Hari Raya Idul Fitri, atau lazim orang Indonesia menyebutnya dengan lebaran, layaknya panggung catwalk tempat para model memamerkan desain terbaru dari para perancang ternama. Dan catwalk lebaran, adalah panggung terbesar di dunia yang tidak ada bandingannya. Tak hanya panggung terbesar, perancangnya yang berpartisipasi pun terbanyak, pakaian yang ditampilkan terbanyak ragamnya, dan para modelnya pun tak terhingga.
Dimulai sejak sekitar pukul 06.00, saat takbir berkumandang membelah fajar memanggil orang-orang untuk datang ke lapangan untuk sholat Id. Nyaris semua yang datang mengenakan pakaian baru, setidaknya yang terbaik yang mereka miliki. Sebagian besar jamaah laki-laki tak berbeda, semua terlihat sama dengan pakaian gamis, kain sarung, kopiah dan berselendang sajadah. Sebagian kecilnya, tetap berupaya menampilkan pakaian barunya, mungkin karena ia tak membeli gamis untuk sholat Id. Sementara yang wanita, ini yang sangat menarik perhatian. Sebagian wanita cukup sederhana dengan mengenakan mukena, namun sebagian lainnya terlihat melipat dan menjinjing mukenanya. Mungkin ia tak ingin baju barunya tertutupi oleh mukena. Ada juga yang sudah memakai mukena saat menuju masjid atau lapangan, tetapi tetap menyibakkan sebagian mukenanya agar baju barunya tetap terlihat.
Yang menarik, ketika seorang gadis berlenggak menuju lapangan dengan pakaian ketat melekat di tubuhnya. Karuan saja ia menjadi pusat perhatian sejenak para jamaah yang sudah hadir lebih dulu. Saltum –salah kostum-? Bisa jadi. Padahal yang dituju adalah masjid atau lapangan tempat sholat Id, tapi pakaiannya lebih pantas dipakai ke tempat hiburan. Padahal lengannya anggun menjinjing tas mukena, yang itu bisa dipakai untuk menutupi tubuhnya.
Sholat Id pun usai. Wajah-wajah ceria bercahaya terlihat dari semua jamaah. Saling berpelukan dan memohon maaf satu sama lain. Kembali ke rumah, seolah sedang memasuki ruang ganti panggung catwalk. Sebab, sejurus kemudian, seperti mendapat aba-aba, serempak para model berganti kostum. Jika saat sholat tadi mereka berpakaian religius, kini giliran pakaian lainnya yang dikenakan. Bak pentas peragaan busana pada umumnya yang kerap berganti-ganti pakaian, tidak sedikit dari orang-orang berlebaran memiliki sejumlah pakaian baru. Satu untuk sholat Id, satu lagi untuk hari pertama, satu lagi untuk hari kedua. Atau pertimbangannya begini, satu untuk di rumah saat menerima tamu dan keluarga yang datang, satu stel untuk bertandang ke rumah-rumah keluarga, satu lagi disiapkan untuk ke rumah mertua atau calon mertua, dan seterusnya.
Beragam jenis pakaian yang ditampilkan para model lebaran ini, dari yang sederhana seperti baju gamis hingga yang mirip artis idola dan model sungguhan. Bahkan, saking ingin menyerupai sang idola, penampilan mereka lebih mirip disebut supermodel. Ya, di hari raya mereka tampil spesial layaknya seorang mega bintang, lebih ngartis dari artis sebenarnya.
Jikalah lebaran merupakan panggung catwalk, lalu siapa penontonnya? Jelas, yang menonton adalah mereka yang hanya menangis di hari raya tanpa baju baru. Mereka adalah fakir miskin dan anak-anak yatim, yang sesungguhnya sudah sangat bersyukur masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalani Ramadhan sebulan penuh dan mencicipi kebahagiaan hari raya. Namun, polah tingkah kita yang bak supermodel dengan pameran beragam baju baru telah secara nyata melukai kebahagiaan mereka. Membuat mereka menitikkan air mata lantaran tak sanggup membeli baju baru.
Di sudut sebuah rumah yatim, seorang anak berusia enam tahun menatap sedih orang-orang yang berlalu lalang di depan rumahnya. “Saya rindu Ayah,” terbayang di wajahnya kenangan tahun lalu ketika Ayahnya masih membelikannya baju baru.
Bayu Gawtama