Dulu saya memiliki teman yang suka sekali bercanda dan usil kepada teman-teman sekantor. Seringkali dia menelepon seorang teman dengan merubah suara sedemikian rupa sehingga suaranya tidak dikenal oleh lawan bicaranya. Dengan suara yang meyakinkan dia menyamar menjadi petugas asuransi yang menawarkan produk, atau dari kantor kepolisian, dari petugas bank, pura-pura menjadi atasan, dan lain-lain.
Tak jarang lawan bicaranya percaya saja, dan melayani pembicaraan hingga cukup panjang dan serius. Baru biasanya setelah puas, kawan saya itu mengaku siapa dia sebenarnya dan tertawa sampai keluar air mata. Kejadian seperti itu memang menghibur di sela kejenuhan kerja. Bahkan akhirnya kebiasaan ini menular ke teman-teman yang lain termasuk saya.
Saya jadi ikutan iseng. Bila menelepon kawan lama menyamar menjadi petugas yang menawarkan kartu kredit, asuransi, bahkan kalau lagi niat, pakai bahasa Inggris pula. Padahal sudah jelas logatnya bukan logat bule masih ada juga yang percaya.
Suatu hari ketika sedang santai di rumah, saya menerima telepon dari seseorang yang menawarkan pekerjaan MLM suatu produk. Saya yang sering bercanda lewat telepon ini dengan pedenya menebak aah…ini pasti A ya, atau B ya. Tapi herannya setelah berkali-kali saya suruh mengaku, dia tetap keukeuh bukan orang yang saya sebut namanya. Ternyata orang tadi memang betul-betul bukan teman yang saya kenal dan memang serius menawarkan kerja paruh waktuMLM itu. Saya pun jadi merasa kena batunya dan menahan rasa malu karena ke sok akraban ini.
***
Rasanya banyak contoh gurauan lain yang secara sadar maupun tidak telah kita lakukan dalam pergaulan sehari-hari. Saya pun tidak menyadari bahwa gurauan semacam ini termasuk dalam bagian berdusta. Selama ini saya anggap hal ini wajar saja sebagai bumbu pergaulan. Kini barulah saya menyadari akan kekeliruan saya selama ini.
Tidak diperkenankan seseorang itu bergurau yang dalam berguraunya itu untuk ditertawakan orang lain dengan menjadikan kedustaan sebagai wasilah. Rasulullah telah mengingatkan hal ini kepada kita seperti dalam hadits riwayat Tarmizi berikut,
“Celakalah orang yang beromong suatu omongan supaya ditertawakan orang lain, kemudian dia berdusta. Celakalah dia! Celakalah dia!”
Sebenarnya bercanda itu boleh-boleh saja karena Rasulullah pun pernah melakukannya. Yaitu ketika ada seorang nenek yang menangis karena Rasulullah bersabda bahwa tidak ada nenek-nenek yang masuk surga. Nenek itu baru tersenyum tatkala Rasulullah SAW menjelaskan bahwa semua yang masuk surga akan menjadi muda usia. Tentu yang dikhawatirkan adalah dusta yang semula hanya untuk bercanda akhirnya menjadi suatu kebiasaan buruk dan menjadi dusta yang lebih besar. Naudzubillah.
***
Mudah-mudahan di Bulan Ramadhan ini kita bisa mengoreksi diri untuk segala perilaku yang telah kita perbuat. Lahir menjadi pribadi yang lebih mencintai dan mengimani Allah SWT dan Rasul-Nyaketika Bulan Ramadhan beranjak meninggalkan kita. Amien ya Rabbal ‘Alamin.
Jeddah, Ramadhan 1429H