyah dalam hal mencintai. Manusia makhluk yang tak sempurna akan tetapi juga terlalu menjadi sempurna (berlebihan) untuk mencintai sesuatu yang tidak sempurna. Dalam Al Qur’an Allah telah berfirman yang artinya “Dijadikan indah pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang tertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan dunia, dan di sisi Allah –lah tempat kembali” (QS 3 : 14).
Pandangan manusia menjadi indah ketika melihat hal-hal seperti itu. Dan ini hanya pandangan bahkan terkadang malah hanya menjadi fatamorgana belaka. Salah seorang teman pernah berkata bahwa cinta adalah sebuah penipuan. Karena didalam cinta (masih menurut teman saya) terjadi proses keberpura-puraan untuk menjadi sosok yang terlihat sempurna dihadapan hal-hal yang ia cintai. Manusia menipu dirinya karena cintanya. Padahal Allah –lah tempat kembali. Ini menunjukkan bahwa semua yang sudah disebutkan akan hilang karena ketidak sempurnaannya.
Mencintai hal yang tak sempurna berarti sudah harus siap resiko menerima sakit, kecewa perih, atau kata lain yang bermakna sejenis. Sangat wajar, karena memang apa yang dapat kita harapkan dari hal-hal yang tak sempurna?. Toh semua akan kembali ke Yang Maha Sempurna Allah SWT. Sangatlah aneh jika makhluk yang tak sempurna mengharapkan kesempurnaan dari hal-hal yang sama seperti manusia, yaitu ketidaksempurnaan. Manusia bukan suatu hal yang sempurna, karena secantik-cantiknya atau setampan-tampannya perempuan atau pria. Tetap saja jika ia buang angin (maaf sekali lagi maaf), baunya tetap saja tidak enak!!.
Wa Allahu A’lam Bi Showab