Awal hijriyah yang sangat membahagiakan bagi kami sekeluarga, dapat berlibur dengan riang, menikmati masakan daging halal di luar kota, ditambah kiriman surat penghargaan dari perusahaan tempat suamiku bekerja. Sependek pengalaman hidup kami, baru kali ini menemukan perusahaan yang sangat menghargai pendampingan seorang istri yang memberikan “support penuh” terhadap pekerjaan kepala keluarganya. Jika istri adalah ibu RT sepertiku, maka sesungguhnya uang gaji per bulan adalah “1/2 gaji suami” dan “1/2 gaji istri”, setelah dipotong pajak, asuransi dan “sedekah” buat manula di Poland.
Semua karyawan di Poland wajib menyumbangkan sekian persen gaji bulanan untuk menghidupi para manula (yang dianggap usia pensiun), dan dana itu sudah lumayan memajukan penghidupan mereka saat ini, sebab beberapa windu lalu, tanah ini masih dikuasai komunis dengan kemiskinan masyarakat yang mencekam.
Namun jika istri memutuskan untuk bekerja, malah difasilitasi bantuan memilih pekerjaan, dan pajak jadi lebih besar. Satu hal yang pasti, suami istri sama-sama wajib mengikuti sekolah bahasa lokal (Polish), tentunya pengalaman yang sangat berharga buat kami.
Di masa awal tahun yang sibuk, tiba-tiba Saya dikagetkan dengan berita tentang mama (mertua) yang sedang terbaring di rumah sakit Jakarta, padahal baru sebulan lalu memang beliau terkapar akibat thypus. Lalu malamnya, tubuhku jadi gemetar, menerima kabar bahwa adindaku harus dirawat pula di rumah sakit, kota lain, dan harus operasi akibat radang usus.
Padahal saat itu, kakak-kakakku di tanah air sedang fokus memperhatikan kesehatan bapak, sudah dua bulan beliau menggunakan “selang khusus” pada saluran urine (kateter), dan harus segera menjalani operasi prostat. Bapakku yang keren itu amat jarang sakit, maka sesekali waktu beliau sakit, contohnya saat kelenjar prostat membengkak kini, diperlukan penanganan serius dan perhatian ekstra dari anak-anaknya.
Gangguan buang air kecil terjadi ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan dan biasanya menjadi bagian dari proses penuaan alami. Prostat yang bengkak ini akan menekan uretra (tabung yang membawa urine keluar dari tubuh). Sungguh nyeri yang amat sangat saat air seni tak bisa keluar, kecuali harus menggunakan kateter ini, kata ibu via telepon.
Di sujud malam kala mengadu pada-Nya, air mata ini tak tertahankan. Alangkah sedih nurani saat kita tak berada di samping orang yang kita kasihi sedangkan mereka sedang terbaring lemah. Di sisi lain, Saya tetap terngiang akan nasehat baginda Rasulullah SAW yang selalu dapat meningkatkan rasa optimis di kala menerima “kabar yang membuat tak enak hati”, Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah SWT akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”
Dalam hadits lain beliau bersabda : “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa”.
Senyuman pun masih bisa kuukir setelah membaca ayat-ayatNya yang selalu indah, “lantas apa yang harus kulakukan ya Allah…?”, kira-kira begitu hati ini bertanya seraya ditemani bayiku yang mulai menendang dalam rahim ini. Dan keikhlasan akan ketetapan-Nya adalah jawabnya. Alangkah indahnya, setiap hari selalu saja ada kabar berita, dan ternyata sebagai hamba yang telah merasakan nikmat didikan-NYA, maka kabar “yang enak” maupun “yang tak enak” didengar ternyata adalah hikmah, adalah surat cintaNya, adalah tetap kabar baik yang harus diterima dengan rasa syukur.
Ibuku yang sibuk mondar-mandir dalam perawatan bapak dan adik, masih sempat mengirimkan sms buatku, “Sabar nak, kamu banyak bantuin do’a aja, ini kan bukan kemauan kita, harus diterima dengan ikhlas. Jagain cucu-cucu bapakmu disana, jaga emosi hatimu sebab adik bayi dalam rahim pun sudah bisa ikut merasakan suasana hati ibunya…”.
Begitulah, awal januari dengan dag-dig-dug nurani tiap hari menanti kabar tentang kemajuan kondisi tubuh orang-orang yang kucintai. Mama mertuaku akhirnya sembuh kembali setelah seminggu harus diinfus dan istirahat total di rumah sakit. Adikku pun mulai menjalani pemulihan kondisi, pulang dari rumah sakit, operasi usus telah lancar.
Sedangkan bapak, yang masih harus menanti “antrian jadwal operasi prostat” di rumah sakit terbesar kota P, ternyata masih sempat tertawa dan senyum merekah saat “video-call-an” denganku dan cucu-cucunya. Beliau bilang bahwa sudah siap dengan apapun yang terjadi, dan beliau bahagia melihat kondisiku biarpun cuma komunikasi jarak jauh, serta bahagia karena kakak-kakakku berkumpul menemaninya. Beliau tak tau bahwa kata-kata dan nasehatnya malah membuatku tambah berurai air mata sebab sebagai manusia yang lemah, memang ada rasa takut kehilangan. Walaupun segala info tentang prostat dan dokter terbagus telah kuinformasikan, keyakinan akan sembuh tertular dari kata-kataku sendiri, juga membangkitkan rasa optimis bapak saat malah melihat teman-temannya ada yang “berpulang” saat operasi tersebut, yah… kalimat yang meluncur laksana hatiku telah tegar, namun tetap saja membuat banjir di mata ini, seraya bertanya, “berita apa lagi selanjutnya, ya Robbi…?”.
Dengan kehebatan Allah, Sang Maha Kuasa atas segala sesuatu, rasa syukur di kalbuku yang paling dalam adalah saat “level keikhlasan” sudah merayapi nurani kami sekeluarga. Ada pengharapan besar agar nanti saat saya, suami dan anak-anak mudik masih dapat berjalan-jalan bersama bapak, dan di sisi lain, ada pula penerimaan atau rasa pasrah, silakan apa yang Allah SWT kehendaki, terjadilah, karena Saya yakin, itu pasti adalah hal terbaik. Selama ini, Dia telah mendidik kami dalam setiap alur peristiwa kehidupan, Alhamdulillah…
Tiba-tiba pagi itu sms datang dari kakakku, “operasi bapak lancar, dek… bapak pun berani lho… Cuma dibius lokal”, subhanalloh… Sujud kepada-Mu, tempat kami mengharapkan segala sesuatu, do’a kami terkabul, operasi prostat tersebut telah lancar, bahkan saat dioperasi, salah satu tim dokter mengajak bapak bercakap-cakap agar tidak bosan, pembicaraan juga menyangkut alat-alat operasinya, pengerukan di bagian alat vital beliau yang sedang dilakukan, dsb, namun bapakku dengan gaya “khas nyantainya” memang tampak berlapang dada.
Sejam setelah operasi hingga dua hari, rasa sakit di bawah perut bapak sungguh sangat menyiksa, begitu cerita ibuku. Namun justru baru hari ketiga, selang kateter telah boleh dibuka, padahal pasien lain biasanya harus menggunakan kateter selama dua minggu hingga satu bulan seusai operasi. Dan tadi pagi bapakku sudah diperbolehkan pulang ke rumah, dan bisa masuk WC sendiri, buang air kecil tanpa selang kateter lagi. Sungguh bahagia mendengar berita ini, masya Allah, skenario-Nya dalam mengaduk gejolak hatiku sangat luar biasa.
Dan selang beberapa jam setelah itu, lagi dan lagi, berita menghampiri, asisten yang mengurusi kesehatanku dan keluarga di Krakow malah menyampaikan hasil tes mikrobiologi, bahwa didapati bakteri saat pemeriksaan kehamilanku beberapa hari lalu, pemeriksaan ini sudah dua kali, duuuh, kalau kuteguk antibiotik, maka ada kemungkinan berefek pada bayi yang sedang nyaman di rahim ini, “Robbi… hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir, laa haula wa laa quwwata illa billah…”, desisku, seraya mengingat ayat cinta-NYA, “… Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana apa-apa dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yg besar (QS.Ali ‘Imran: 173-174). Hanya kepada-Nya kita berserah diri, tak ada yang perlu dirisaukan saat kita menyadari bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik, semua kejadian yang kita lalui adalah pendidikanNYA yang terindah.
Dan masih dalam dialog serta diskusi dengan dokterku, berita lain kuterima pula bahwa suamiku wajib mengikuti beberapa training di negara lain karena project baru yang harus dikerjakan, dan kekasihku tersebut memperoleh promote (naik level) di perusahaan tempatnya bekerja, berita baru, amanah baru, mimik wajah berubah-ubah setiap waktu, begitulah kita, hamba-Nya yang sedang berjuang melalui hari-hari dalam mengumpulkan bekal untuk akhirat.
Percayalah, sahabat-sahabat, berita apapun yang kita terima hari ini, itu adalah tetap kabar baik, Allah SWT mengajarkan kita segala hikmah atas peristiwa sehari-hari, mendidik kita setiap waktu, mengugurkan kesalahan dan dosa saat malapetaka datang, serta senantiasa menambah trilyunan nikmat-NYA. Firman-Nya, “Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nisaa’ : 147).
Semoga tetap optimis saat memperoleh berita apapun, sebagaimana optimisnya saudara-saudari kita yang masih terjajah di Gaza, sebagaimana optimisnya Yasmin dan saudari muslimah di Turki yang masih menuntut haknya atas aplikasi diperbolehkan kuliah tetap bebas berhijab di berbagai kota disana, sebagaimana brothers kita di Krakow juga tetap mengasah rasa optimis akan hadirnya masjid di kota kelahiran Paulus ini, optimis bahwa Dia pasti memberikan hasil terbaik atas usaha optimal kita. Wallahu a’lam bishowab.
(Salam ukhuwah, bidadari_Azzam, Krakow, 19 jan 2011)