Ih Geli!

Mungkin kita sering mendengar, atau paling tidak pernah mendengar kalimat semacam ini, “Pah, jangan lupa jemput mamah jam dua yah, mamah tunggu di rumah.” Atau mungkin seperti ini, “Bun, bunda lagi ngapain, ditelpon dari tadi kok nggak diangkat? Ayah kangen.”

Aih, gemes deh kalau dengar kalimat manja seperti itu. Eits, tunggu dulu. Kalau yang menggunakan pasang kata yang saya sebutkan tadi adalah pasangan yang sudah halal itu sah-sah saja, untuk menunjukkan romantisme mereka. Tapi jika yang menggunakannya adalah dua sejoli yang sedang dimabuk asmara? Norak kali ya!

Banyak sekali pasang kata yang sering digunakan untuk menunjukkan romansa yang sedang meraja. Papah dan mamah, ayah dan bunda, pipi dan mimi, dan masih banyak lagi yang lain yang senada dengan pasang kata tadi. Yang membuat saya heran, mereka seolah tidak merasa malu mengucapkannya

Setiap kali buka Facebook, pasti ada saja yang update status seperti itu. Di radio, setiap kali sang deejay membacakan SMS-SMS dari pendengar setianya. Bahkan di dalam angkutan umum sekalipun, kalimat seperti itu masih bisa saya dengar. Naudzubillah… sampai geli saya dibuatnya.

Ckckck! Rasa-rasanya saya ingin tertawa mendengarnya. Saya yakin, andapun pasti geli mendengarnya. Bayangkan saja, mereka itu umumnya masih anak sekolahan. Huft! Banyak-banyak istighfar saja teman :)

Sempat terlintas dipikiran saya untuk mencari tahu darimana mereka mendapatkan pasang kata itu untuk menyapa orang yang dianggap sebagai kekasihnya. Siapa sih yang jadi “Trendsetter”-nya? Adakah mereka mengutip dari sinetron-sinetron di televisi? Boleh jadi, toh setiap hari acara yang disuguhkan di televisi memang seperti itu-itu saja, minim edukasi. Cerita-cerita yang di hadirkanpun melulu tentang cinta.

Bahkan cerita yang covernya tentang seorang bocah lima tahunanpun, tidak pernah murni bercerita tentang seorang bocah dengan kekanak-kanakannya. Selalu saja diselipkan romansa remaja di dalamnya.

Alasannya simpel, agar penonton tidak jenuh dengan cerita yang ada. Alhasil, penonton yang didominasi oleh bocah-bocah itu mau tidak mau harus melihat hal yang tidak sepantasnya mereka lihat, tidak sesuai dengan kondisi umur mereka yang masih sangat rentan.

Karena dengan rasa penasaran mereka yang relative besar, rasa keingintahuan yang menggebu, mereka dengan mudah bisa meniru hal-hal yang tidak sepantasnya mereka lakukan sebagai seorang bocah.

Dasar! Si Produser dan antek-anteknya hanya mengejar ratingnya saja, tapi tanpa diimbangi dengan nilai-nilai edukasi yang bisa diambil darinya. Susah sekali mendapatkan acara-acara yang bermutu. Kita harus menunggu setahun sekali jika ingin mendapatkan acara-acara yang Islami. Menunggu datangnya bulan Ramadhan.

Dan lagi, zaman sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi lagu untuk anak-anak, di televisi dan di radiopun rasanya sudah tidak ada lagi acara yang khusus menyajikan lagu anak-anak. Melulu lagu-lagu orang dewasa yang bercerita tentang cinta, menggelikan sekali. Anak-anak kecilpun dengan mudahnya menghafal lirik lagu-lagu itu.

Ngerinya, orang tua mereka seolah asyik-asyik saja jika anaknya lebih mengenal grup-grup band terkenal ketimbang nama-nama Nabi. Fine-fine saja jika anaknya lebih tahu dan lebih hafal lirik lagu ketimbang mengajarkan anaknya untuk mengeja ayat-ayat Allah.

Saya sempat terkejut saat keponakan saya yang masih kelas dua SD sudah mengenal Lady Gaga. Bahkan dia bisa mendeskripsikan bagaimana gaya sang Lady saat dia bernyanyi, bagaimana bentuk rambutnya, warna cat rambutnya, pakaiannya, bahkan warna kulit tubuhnya.

Saya sendiri tidak tahu dari mana bocah itu bisa mengenal sosok Lady Gaga, sampai sedetail itu pula. Belum lagi saat dia berkata AJB (Anti Justin Bieber). Dan yang terakhir saya dengar dari bocah itu adalah ANTIS (Anti Smashblast), padahal saya sendiri sebelumnya tidak tahu maksud dari kata ANTIS. Sangat mengejutkan bagi saya.

Ckckck, semoga Allah SWT melindungi bocah-bocah itu dari efek buruk acara yang ada.

Kembali lagi ke atas, ke sapaan mesra yang remaja-remaja gunakan untuk menyapa kekasihnya. Sebenarnya saya masih bingung, kenapa mereka dengan kepercayadiriannya menggunakan kata-kata seperti itu? Malu nggak sih di dengar orang lain? Atau mungkin ini sudah menjadi hal yang wajar bagi dunianya mereka? Aih, sepertinya semuanya sudah menjadi wajar. Sampai-sampai saya sendiri bingung, mana yang tidak wajar jika kesemuanya dianggap wajar.

Nah, kalau saya mendengar seorang suami memanggil istrinya dengan kata mama, ummi, bunda atau ibu. Baru saya tidak bingung, karena ini memang benar wajar. Meskipun sejauh yang saya tahu dari seorang ustadz, ada baiknya diantara suami dan isteri tidak saling memanggil dengan panggilan mama atau papa, atau kata yang senada dengan pasang kata tadi.

Namun dengan panggilan yang lebih tepat yang tidak bisa ditafsirkan menjadi makna yang lainnya. Sebab pangilan seperti itu hanya dikenal pada komunitas tertentu saja, belum tentu pada komunitas lain panggilan seperti itu bisa dipahami dengan mudah.

Dalam banyak riwayat juga telah disebutkan, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memanggil istrinya dengan panggilan mama, ibu, atau kata semacam itu lainnya. Tapi, Rasulullah SAW memanggil isterinya, Aisyah r.a. dengan panggilan yang sangat khas, yaitu “Humaira”, sebuah sebutan sayang yang mengandung makna mesra. Sehingga tidak terjadi salah kaprah dan salah tafsir dari orang lain.

Dalam konteks ini, bisa dilihat kewajaran yang hakiki, seorang suami memang harus menyanjung isterinya dengan sapaan mesra yang akan menggetarkan hati isterinya. Karena itu juga sebagai wujud rasa sayangnya kepada sang isteri. Sehingga dengan begitu akan menambah kadar cinta seorang isteri kepada suaminya.

Bukan bermaksud untuk mencemooh mereka-mereka yang terlanjur masuk dalam kewajaran yang tidak wajar, menurut saya.

Tidak bisakah kita mengambil sesuatu yang makna dan manfaatnya bisa kita dapatkan dengan benar. Rasanya kita tidaklah perlu mengikuti kelatahan yang wajar dari mereka-mereka.

Semoga Allah SWT melindungi kita dari kekafiran dunia. Dan semoga kita bisa menjaga lisan kita dari kalimat-kalimat yang lebih merujuk kepada kekafiran, dari kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Wallahu a’lam bishshawab.