Brother Usman, sebut saja namanya begitu, dua puluh tahun dia sudah habiskan masa hidup di krakow, kota tua, tempat lahirnya Paus Paulus II. Tentunya dia “dituakan”, disegani dan diharapkan sebagai motivator dan penggerak kemajuan serta semangat muslim yang merantau disini.
Berat, lelah, sakit hati sudah pasti sering dirasakan oleh saudara kita sesama muslim, sebab di berbagai sudut kota, masih kentara sisa-sisa komunis, wajah-wajah sangar yang memerah seraya meneguk minuman keras, warung alkohol bertebaran dimana-mana, membeli kue-kue pun harus lebih hati-hati, banyak campuran coklat dan isi kuenya mengandung alkohol, serta tak ada daging halal disini kecuali memutuskan untuk menyembelih sendiri.
Itulah alasan segelintir provokator menyebut kaum muslimin adalah makhluk “teraneh sedunia”, makanannya milih-milih, tidak boleh makan daging babi, juga daging lain yang “aturan sembelihnya tidak sesuai hukum Islam”, tidak boleh minum minuman keras—padahal sehari-hari ‘root beer’ itu bagaikan mengonsumsi air putih bagi orang-orang sini. Maka apabila penduduk pribumi mulai ‘kurang ajar’ menyodori dengan sedikit memaksa untuk meminum minuman keras itu, saudara kita muslimin mengalami ujian, pilihan pertama adalah mulai berbaik-baikan dengan tetangga, lalu hidup berdampingan secara “terlalu damai”, sering ikut mencicipi makanan dan minuman non halal tersebut.
Pilihan kedua adalah hidup menyendiri, cuek terhadap para tetangga, menjadi lebih keras hati untuk mempertahankan sikap istiqomah sebagai muslim. Pilihan kedua ini berat lho… Ada banyak alasan yang menyebabkan saudara kita menjadi sosok yang pertama, dalam sejarah perjuangan Polandia sendiri pun, kaum muslim tartar merupakan kaum pejuang yang turut membela tanah airnya, namun “identitas muslim” menjadi samar bagi mereka sejak ikut mengonsumsi alkohol, menikah campur (menikah dengan orang nonmuslim, terutama muslimah kebanyakan, sebab “stok” lelaki muslimnya amat sedikit). Saya sebagai pendatang yang baru satu tahun menetap disini, tentu tak pantas berkomentar apa-apa.
Begitu pun muslim dan muslimah lainnya, di krakow khususnya, banyak yang memandang brother Usman dengan penuh tanda tanya, seolah berkata, “apa hasilnya antum 20 tahun disini tapi tidak ada “basecampnya” umat Islam?”. Namun, tersindir dari ayatNYA “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh mala-petaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214).
Proses puluhan tahun itu pastilah ada hitungan dariNYA, bukankah kita memerlukan keikhlasan dalam menjalani proses ini, ikhlas akan hasil ketetapanNYA dengan tetap berikhtiar secara optimal, benar kan?, salah satu pertanyaan itu tentu menghinggapi hati kami, dan ujung-ujungnya kami tersudut dengan pertanyaan sendiri, “ apabila kita berjuang turut mewujudkan satu (saja) masjid di krakow, lalu siapa yang siap menjaganya, merawat masjid itu hingga akhir hayat?”, oh, no! sudah ribuan mahasiswa dari jazirah arab, asia, amerika, afrika, mereka muslim, merantau di Krakow, lalu selanjutnya kembali ke negeri masing-masing setelah lulus kuliah. Termasuk saya dan suami, tak kuasa menjawab pertanyaan itu, sebab kami memang tak berencana menetap lama di sudut eropa timur ini, baru setahun saja—sudah menggunung rasa rindu pada orang tua dan saudara di tanah air.
Di tahun 1993, Warszawa, ibu kota Poland, akhirnya resmi memiliki masjid, sederhana dan kecil saja dan akhirnya ikut menjadi “gosip hangat” oleh para Islamophobia bahwa pemerintah mulai “kecolongan teroris”, sungguh fitnah yang keji! Beberapa tahun awal ini, pihak Jazirah Arab bermaksud mendirikan sebuah masjid yang indah disana, sebab umat Islam makin besar populasinya, dan “tangan-tangan kotor” itu pun menebarkan fitnah dan provokasi lagi, demo besar-besaran pun terjadi, tuduhannya adalah “masjid itu nanti jadi sarang teroris”, aduuuh… coba deh sekarang artikan dulu pengertian yang benar tentang makna Teroris itu sendiri, apakah berupaya mendirikan masjid adalah suatu teror ? padahal makin banyak rumah “gelap” dan bar adalah teror besar bagi pendidikan anak dan remaja! Dan masyarakat pun menyadari akan hal itu.
“Dewan Kota menolak”, pendek saja kata-kata Brother Usman, raut wajah brothers lainnya benar-benar kecewa. Beberapa bulan lalu, komunitas muslim krakow kembali menggalang “tanda tangan”, semua muslim di kota ini menanda tangani form-isian yang membuktikan kalau kami adalah muslim, menginginkan ruangan dari pemerintah untuk dapat digunakan sebagai masjid. Selama ini, sang brother sudah sering mengajukan petisi dan bolak-balik memohon ke dewan kota, dan belum terkabul juga.
Jadi, mereka menyewa ruangan umum yang hanya berukuran 3 x 3 meter setiap jum’at. Ruangan itu kecil, kalau brothers berdiri untuk sholat jum’at, mereka empil-empilan. Sehingga sungguh ironi saat Saya teringat di Indonesia atau Malaysia, kita punya ribuan masjid yang megah, namun jamaahnya segelintir saja, bahkan ada yang cuma dua orang jamaah sedang sholat dzuhur saat tim “TV Islam-dunia” meliputnya.
Di tahun 2007, sempat ada seorang brother yang mencuat namanya di media massa, beliau akan mewujudkan Islamic Centre di Krakow, beliau telah membuat miniatur dan mendesign bangunannya, lalu tiba-tiba beritanya hilang tak ada bekas, “I don’t know…”, kata brother Usman saat ditanya tentang itu. Lalu ia pun berkisah, sudah seringkali para ikhwan yang merantau kesini, lalu mengajukan usulan ke dewan kota untuk berkontribusi pada ummat Islam, namun dewan kota menolak rencana-rencana itu.
Padahal dulu, sesungguhnya ada masjid di kota ini, namun pemiliknya sudah sangat tua, dan tak sanggup membayar pajak, tak ada pewarisnya, maka gedung kepunyaannya diambil alih oleh dewan kota dan dijadikan appartement. Itu sudah lama sekali, brother Usman pun masih menerka-nerka dimana lokasi ex-masjid itu persisnya. Lagi pula selama ini, perkembangan dakwah tidak mengalami kemajuan pesat, para muslim perantau sibuk kerja dan belajar di perkuliahan, tidak ada waktu untuk berkumpul dan membicarakan tentang dakwah Islam.
Di balik rasa kecewa brothers ini, ternyata ada hikmah buat kami semua. Setelah penolakan terbaru dewan kota, ruangan yang biasa disewa pun tak lagi diizinkan untuk disewa setiap jum’at. Namun alhamdulillah semangat brothers dalam menegakkan sholat jum’at sebagai kewajiban mereka tetaplah terjaga. Mereka beramai-ramai diskusi via milist, dan bersepakat mengadakan sholat jum’at di kediaman kami.
Sungguh bahagia hati ini, rumahku walaupun dikelilingi puluhan gereja serta semua tetangga memiliki anjing-anjing peliharaan, tentunya menjadi rumah paling cantik se-kota ini, sebab senandung ayat-ayatNya selalu hadir disini, insya Allah. “Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya." (HR. Muslim).
Ruang tamu mungil menjelma menjadi masjid kecil, semoga setitik langkah kecil ini memperoleh berkah dan cintaMu selalu ya Allah, amiin. Kemudian, brothers yang berbeda bangsa dan bahasa itu akhirnya saling mengenal, beberapa dari mereka memiliki keluarga, dan kami berkenalan. Saya pun dan beberapa sisters (istrinya brothers) memulai jadwal mengkaji ayat-ayatNya, betapa besar nikmat Allah SWT, bahkan di saat kami kecewa berulang kali karena “tak diizinkan memiliki ruang masjid”, ternyata Allah SWT melimpahi ikatan cinta atas ukhuwah islamiyah yang makin erat, kami muslimah disini sangat bersyukur dapat berkumpul dalam majelis ilmu, tak peduli secara kuantitas jumlah kami cuma hitungan jari termasuk sahabat yang muallaf, yang ada dalam pikiran kami (terutama sisters yang sudah puluhan tahun disini) adalah kerinduan belajar Al-qur’an bersama dengan saudari muslimah lainnya, kami senantiasa ingat akan sebuah hadits, Dari Utsman bin Affan radhiyallah ‘anhu , beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhari).
Perbanyak bersyukurlah duhai saudara-saudariku, muslim-muslimah Indonesia memiliki fasilitas ibadah yang sangat lengkap. Wallohu’alam.
(bidadari_Azzam, subuh, 4 nov,2010)