Suatu hari sulungku menanyakan prihal hewan yang satu ini, si bunglon memang populer sebagai tokoh film kartun atau saat dikunjungi di kebun binatang.
Jika berada di rimbunan daun hijau, warna tubuhnya pasti hijau. Begitu pun saat bunglon sedang bersantai di atas batu coklat kehitaman, warna tubuhnya berubah sebagaimana warna batu tersebut. Subhanalloh…
Daya serap dan daya tangkap seorang anak sedang berkembang, pikirku, bunglon itu sangat menarik perhatian si kecil. Kameleon, dia sebut dalam bahasa lokal.
Sebagaimana pelajaran tentang kerajaan semut yang senantiasa bekerja sama dan tolong menolong, maka bunglon selaku makhluk ciptaan-NYA pun memiliki pelajaran dan hikmah tersendiri yang dapat diserap akal manusia.
Sang guru menjelaskan bahwa di dalam sel-sel kulit si bunglon, ada zat-zat khusus yang langsung beradaptasi atas suhu lingkungan, tempat dan cuaca dimana ia berada.
Percepatan gerak lidah bunglon dalam menangkap mangsa adalah lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah jet tempur. Buku-buku teks zoologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh seutas otot pemercepat (akselerator).
Otot ini memanjang ketika menekan ke bawah pada tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah lidah, yang membungkusnya. Namun saat penelitian dikembangkan, Para peneliti membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat sama sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan ini sendirian.
Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan keberadaan sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum diketahui, di antara otot pemercepat dan tulang lidah. Bungkus-bungkus ini, yang melekat ke tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan mulut, teramati mengandung serat-serat protein berajutan spiral.
Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk ketika otot pemercepat mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet yang tertekan. Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus yang ketat dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan kekuatan dan melontarkan lidah.
Secepat serat-serat ini menggelincir dari tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan tabung-tabung sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan terjauhnya. Van Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.”
Ketapel ini memiliki ciri lain yang amat menyolok.
Ujung lidah mengambil bentuk hampa pada saat menghantam mangsa. Ketika terlontar, lidah ini dapat menjulur sejauh enam kali lipat panjangnya, “haaap!”, bunglon menangkap mangsa! Dan ketika istirahat di dalam mulut lidah kembali ke ukuran semula, dan dua kali panjang tubuhnya sendiri.
Adalah Cornelia, salah satu kenalan yang beragama Islam “ktp”, ia menganalogikan sikap bunglon sebagaimana dirinya yang telah lama hidup bebas di benua Australia dan Eropa.
Bahwa jika musim salju datang, semua orang harus selalu memakai jaket tebal, tertutup rapat dari ujung rambut hingga ujung jempol kaki sebagaimana prilaku adaptasi. Dan saat musim semi serta musim panas telah tiba, maka baju-baju model bikini dan lilitan benang tanpa jahitan adalah fashion yang harus digunakan.
Maka tentulah wanita muslimah (yang pakaiannya lebih tertutup daripada biarawati yang paling sering dilihat oleh masyarakat sini) harus tetap berprasangka baik jika di musim panas dipandangi lekat-lekat oleh setiap orang, atau dicibir dengan cemooh gara-gara pakaian “aneh” yang dikenakan.
Cornelia juga bertepuk tangan sendiri jika mengingat lidah bunglon bisa disamakan dengan lidah kaum wanita aktivis—yang senantiasa menuntut kesetaraan gender. Kalau ada “mangsa” alias pria yang mengatur-atur pasangannya, langsung disebut pelanggaran tuh, harus segera dilaporkan dan diadili. Kalau ada pria di depan mata yang disukai, langsung “tembak dengan lidah” pula, astaghfirrulloh…
Penarikan kesimpulan dengan analogi yang cuma mencari pembenaran, biasanya manusia sering seenaknya “salah mengambil hikmah” karena ego diri dan tidak peduli akan kebenaran sejati yang merupakan Kuasa Ilahi.
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS.Al Hadiid:1-2)
Saudariku Sarah mengingatkan hal itu, dalam sudut pandangnya, segala hikmah yang dipetik harus sesuai dengan tuntunan Ilmu-NYA, tak ada penarikan kesimpulan yang bertolak belakang dengan keridhoan Allah SWT jika kita telah merendahkan hati dalam mencari ilmu.
Dalam peristiwa yang terjadi di tubuh bunglon atau reptile lainnya, bisa kita ibaratkan dengan pribahasa, “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, di tempat yang tepat, “insting” langsung jalan, perubahan wana tubuh bunglon adalah perlindungan diri dari musuh, begitu pun kita dituntut mematuhi norma-norma, aturan dan kebijakan hukum di suatu negeri jika kita merupakan pendatang yang menginginkan kenyamanan dan kedamaian.
Sedangkan urusan kita dengan Tuhan, tidak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun, termasuk berpakaian islami menutup aurat, meskipun berada di tengah-tengah jutaan orang yang mengumbar aurat di musim panas (summer).
Alhamdulillah, malah sebenarnya di banyak kawasan di Eropa, semua orang saling cuek untuk urusan paling pribadi yang bernama : agama. Pihak-pihak yang membawa misi untuk mengajak orang lain ke agama baru pun tidak bertindak agresif jika sudah melihat sikap dan cara bicara seseorang yang istiqomah dengan agama yang dianut.
Hanya saja, Cornelia dan saudarinya serta masih banyak muslimah lain yang cenderung memikirkan “apa kata orang” terutama untuk kesuksesan karir dan aktivitas akademisnya, mereka malah takut berhijab dengan jutaan alasan yang terus dikembangkan.
Walaupun diriku, Sarah, serta muslimah di kota lainnya banyak yang menghadirkan sikap optimis, yang punya testimoni “bikin resident-card” diperbolehkan pakai hijab lho, dsb, tetaplah tak otomatis mengubah prinsip Cornelia cs.
Tetaplah yang kita tahu bahwa Hidayah memang Hanya milik-NYA, Allah SWT memberikan bimbingan, cahya hidayahNYA kepada siapapun yang dikehendakiNYA.
Allah SWT berfirman,"Dan orang-orang yang berjuang (berjihad mencari keridhoan)di jalan Kami, maka benar-benar akan Kami tunjukkan hidayah menuju jalan kami…" (QS. Al-Ankabut:69).
Lantas mengenai super cepat dan ketajaman mengiris mangsanya bagi lidah bunglon, justru lidah manusia pasti lebih tajam dan cepat jika tidak dikontrol keimanan padaNYA.
Sedangkan si bunglon hanya menggunakan lidah supernya buat menangkap makanan, sudah pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan merancang sendiri rencana-rencana kerja si lidah yang demikian rumit itu. Penciptaan ini menyingkapkan keberadaan Allah, Sang Mahatahu dan Mahakuasa.
Tidak ada keraguan bahwa Allahlah, Yang Maha Pencipta segala, telah menciptakan beragam makhlukNYA, termasuk si bunglon dan hewan lain, dengan masih menyimpan milyaran misteri untuk kita pelajari dan kita petik hikmah-NYA. Sosok manusia yang berakal mampu mempergunakan lidah untuk membunuh sadis, secara perlahan-lahan, mengumbar fitnah dan dusta, dsb.
Dalam sebuah risalah saat Imam Ghozali berjumpa murid-muridnya, beliau membenarkan bahwa pedang adalah tajam, tapi yang paling tajam di dunia adalah "lidah manusia".
Karena manusia dengan begitu mudah menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Bahkan akal pikiran yang dilimpahkanNYA bisa dikreasikan manusia untuk menginovasi cara-cara keji menyakiti sesamanya, naudzubillahi minzaliik.
Kembali pada obrolanku dengan si kecil, “mi… tapi berarti dalam tubuh bunglon tuh ada banyak pensil warna yah…? Pensil warnanya buatan Allah, kan…bla bla bla”, hmmmm, pasti banyak ibu yang juga punya pengalaman ‘si kecil banyak tanya’ seperti diriku, “dengarkan penjelasan teachermu dulu yah, say… nanti makin naik kelas, kamu makin banyak tau…”, tutupku sambil tersenyum menggodanya.
(bidadari_Azzam, salam ukhuwah dari Krakow, 5 maret 2011)