Raut wajah itu berseri-seri, memancarkan kepuasan yang luar biasa. Betapa tidak. Ia baru saja menambah saldo deposit akhiratnya. ketika seorang ibu dan anaknya yang nampak masih sangat lugu dan lucu menaiki bus tujuan pasar Minggu. tapi, sang anak terus saja merengek, entah kenapa? mungkin rasa kantukmenyerangnya. atau merasa lelah menunggu bus di halte. Memang segalanya terasa lelah di tengah kebisingan kendaraan yang memekakkan pendengaran.Dipadu polusi udara panas, pekat kehitaman menyesakkan pernapasan. Apapun penyebabnya, masalah ini harus diatasi.
"Bu, duduk di sini aja," saya menawarkan kursiku. kebetulan kursi di sampingku masih kosong. cukuplah untuk mereka berdua. Kasihan, jika sang Ibu harus menanggung berat beban sang anak di pangkuannya.
"Oh!Terimakasih, dek. adek gak duduk? kan yang satunya masih kosong," katanya dengan nada agak lemas. nampak jelas kelelahan terukir diwajahnya.
"Gak apa-apa, Bu, saya berdiri aja, kasihan siAdek nangis terus," kataku sekali lagi mempersilahkan.
"Makasih banyak ya dek, makasih banyak."
"Iya, Bu.sama-sama."
Akhirnya iramatangis anak yang lucu itu reda juga. Tiba-tiba, ada satu energi yang luar biasa masuk, menyusupi relung jiwa ini, mengalir bersama aliran darah sampai ke ubun. Energi ketenangan dan kebahagiaan. Tak terasa, buliran air mata bening mengalir sendiri melalui ujung kelopak mata. Ya Allah! inikah satu dari sekian nikmat yang Engkau janjikan kepada hamba-Mu yang mukhlish? Semoga hamba termasuk di dalamnya.
Sungguh luar biasa besarnya nikmat kebahagiaan dan ketenangan jiwa itu. Materi berjuta milyar pun tak akan sanggup membelinya. Banyak orang yang berlimpah harta. Tapi, jiwanya tidak tenang, apalagi bahagia. Kering. walaupun ia sibuk menginfakkan hartanya atas nama sosial atau amal. Tapi, jauh di lubuk hatinya yang dalam, ada secuil harapan agar dipuja-puji orang. ingin disanjung, namanya disebut di berbagai majelis perkumpulan. latah memang. Padahal Allah Subhanahu Wata’ala sangat benci segala bentuk riya, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya hanguslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi," (QS. Az-Aumar: 65).
Saya jadi teringat kisah tiga orang Mukhlisin dari ummat dahulu yang masuk dalam goa. Tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dari atas gunung tepat menutupi mulut goa tersebut. Maka berkatalah salah satu dari mereka, "Kita tak akan keluar dari goa ini, kecuali kita berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan amal shaleh yang pernah kita kerjakan dengan ikhlas mengharap ridho-Nya." Maka, satu persatu pun berdoa. Akhirnya batu penutup goa itu bergesersedikit demi sedikit hingga memungkinkan mereka keluar dengan selamat.
Renungkanlah! Bagaimana Allah Subhanahu Wata’alamengangkat mereka dari musibah itu? Mereka bertawassul kepada-Nya dengan amal shaleh mereka. Tentunya amal shaleh yang ikhlas mengharapa ridho-Nya semata. Memang hal itu sangat dianjurkan. Bahkan menjadi salah satu syarat utama dikabulkannya doa dan dzikir seorang hamba. Imam Mujahid. Ahli tafsir dari kalangan Tabi’in mengatakan, "Amal shalehlah yang mengangkat perkataan-perkataan yang baik ke sisi Allah Subhanahu Wata’ala."
Kisah Seorang Nabi, bernama Yusuf ‘Alaihissalam, diabadikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam kitabullah. Bagaimana Nabi Allah tersebut bisa melewati berbagai macam rintangan dan cobaan yang dihadapinya? Jawabannya, tentu karena Beliau termasuk hamba Allah yang mukhlis.
Dalam satu kesempatan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan salah satu sebab ditolaknya doa seorang hamba. Yaitu, "Berdoalah kalian kepada Allah, dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkannya, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai." (Silsilah Ahaditsul Shahiha. No. 594).
Doa orang yang hatinya lalai tak akan dikabulkan. sedangkan orang yang didzholimi, akan senantiasa berdoa dengan khusyu dan ikhlas. Begitupun orang yang kesulitan, terhimpit problematika. Doanya senantiasa didengar oleh Allah Subhanahu Wata’ala karena keikhlasannya dalam berdoa, "Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya." (QS. An-Nahl:62).
Seseorang yang betul-betul ikhlas tak akan menghiraukan pandangan manusia atas dirinya. Ia hanya bekerja dan beramal karena-Nya. Ia menyerahkan segalanya kepada Rabbul ‘Izzati. Ia tak ingin pujian dari manusia. Tak ingin berbesar hati dalam pandangan orang-orang yang ikhlas. Ia hanya berharap buah yang harum dari-Nya. Wallahu a’lam bish-showab.
Pasar Minggu, 18 Desember 2006 ([email protected])