Pada harian Republika edisi jumat 6 Juni 2008 saya baca sebuah tulisan yang cukup menarik dan memberikan banyak pelajaran. Tulisan tersebut berjudul Fikih Demonstrasi yang ditulis oleh Nur Faizin Muhith seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dan calon mufti di Darul Ifta’ Mesir. Tulisan ini menarik untuk dicermati di tengah maraknya demonstrasi-demonstrasi yang berujung dengan kerusuhan dan bentrokan yang cenderung mengakibatkan kerugian bagi semua pihak.
Tulisan tersebut mengupas persoalan demonstrasi mulai dari secara bahasa dan bagaimana Islam membahas masalah ini. Nur Faizin Muhith menuliskan bahwa menurut KBBI 1997 demonstrasi adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara massal, baik protes itu ditujukan kepada seseorang maupun kelompok atau pemerintahan. Sementara Ensiklopedi Britanic online memberikan definisi demonstrasi dengan a public display of group feelings toward a person or cause (tahun 2008).
Menurutnya, di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia, demonstrasi seakan menjadi sebuah cara bagi orang lemah yang terbungkam untuk menyuarakan inspirasi kepada pihak yang kuat. Secara khusus di Indonesia semenjak demo akbar yang digelar mahasiswa menurunkan Presiden Soeharto pada 1998 lalu, demonstrasi selalu menjadi kejadian yang menghiasi berita-berita harian masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut Nur Faizin Muhith menjelaskan kata demonstrasi dalam bahasa arab diterjemahkan dengan muzhaharat (demonstrasi) dan juga masirah (long- march). Dua kata yang hampir mirip tetapi dalam pandangan Islam memiliki muatan hukum yang tidak sama. Jika yang pertama sering mendekati pada hukum haram (hurmah), yang kedua seakan sangat jelas dibolehkan (ibahah). Keduanya dibedakan dari tindakan-tindakan para demonstran ketika menyampaikan suara dan juga bentuk tuntutan atau protes itu sendiri.
Jika kembali pada Alquran, dua kata tersebut dalam arti sebagaimana definisinya tidak dapat ditemukan juga dalam definisi yang lain. Begitu juga di dalam hadis-hadis Rasulullah SAW. Ini menunjukkan bahwa demonstrasi adalah sebuah fenomena baru yang muncul dikarenakan kebebasan berpendapat yang sering terbungkam, tidak terdengar, atau mungkin sengaja tidak didengarkan.
Dalam sejarah Rasulullah SAW dan kepimimpinannya selama Makkah dan Madinah, kita belum pernah membaca kejadian demonstrasi yang menuntut Rasulullah atas hak atau kebijakannya karena beliau memang seorang Rasul dan pemimpin yang telinganya sepenuhnya diberikan untuk mendengarkan umatnya yang terpimpin.
Ada beberapa kejadian yang dilakukan oleh Rasulullah beserta para sahabatnya yang mirip dengan demonstrasi. Kejadian-kejadian itu antara lain pertama tatkala umat Islam di Makkah sedang berkumpul di rumah Al-Arqam, Umar bin Khaththab datang untuk menyatakan keIslamannya. Kemudian Umar bertanya, "Bukankah kita berada di atas kebenaran ya Rasulullah? Lalu kenapa dakwah masih secara sembunyi-sembunyi?"
Saat itulah semua sahabat berkumpul dan membentuk dua barisan, satu dipimpin Umar dan satu lagi dipimpin Hamzah bin Abdul Muththalib. Mereka kemudian berjalan rapi menuju Kabah di Masjidil Haram dan orang-oang kafir Quraisy menyaksikannya. (Imam As-Suyuthi: kitab Tarikh Al-Khulafa halaman:114).
Kejadian ini dalam bentuk terminologi di atas adalah masirah atau long-march yang jelas diperbolehkan. Atau bahkan dianjurkan jika dalam kondisi tertekan sementara kita dalam posisi lemah seperti kondisi umat Islam saat pertama kali dakwah di Makkah yang ditekan oleh kaum kafir Quraisy di Makkah.
Kedua, ketika turun perintah dari Allah SWT kepada Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan (QS Asy-Syuara:214) beliau kemudian memanggil seluruh kerabatnya dan kabilah-kabilah di Makkah untukberkumpul di bukit Shafa. Setelah berkumpul, beliau kemudian berorasi tentang agama yang dibawanya secara argumentatif dan logis. (kitab Tafsir Ibn Katsir, vol:3, halaman:350)
Meskipun ini dilakukan Rasulullah sendiri, tetapi orasi tentang Islam dan dakwahnya dengan mengumpulkan penduduk Makkah ketika itu mirip demonstrasi yang terjadi sekarang. Yang jelas Rasulullah ingin menyuarakan suara Allah yang selama ini ditekan dan disembunyikan.
Ketiga, pada waktuumrah qadha tahun 7H, Rasulullah datang bersama sahabat Muhajirin dan Anshar ke Makkah untuk melakukan umrah yang sempat dilarang kafir Makkah di tahun sebelumnya. Dalam umrah ini, Rasulullah memerintahkan kepada umat Islam agar terlihat gagah dan kuat untuk menepis anggapan kafir Makkah bahwa umat Islam di Madinah menjadi lemah karena penyakitan. (kitab Uyun Al-Atsar, vol:2, halaman:185).
Dalam kejadian-kejadian di atas, Nur Faizin Muhith menyatakan bahwa sama sekali tidak pernah dijumpai perbuatan pengrusakan atau perbuatan-perbuatan anarkis yang sudah layaknya sering dilakukan oleh para demonstran saat ini. Lebih-lebih ketika keinginannya tidak dapat dipenuhi atau aspirasinya tidak disetujui.
Menurut Nur Faizin Muhith, ada beberapa kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan dalam demonstrasi, antara lain pertama mendahului suara Tuhan. Artinya, demo dilakukan untuk menentang suara yang sudah jelas-jelas menjadi perintah Tuhan di muka bumi. Dalam hal inilah Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jangalah kamu mendahului (suara) Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Hujarat:1).
Menyuarakan protes menentang perintah Allah dan Rasul-Nya adalah mendahului suara-Nya yang dilarang dalam ayat tersebut. Kedua, overacting dalam berorasi mengungkapkan protes sehingga terkesan berlebih-lebihan. Di dalam Alquran Allah telah mengingatkan agar tidak terlalu mengeraskan suaranya berlebih-lebihan. Firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengeraskan suaramu melebihi suara Nabi. (QS Al-Hujarat:2) berlebihan pada umumnya memang dilarang dalam Islam.
Ketiga, provokasi yang hanya bertujuan meluapkan emosi tanpa dibarengi dengan saran untuk selalu tertib dan bergerak sesuai kesepakatan. Provokasi seperti itulah yang disebut sebagai hasutan. Seharusnya provokasi dibarengi dengan penekanan kesabaran pada sisi para demonstran sehingga demonstrasi bisa hidup dan berjalan dengan aman.
Keempat, demonstrasi yang merugikan baik terhadap pihak yang bersangkutan yang didemo maupun yang tidak bersangkutan. Larangan ini ditegaskan Allah dalam berbagai ayat Alquran di antaranya firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai (membenci) orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash:77).
Kelima, melakukan penyiksaan diri sendiri, seperti mogok makan sehingga beberapa dari mereka harus dilarikan ke rumah sakit. Penyiksaan terhadap diri sendiri dilarang dalam Islam, apalagi jika sampai membahayakan nyawa. Allah menegaskan:Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan. (QS Al-Baqarah:195).
Penjelasan Nur Faizin Muhith mengenai etika berdemonstrasi kiranya bisa memberikan gembaran bagaimana seharusnya penyampaian aspirasi dilakukan. Demonstrasi yang disertai tindakan anarkis akan lebih memberikan madharat daripada manfaatnya. Di satu sisi pihak yang menjadi objek demonstrasi haruslah lebih peka dan menyediakan telinganya lebar-lebar untuk dapat mendengarkan apa yang mejadi aspirasi para demonstran seperti yang dilakukan oleh Rasulullah pemimpin yang telinganya sepenuhnya diberikan untuk mendengarkan umatnya yang terpimpin.
Wallahu’alam.
www.galih0302.multiply.com