Sore itu, saat saya sedang bercerita dan mengulang-ulang pelajaran yang akan diujiankan oleh si sulung, tiba-tiba si sulung berkata, " Uni pengen jadi bayi lagi, enak disayang-sayang terus." Kebetulan saat mengulang-ulang pelajaran itu saya sambil menggedong dan memeluk si bungsu.
Bahasan pelajaran saat itu adalah Pendidikan Kewarganegaraan dengan materi Hak dan Kewajiban Anak. Sepertinya semua orang tua pasti sudah mengetahui secara teori, tapi untuk praktek kadang suka terabaikan. Di sana dibahas tentang hak anak untuk mendapat makanan yang bergizi, memperoleh pakaian yang layak, perlindungan dan kasih sayang, dan anak anak berkewajiban membantu orang tua, berterima kasih, mendengarkan nasihat, mendoakan orang tua, melaksanakan perintah dan lain-lainya.
Saya jadi terkenang dengan beberapa kejadian yang sempat mengelitik hati. Saya sempat menyaksikan adik kakak berkelahi hanya karena rebutan makanan kecil, sebetulnya hal ini adalah hal yang biasa, tapi yang tidak biasa adalah setiap kali ada acara yang mengundang seluruh keluarga, adik kakak itu selalu berebutan makanan kecil.
Kejadian ini sering kali berulang, ternyata anak-anak tersebut jarang sekali dibelikan makanan kecil. Dan sempat tercetus dari perkataan ibunya, kalau makanan kecil tersebut memang jarang dibelikan, sepertinya makanan tersebut bagaikan barang mewah. Subhanallah, tanpa rasa sungkan ibu tersebut menyatakan seperti itu, padahal banyak teman-teman keluarga tersebut yang mengetahui kalau mereka bukan tidak bisa membelinya karena tidak punya uang. Sama sekali tidak, bahkan uang mereka banyak sekali hanya untuk membelikan makanan kecil. Untuk mereka menabung itu lebih utama ketimbang harus membelikan anak mereka makanan kecil.
Lain waktu ada kejadian lain lagi, ada orang tua tanpa merasa sungkan meminta ke sana -ke mari baju anak, sebenarnya hal semacam itu wajar saja kalau memang keluarga tersebut tidak mampu, tapi masya Allah, keluarga tersebut rezeki yang telah Allah limpahkan lebih dari pada cukup, hanya karena ingin memenuhi target menabung, mereka rela melakukan hal demikian.Dan yang lebih mengherankan mereka tidak merasa malu jika permintaan mereka ditolak. Kadang merasa miris melihat anak-anaknya memakai baju yang suka kedodoran karena kebesaran atau pun yang sudah kekecilan, tapi mereka tidak menghiraukan itu.
Kalau kita telusuri betapa Islam sangat memuliakan orang yang yang memberi ketimbang yang meminta.Seperti beberapa hadits berikut:
Sahl bin Hanzhaliyah Radhiallahu’anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
“Barangsiapa meminta-minta sedang ia dalam keadaan berkecukupan, sungguh orang itu telah memperbanyak (untuk dirinya) bara api jahannam” mereka bertanya, “apakah (batasan) cukup sehingga (seseorang) tidak boleh meminta-minta?” Beliau Shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “yaitu sebatas (cukup untuk) makan pada siang dan malam hari” (HR Abu Dawud:2/281, shahihul Jami’: 6280)
Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam:
Barangsiapa meminta-minta sedang ia dalam kecukupan, maka pada hari kiamat ia akan datang dengan wajah penuh bekas cakaran dan garukan” [HR Ahmad 1/388, Shahihul Jami’ 6255]
Rasululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri. Oleh karena itu, siapa mau silakan menetapkan luka itu pada mukanya, dan siapa mau silakan meninggalkan, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain.” (HR Abu Daud dan Nasai)
Akan tetapi, meski demikian, Rasululloh SAW juga menyarankan untuk bekerja daripada mengemis, karena BEKERJA ITU LEBIH BAIK DARIPADA MENGEMIS. Dasarnya adalah hadits berikut, “Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak.” (Mutafaq’alaih)
Yang kadang menggelitik dihati adalah saat yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan anjuran Rasulullah saw itu adalah mereka yang berwawasan Islam yang luas, bisa jadi mereka sering dijadikan rujukan dan seharusnya menjadi contoh dan diterapkan dalam tingkah laku keseharian, bukan hanya sebatas ucapan semata.
Pemenuhi hak anak dan keluarga dalam hal sandang, pangan dan papan adalah suatu kewajiban. Belum lagi ketika anak menginginkan rekreasi, tapi tidak dapat dipenuhi hanya karena ingin memenuhi ambisi menabung. Harapan dan keinginan anak yang tak terpenuhi akan diingat selalu oleh mereka, tak heran saat keinginan yang tak terpenuhi ini akan memunculkan anak-anak yang klepto.
Begitu pun kenangan indah, harapan-harapan dan keinginan anak yang wajar dan terpenuhi, akan membekas dan menorehkan kenangan indah.Padahal membahagiakan anak dan keluarga untuk hal-hal yang bersifat primer maupun sekunder iitu merupakan suatu sedekah.
Rasulullah SAW, bersabda:
“Tidak ada mata pencaharian yang lebih baik daripada yang diperoleh dengan tangannnya sendiri, sehingga apa saja yang digunakan untuk dirinya sendiri, untuk anaknya dan untuk pelayannya, baginya merupakan sedekah..” (HR.Ibnu Majah dari Miqdam bin Ma’dikariba)
“Sungguh lebih baik bagi seseorang membawa seikat kayu bakar dipunggungnya (lalu menjualnya) daripada meminta-minta kepada orang lain yang mungkin akan memberinya atau menolaknya.” (HR.Malik, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai)
Astagfirullah Aladzim, semoga keluarga kami terhindar dari kejadian dan peristiwa seperti itu. Semoga kejadian-kejadian itu bisa menjadikan keluarga kami lebih baik lagi ke depannya.