Aku hanya menggigit bibir menyaksikan pemandangan di depanku. Seorang wanita muda, berpenampilan rapi dan sangat bersih bersama seorang bayi di gendongannya. Kalau tidak memperhatikan bola matanya yang nanar, tentulah orang tidak tahu kondisi dia yang sesungguhnya. Sama sekali tidak terlihat bahwa ia adalah seorang penderita sakit jiwa.
"Dia itu kenapa sich kak, kok bisa begitu?". Pertanyaan menyerbu seorang teman yang berdiri di sampingku.
"Dulunya dia itu sebenarnya gak separah itu, ya mungkin sekedar stress ringan, lalu ada seorang laki-laki yang memperkosanya."
"Ya Allah,,,,,,,, Astagrfirullahal`azhiim" Aku meringis.
"Kok bisa sich ada orang setega itu.
Lalu dimana orang yang memperkosa itu sekarang, apa tidak ada sedikitpun rasa iba dihatinya menyaksikan kondisi wanita bersama bayi yang menderita ini????? Atau dia memang tidak pernah sekalipun menyaksikan, atau bahkan tidak pernah tahu akibat dari perbuatan kejinya itu. Bagaimana mungkin wanita malang itu bisa merawat bayinya dalam keadaan seperti itu.
Ya Allah,,, seperti apa nasib bayi yang baru berusia 2.5 bulan itu. Seperih apa siangnya yang harus berpanas bersama matahari, tidak ada rumah tempat untuk berteduh. Malam-malam yang bergelut dengan angin. Tidak terhitung mungkin sudah berapa kali tubuh yang masih merah itu harus membiru karena menggigil menahankan dinginnya malam. Berpindah dari satu teras ke teras lain setiap harinya, sekedar mencari tempat untuk merebahkan badan. Sama sekali bukan untuk merehatkan badan dengan tenang. Lalu bagaimana ketika hujan turun Ya Allah……. Seperti apakah ibu dan bayi yang tidak berdosa itu harus bergulat dengan kedinginan yang menghadang. Mampukah mereka melewati hari-hari pahit yang tidak tahu pasti kapan akan berakhirnya.
Aku kembali memperhatikan sosok wanita dan bayi yang aku tidak tahu nama mereka itu. Kali ini ia kembali lewat di kawasan tempatku bekerja. Tapi tidak seperti biasanya, bayi yang ada dalam gendongganya tidak dipakaikan baju. Temanku yang waktu itu sudah menikah dan sedang memeiliki seorang bayi langsung berlari ke rumahnya mengambilkan baju anaknya untuk dipakaikan kepada bayi dari wanita tersebut. Tapi Ya Allah, lagi-lagi aku hanya mengurut dada, dia menolak untuk dipakaikan baju tersebut. Malah dia tidak berkenan untuk didekati, dan tidak menggubris sama sekali temanku yang menyodorkan baju tersebut. Apakah dia memang tidak tahu bahwa putra kesayanganya sangat membutuhkan baju tersebut. Atau mungkinkah dia takut dengan orang-orang disekelilingnya yang berusaha untuk mencuri bayinya seperti hari-hari sebelumnya. Dari cerita yang kudengar, memang sering orang-orang berusaha untuk mencuri bayi tersebut. Karena tidak tega melihat keadaanya yang setiap hari harus mengikuti arus kehidupan ibunya.
Dia tentulah wanita hebat. Dalam keadaan seperti ini saja, ia tetap terlihat begitu telaten merawat dan membesarkan anaknya sebaik mungkin. Memandikan, mencuci dan mengganti pakaiannya. Tidak pernah aku melihatnya dengan penampilan yang tidak terurus. Meski tidak untuk hari ini. Ya, mungkin saja semua baju bayinya masih dalam keadaan basah, belum kering. Dan pemandangan yang sama memang tidak pernah lagi kulihat dihari-hari berikutnya. Dia bisa membuktikan bahwa dia bisa tampil rapi dan bersih seperti layaknya orang yang sehat. Ya Allah, aku benar-benar merasa kecil dihadapan dua orang hamba-Mu ini. Dalam keadaan tersulit sekalipun, ia masih mampu bertahan memelihara amanah yang Engkau titipkan.
Subhanallah, inikah salah satu pelajaran yang Engkau beri kepada hamba Ya Allah. Seorang yang jiwanya sakit sekalipun, tapi masih bisa manghadiahkan cinta dan kasih sayang kepada anaknya. Lalu bagaimana mungkin orang yang sehat bisa menganiaya, meninggalkan atau bahkan tega membuang darah dagingnya begitu saja.