Kulitnya hitam legam. Namun di balik kulitnya yang hitam legam itu, terpancar sebuah cahaya dari kebersihan jiwa. Itulah kesan saya terhadap Fais, saudara muslim yang Allah pertemukan dengan saya di kota Banda Aceh.
Di kota Banda Aceh ini memang bisa dijumpai aneka ragam jenis perwujudan manusia. Ada yang berhidung mancung laksana orang Turki, ada yang bermata biru atau berambut blonde (pirang) mirip orang portugis, ada yang berkulit putih bersih layaknya seorang bintang film, ada yang mirip suku India atau Pakistan, ada yang berambut ikal, ada pula yang berkulit hitam legam, dan lain-lain. Beragamnya perwujudan orang Aceh yang saya jumpai, memunculkan sebuah hikmah bahwa boleh jadi pada masa silam, Aceh adalah masyarakat terbuka dan membuka diri untuk menjalin komunikasi dagang atau politik dengan negara lain.
Fais, bagi saya memiliki keistimewaan tersendiri. Bukan karena kulitnya yang hitam legam, melainkan apa yang bisa tersingkap di balik kehitamannya itu. Sebagai pegawai hononer sekretaris desa, penghasilannya tentulah teramat kecil. Namun demikian, tiada pernah terucap dari bibirnya keluh kesah akan kesulitan ekonomi. Bahkan tidak jarang, ia selalu mempelopori upaya-upaya dalam rangka membantu sahabat yang ditimpa kemalangan.
Kegembiraannya adalah berada di masjid. Selain setiap hari berkantor di kelurahan, ia merupakan salah seorang petugas penata-laksana sholat berjamaah di masjid Teuku Umar, kelurahan Setui. Menyiapkan prosesi sholat berjamaah adalah satu satu tugas yang sering dilakukannya, baik berupa menyiapkan peralatan sound system, ber-adzan, ber-iqomah, merapikan karpet masjid, bahkan tidak jarang ia memimpin sholat berjamaah manakala imam yang seharusnya bertugas ternyata berhalangan hadir.
Satu hal yang berkesan di hati saya adalah ia sangat perhatian dalam menjaga sholat fardhu berjamaah di masjid pada waktunya, terutama sholat subuh berjamaah. Perhatiannya dalam masalah sholat subuh jamaah ini tampak jelas dari tema-tema pembicaraannya yang banyak berkisar pada masalah kelemahan umat yang bisa dilihat dari sedikitnya yang sadar dan tergerak menunaikan sholat berjamaah, khususnya sholat subuh.
Dalam suatu tausiah yang pernah disampaikannya, ia menandaskan bahwa barang siapa yang sholat subuh (berjamaah), maka ia berada dalam lindungan Allah (HR Muslim). Di tengah kehidupan yang penuh dengan ujian dan fitnah ini, semua orang pasti memiliki hajat atas perlindungan Allah kepada mereka. Perlindungan Allah adalah sesuatu yang mutlak diperlukan oleh seorang mukmin untuk mengokohkan pijakan dan langkahnya dalam menjalani aktivitas keseharian. Tanpa perlindungan dari-Nya, sulitlah dibayangkan bagaimana kehidupan seorang mukmin ke depan. Ia pasti menjadi lemah dan terseok-seok. Dalam kondisi seperti ini, alih-alih mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Allah, seseorang yang tidak memiliki pijakan kokoh dalam kehidupannya, akan mudah sekali terjerumus pada kehidupan menyengsarakannya, baik di dunia ini maupun untuk kehidupannya kelak di akhirat.
Sebuah hadits juga menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “beritakan kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan ke masjid di waktu gelap (di pagi hari), dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (HR Ibnu Majah). Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah kegelapan yang diringi dengan cahaya. Kegelapan diwaktu subuh, diiringi dengan cahaya sempurna di hari kiamat.
Kita bisa membayangkan, manakala di tengah malam gelap gulita terjadi listrik padam, dan kita tidak memiliki sumber cahaya sedikitpun, maka kegelapan itu pasti menjadikan kita merasa gundah, merasa tidak aman, dan merasa sesak. Andai ada seberkas cahaya (meski sedikit), maka cahaya yang sedikit itu pastilah amat sangat berarti bagi kita. Seberkas cahaya itulah yang akan menuntun kita dalam menapaki kegelapan. Nah, dalam hadits di atas, Allah berjanji akan memberikan cahaya yang sempurna bagi yang rajin menembus kegelapan untuk menunaikan subuh berjamaah di masjid. Ya, sempurna, bukan hanya seberkas. Subhanallah.
Pemahaman Fais yang mendalam akan rahasia sholat berjamaah khususnya sholat Subuh, menjadikannya tanpa segan menasehati sahabatnya yang lalai dari mengerjakan hal ini.
Ia pernah bercerita, bahwa ia suka berkeliling ke masjid-masjid (di luar masjidnya) untuk menunaikan sholat subuh. Dengan kegiatan kelilingnya itu, seolah ia hendak mengetahui tingkat partisipasi umat dalam menegakkan sholat subuh berjamaah di berbagai penjuru kota Banda Aceh. Ia merasa kecewa dan prihatin, karena setelah ia berkeliling ke berbagai penjuru masjid itu, ia mengetahui bahwa tingkat partisipasi umat dalam menghidupkan sholat subuh berjamaah masih teramat rendah.
Seringkali, jika ia mengetahui bahwa sahabat muslim yang tinggal di dekat masjid itu tidak nampak di masjid, ia akan menanyakannya pada kesempatan bertemu dengannya. Bukan bermaksud ria, tetapi sekedar untuk mengingatkan.
Sebagai misal, ia sering bertanya kepada sahabat yang tidak kelihatan hadir di masjid terdekatnya, dengan pertanyaan,
“Antum, semalam ada acara keluar? Kok saya tidak melihat antum di masjid?”
Kontan saja, bagi sahabat yang memang tidak ada acara keluar tetapi ia tidak nampak di masjid, ia merasa malu mendapat pertanyaan seperti itu. Bagi Fais, mengingatkan sahabat untuk disiplin menghidupkan sholat subuh berjamaah adalah kewajiban. Dan ia merasa tidak peduli apakah sahabatnya itu menjadi tersinggung atau tidak. Baginya tersingung dalam masalah ini adalah hal yang sangat tidak relevan.
Persahabatan dengan Fais, mengingatkan saya akan sahabat Rasulullah Saw bernama Bilal bin Rabah. Keimanan yang menghujam di dalam jiwa menghantarkannya pada kemuliaan di sisi Allah dan Rasul-Nya, padahal sebelumnya ia adalah seorang budak yang hina. Di balik wajah dan kulit hitamnya —yang boleh jadi banyak orang tidak menyukainya—terpancar sifat-sifat mulia buah dari keimanannya yang mendalam. Fais, sedikit banyak, memiliki kemiripan dengan profil Bilal Sang muadzin Rasulullah Saw itu. Badannya hitam legam, namun hatinya terang benderang. Dan salah satu yang menjadikannya demikian adalah kecintaan, ketaatan, dan keistiqomahan dalam menegakkan sholat Subuh berjamaah di masjid.
Kita boleh jadi tidak memiliki kulit hitam itu, tetapi boleh jadi justru jiwa kitalah yang masih menampilkan warna hitam karena banyaknya dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan. Bekaca pada sahabat Rasulullah Bilal bin Rabah dan juga sahabat saya bernama Fais itu, hendaknya kita mengejar hal-hal yang membawa kita kepada cahaya dan kemuliaan. Salah satunya adalah dengan beristiqomah menunaikan sholat subuh berjamaah.
Semoga kita diringankan langkah dalam menempuh jalan kebaikan. Dan semoga Allah memberikan cahaya benderang dalam kehidupan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Amin.
Waallahua’alam bishshawaab
([email protected])