Sang istri pun memperjelas mengenai amalan-amalan yang telah dilakukan oleh suaminya semasa hidup. Amalan tersebut yakni:
- Suamiku memiliki kebiasaan membeli botol-botol minuman khamar, lalu dibawanya pulang dan kemudian ia pecahkan dan membuangnya barang haram tersebut di selokan tanpa meminum maupun mencicipinya sedikitpun.
- Suamiku pergi ke rumah perempuan “nakal” seraya meminta untuk tidak membukakan pintu bagi umat Nabi Muhammad Saw karena dosa pezina termasuk dosa besar. Dan membayarkan kompensasi seharga laki-laki hidung belang.
Setelah mendengar cerita dari istri yang shalihah, Murad ar-Rabi yang berdiri terisak-isak berderai air mata seraya berkata, “Demi Allah, saya adalah sultan di negeri ini. Dan besuk akan saya perintahkan para ulama di negeri ini untuk menshalatkan suamimu itu.”
Subhanallah, kisah Murad ar-Rabi yang menggugah, memberikan tauladan hasanah.
Hendaknya seorang muslim tidak liar dalam mempersangkakan orang lain di luar kita. Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung.
Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik.
”Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari dan Muslim).
Karena prasangka baik terdapat hikmah yang menarik. Berbaik sangka mendekatkan kita pada yang Maha Esa. Sebaliknya, berprasangka buruk membuat kita terpuruk. Berburuk sangka menyebabkan setan berkuasa di hati kita.
Wallahu A’lam.