Dari Brebes ke Peru: Cerita Bawang Merah

Dari Brebes ke Peru: Cerita Bawang Merah

Seringkali kita mendengar kalimat bahwa Allah SWT tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia dan bahwa Allah SWT menciptakan sesuatu dengan ukuran yang paling sempurna. Kali ini pembuktian kalimat tersebut dapat kita renungi dari ciptaanNya yang bernama “bawang merah”.

Di suatu pagi, sambil menunggu kuah soto yang sedang dimasak, aku dan Ibu Dedeh bercakap-cakap tentang bawang merah di Peru. Ibu Dedeh rupanya dulu adalah seorang pengusaha bawang merah goreng sukses di Jakarta. Lewat usahanya yang sempat berjaya di kala tidak banyak pesaing, Ibu Dedeh berhasil memperkerjakan sejumlah karyawan dan menyambung hidup dengan menjadi supplier bawang merah goreng untuk rumah makan di Jakarta.

Lewat penuturan Ibu Dedeh tentang bawang merah goreng, terungkaplah hikmah kenapa hanya di Indonesia saja, bawang merah goreng bisa menjadi sumber rizki, sementara di negara berbeda seperti Peru, bawang merah goreng tidak bernilai ekonomis.

Berbeda dengan di Indonesia, bawang merah di Peru lebih besar, sebesar bawang bombay, lembaran bawangnya lebih tebal lebih berair. Karakteristik bawang merah itu tentunya agak menyusahkan orang Indonesia di negeri Machu Picchu yang berkeinginan untuk membuat bawang merah goreng karena harus bekerja ekstra untuk mengiris bawang merah tipis-tipis dan menggorengnya sehingga menjadi renyah. Menggorengnya pun ada seni tersendiri. Jika tidak tahu triknya, bawang merah goreng yang dihasilkan bisa saja menjadi basah dan tidak garing.

Lewat penuturan Ibu Dedeh pula terungkap pula bahwa bawang merah Brebes (salah satu kabupaten di Jawa Tengah) adalah bawang merah yang paling cocok untuk dijadikan bawang goreng merah karena menghasilkan bawang merah goreng yang renyah dan lebih harum.

Konon, menurut para petani bawang Brebes, hembusan “angin kumbang” yang datang dari Gunung Kumbang menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas bawang merah Brebes. Katanya, angin kumbang menjadikan bawang merah Brebes beraroma harum khas yang tidak dimiliki bawang merah lain. Karena kelebihan bawang merah Brebes mungil itu, nama bawang merah Brebes tidak hanya terkenal se-antero Jawa Tengah tetapi sudah me-nasional.

Popularitas bawang merah Brebes menjadi jalan rizki bagi para petani. Kurun waktu antara tahun 1991-2001, merupakan masa keemasan petani bawang merah Brebes yang ditandai dengan banyaknya petani yang naik haji karena hasil penjualan bawang merah atau menurut istilah budayawan Brebes, Atmo Tan Sidik, “haji bawang”.

Lain di Indonesia, lain pula di Peru. Kota Arequipa yang merupakan kota terbesar kedua di Peru bisa dikatakan sebagai dengan “Brebes” Peru. Kota ini merupakan salah satu kota penghasil bawang merah terbesar di Peru. Bawang merah yang dihasilkan besar-besar dan mayoritas hasil panen bawang merah dari kota ini diekspor ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat. Data menyebutkan bahwa Peru merupakan negara pemasok bawang merah terbesar ketiga di Amerika Serikat. Hasil ekspor bawang merah Peru memang cukup fantastis, tidak kurang dari 16 juta dollar dihasilkan dari ekspor bawang merah pada tahun 2010.

Dengan melihat jenis bawang merah yang ada di Indonesia, aku berpikir memang ada alasannya kenapa mayoritas bawang merah (cebolla roja dibaca ceboya roha) di Peru diciptakan dengan ukuran jumbo Di sini, makanan khas Peru kaya akan irisan bawang memanjang. Dengan kata lain, bawang merah di sini merupakan pelengkap utama atau daya tarik makanan khas Peru.

Contohnya saja di makanan lomo saltado, makanan khas Peru yang dari tampilannya mirip tong seng daging. Tampilan khas lomo saltado adalah campuran irisan daging sapi memanjang, dicampur dengan gorengan kentang yang juga memanjang, berkuah kecap sillao dan tentunya tidak lupa pelengkap utama, irisan bawang merah jumbo khas Peru yang juga memanjang.

Atau ambil contoh lain, cebiche, makanan kebanggaan Peru. Potongan ikan mentah yang dimatangkan dengan air jeruk nipis tidak akan disebut cebiche jika tidak dicampur dengan potongan bawang merah “yang lagi-lagi memanjang”, namun diiris tipis.

Aku iseng membayangkan kalau saja misalnya bawang merah Brebes yang tumbuh di Peru, maka lomo saltado dan ceviche tidak akan disajikan seperti sekarang. Potongan daging sapi di lomo saltado dan kentang gorengnya walhasil akan menjadi lebih kecil demikian juga dengan potongan ikan mentah di ceviche karena harus menandingi irisan bawang merah Brebes yang walaupun dipotong memanjang, tetap saja akan terlihat mungil.

Jadi, sudahlah tepat jika bawang merah mungil dari Brebes tumbuh di Indonesia dan tidak dibudidayakan di Peru. Di Indonesia, bawang merah mungil itu menjadi jalan rizki Ibu Dedeh dan “Ibu Dedeh” lainnya untuk mengembangkan usaha bawang merah goreng. Bawang merah Brebes juga menjadi jalan rizki yang menghantarkan sejumlah para petani untuk berhaji.

Dan sudahlah tepat pula, bawang merah di Peru diciptakan dengan ukuran jumbo untuk melengkapi kekhasan makanan Peru, yang tanpa irisan bawang memanjang akan hilang kekhasannya. Ukuran jumbo itu pula yang membuat bawang merah mereka layak ekspor ke Amerika Serikat sehingga mencukupi kebutuhan warga Paman Sam akan bawang merah.

Memang, penciptaan bawang merah tidaklah sia-sia. Dari Brebes ke Peru, merahnya bawang membawa berkah.

” Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main (sia-sia). .” (QS Ad Dukhaan [44] : 38).

ikayuniar.blogspot.com