Cintaku padamu ya Rasulullah

Rasanya tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak marah jika orang yang dicintainya dihina atau diolok-olok oleh orang lain. Bahkan kalau mampu, ia akan membalas.

Jadi, saya pikir benar juga reaksi umat Islam di seluruh dunia dalam kasus karikatur yang diakui oleh pembuat dan penerbitnya sebagai sosok Nabi Muhammad saw. Betapa tidak, beliau adalah sosok yang (wajib) diagungkan dan dicintai lebih dari makhluk-Nya yang lain oleh setiap diri yang mengaku muslim. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ”Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidaklah beriman, hingga kalian mencintai aku lebih dari orang tua dan anak kalian” (HR Imam Bukhari). Sahabat Umar ra juga pernah ditanya oleh Rasulullah saw: "Apakah kamu cinta kepada Rasulullah wahai Umar?" Beliau menjawab: "Betul wahai Rasulullah saw, tapi tidak melebihi kecintaan saya kepada diri saya sendiri." Rasulullah berkata: "Tidak, wahai Umar. Kalau kamu cinta kepada Rasulullah, kecintaan itu harus melebihi dari kecintaan kamu kepada diri kamu sendiri." Sejenak Umar diam, lalu berkata: "Saya mencintai engkau wahai Rasulullah lebih dari kecintaan saya pada diri saya sendiri." Rasulullah kemudian berkata: "Itulah makna kecintaan kepada Rasulullah wahai Umar" (Hadits).

Jangankan umat muslim, salah seorang profesor yang saya kenal sebagai non-muslim di Jerman ini sempat berkomentar sambil geleng-geleng kepala yang memperlihatkan rasa gusarnya: “Das ist wirklich eine schwere Beleidigung” (Itu benar-benar suatu penghinaan yang berat).

Minggu lalu saya mengikuti sebuah forum diskusi Islam. Ternyata, rasa kesal dan marah kepada orang yang menghina Rasulullah saw itu merupakan manifestasi adab (kewajiban) seorang muslim untuk membenci dan memusuhi orang yang beliau benci. Sebaliknya, kita juga wajib mencintai sesuatu atau orang yang beliau cintai, misalnya para sahabat beliau.

***

Kita perlu mengenal lebih jauh adab (kewajiban) apa saja bagi seorang muslim sebagai wujud rasa cinta yang mendalam kepada beliau. Mengapa? Supaya kita termasuk golongan yang benar-benar mengikuti beliau. Beliau bersabda “Kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan, kaum Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, sedangkan umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya, “Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah?” Beliau berkata “Yaitu yang berada di atas sebagaimana yang aku dan sahabatku lalui hari ini.” (HR Imam Bukhari, Imam Muslim).

Cinta pada Rasulullah juga berarti menjadikan beliau panutan atau idola. Sejarah menunjukkan, ada tiga golongan manusia yang umumnya dijadikan panutan atau idola yaitu para raja/pemimpin atau tokoh masyarakat atau tokoh populer, lalu para filsuf atau pemikir, serta para nabi dan rasul. Di antara ketiganya, para nabi as. khususnya Nabi Muhammad saw jelas jauh lebih layak untuk dijadikan suri teladan (uswatun hasanah). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS. Al-Ahzab 21).

***

Namun menokohkan beliau bukan sekedar mengidolakan dan memajang kaligrafi namanya pada dinding rumah, tapi juga mencontoh, mengikuti jejak, dan meniru langkahnya, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Jika beliau mengucapkan basmallah sebelum berbuat sesuatu dan hamdallah setelah selesai mengerjakannya, maka kita ikuti langkahnya. Jika beliau menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, maka kita tiru jejaknya. Bahkan lebih dari itu, sunnah atau ajarannya kita hidupkan, syariat atau perintahnya kita syiarkan, dakwah atau seruannya kita teruskan, dan wasiat atau pesannya kita laksanakan. Tidaklah terhitung wasiat beliau, di antaranya menyantuni anak yatim, memberi makan orang miskin, mengkonsumsi makanan yang halaalan thoyyiban (bukan sekedar bergizi, tapi bahan dan cara memperolehnya juga halal).

Kita wajib mengimani apa-apa yang beliau kabarkan, baik tentang agama, urusan dunia, maupun perkara ghaib di dunia dan di akhirat. Misalnya, kita wajib percaya dan taat bahwa beliau telah menjalankan Isra’ dan Mi’raj dan membawa perintah shalat fardlu lima waktu. Kita juga percaya dan taat bahwa beliau pernah bercakap-cakap dengan bangsa jin. Beliau memerintahkan agar manusia tidak tersesat hingga minta bantuan jin karena termasuk perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Bahkan, kita juga wajib percaya dan taat bahwa Al-Qur’an itu bukan hasil karangan beliau tapi wahyu dari Allah SWT baik secara langsung dan melalui malaikat Jibril.

Maukah Anda turut didoakan oleh malaikat? Maka muliakan dan agungkan nama beliau dengan mengucapkan shalawat (doa agar kesejahteraan dilimpahkan pada beliau) dan salam (doa agar beliau terhindar dari bahaya dan fitnah). Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku, maka malaikat juga mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak” (HR Imam Ibnu Majah dan Imam Thabrani). Oleh sebab itu, setiap doa akan lebih mungkin dikabulkan jika sebelumnya didahului membaca hamdallah (pujian untuk Allah SWT), serta shalawat dan salam kepada Rasulullah saw. Gelar Shalallaahu ‘alaihi wasallam di samping sebagai shalawat dan salam, juga untuk membedakan panggilan beliau dengan orang lain, sebagaimana firman-Nya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)” (QS. An Nuur: 63)

***

Salah seorang peserta diskusi mengajukan pertanyaan kritis. Dia telah mendengar hadits berikut: Abdullah bin Abbas berkata ada seorang lelaki buta yang istrinya selalu mencela dan menjelek-jelekkan Rasulullah saw. Lelaki itu berusaha memperingatkan dan melarang istrinya agar tidak melakukan hal itu. Namun, ia tetap melakukannya. Pada suatu malam, istrinya kembali mencela dan menjelek-jelekkan Rasulullah saw. (Karena tidak tahan) lelaki itu mengambil kapak dan menghunjamkannya ke perut istrinya hingga mati. (Mendengar itu) Rasulullah saw bersabda: “Saksikanlah bahwa darah (perempuan itu) halal” (HR Imam Abu Dawud dan an-Nasa’i). Peserta diskusi itu bertanya, mengapa hadits itu kontradiksi dengan perintahnya agar berlaku lemah lembut, bersabar dan berlapang dada jika kita disakiti atau dizalimi oleh orang lain?

Dengan bijak, pak ustadz menjawab bahwa hadits itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. At Taubah 61, “Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih”. Di satu sisi, tindakan lelaki buta dalam hadits itu adalah wujud kecintaannya pada Rasulullah yang melebihi cinta pada istrinya. Ia telah bersabar dan memberi peringatan berkali-kali sebelum akhirnya membunuh istrinya. Ini sama dengan polisi yang telah menembakkan pistol ke udara dan ke arah kaki penjahat yang berusaha melarikan diri sebelum akhirnya menembak tubuhnya jika ia bersikeras untuk lari. Lagipula lelaki buta itu hanya membunuh istrinya. Ibaratnya, jika hanya satu yang bersalah, janganlah yang serumah bersamanya dibom.

Namun demikian sanksi hukuman mati ini tidak bisa diterapkan di negara yang tidak berdasarkan hukum Islam. Dalam kasus pemuatan karikatur tersebut, apa yang bisa dilaksanakan oleh negara-negara Islam adalah menyampaikan nota protes keras, memutuskan hubungan diplomatik, dan boikot produk dagang. Menurut kabar, boikot ini menimbulkan kerugian perdagangan yang sangat besar sebab dilakukan oleh negara-negara Islam di Timur Tengah yang kaya.

***

Para peserta pengajian puas karena telah mendapat pencerahan alias ilmu. Memang benar sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang menapak jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya karena ridha terhadap mereka yang menuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimintakan ampun oleh makhluk Allah yang ada di langit dan yang ada di bumi, sampai ikan-ikan di dalam lautan juga memintakan ampunan buat mereka. Keutamaan orang yang berilmu dengan orang yang ahli ibadah adalah seumpama bulan pada saat purnama dibandingkan dengan bintang-bintang. Dan orang yang berilmu merupakan pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham kepada mereka, namun mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang besar.” (HR Imam Abu Daud).

Namun jangan salah arti. Ini bukan ilmu sembarang ilmu, tetapi ilmu yang dapat menambah iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Ilmu yang akan membuat kita bahagia di dunia dan di akhirat. Tidak lain tidak bukan yaitu ilmu agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.

Allahumma sholli wa sallim ‘alaa sayyidina Muhammad… Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai orang yang mencintai, sekaligus dicintai oleh Rasulullah saw dan mengumpulkan kita kelak bersamanya, bukan bersama 72 golongan lain dari umat Islam yang tersesat itu. Amin.

Wallahu a`lam bishshowab.

Frankfurt am Main, 1 Maret 2006
vitasarasi at yahoo dot com