Dari tempatku berdiri ketika membersihkan peralatan makan di dapur, selalu ada pemandangan menarik di luar jendela.
Kadang-kadang ada bapak berseragam petugas keamanan yang berpatroli dan menempelkan cap di salah satu tiang sebagai tanda bahwa trotoar di depan appartemen kami sudah dilewatinya.
Jika pagi hari sekitar pukul delapan, kerap kali terlihat seorang ibu yang saling melambai tangan dengan dua balitanya, si ibu akan berangkat kerja, sementara dua balitanya dititipkan pada pengasuh.
Ada kalanya pengasuh bayi merupakan tetangga sendiri, namun kebanyakan disini para manula (yang sudah pensiun) memiliki profesi sebagai pengasuh balita jika mereka tak mengasuh cucu sendiri.
Tentu saja anak-anak yang diasuh biasanya senang dengan para nenek/kakek pengasuh mereka karena merasa seperti bersama nenek/kakek sendiri. Cuma sedikit miris hati ini, tak semua anak tersebut bergembira, terlihat dari sorot mata jujur mereka. Kadang-kadang dramatis, si anak menangis atau meronta, memeluk kaki ibunya yang akan berangkat kerja.
Saya yang setiap hari bersua mereka, terkadang melihat para pengasuh tersebut sibuk mengobrol beberapa lama, membiarkan anak-anak sibuk dengan mainan di taman. Padahal, dalam hatiku merasa was-was, anak anak balita masih harus didampingi memainkan perosotan apalagi ayunan dan kursi putar, bahaya dong.
Di lain waktu, nenek pengasuh itu sibuk bercakap di ponselnya selagi si balita asuhannya digoyang-goyangkan di kereta bayi. Lain waktu pula, si nenek sedang mewarnai kukunya sambil selonjoran di kursi taman! Dan yang lebih parah, saat kulihat nenek-nenek itu dengan asyiknya merokok di tengah anak-anak yang ceria bermain.
Saya rasa para mama-papa muda itu lupa, menitipkan anak-anak mereka pada manula disini, berarti menitipkan pada sosok-sosok yang ‘malas baca berita’.
Jelas saja mereka tidak tau bahwa terjadi peningkatan jumlah balita meninggal dunia karena resiko sebagai perokok pasif (akibat orang tua atau pengasuhnya merokok) selain karena kelalaian dalam beraktivitas.
Tapi untuk menitipkan di “rumah asuhan”, selain harus menerima kenyataan pengawasan balita tak bisa se-intensif di rumah sendiri (karena pengasuhnya tak banyak), juga harus antrian panjang saat mendaftar rumah asuhan.
Jadi misalkan anda akan menitipkan anak di rumah asuhan untuk periode 2011, maka anda harus mendaftarkan anak anda di tahun 2009. Saking banyaknya peminat yang ingin menitipkan anaknya, kalau kata teman-teman lokal, banyak wanita eropa memang lebih memilih karirnya di luar rumah dari pada stress mengasuh anak-anak di rumah.
“Anak-anak tuh tingkahnya banyak kan, seharian bisa mondar-mandir seluruh ruang, main di taman sampai baju kotor, mandi sambil ciprat-ciprat air, makan sambil belepotan, minum bisa tumpah-tumpah, lemari baju diacak-acak, ruangan bisa dibikin jadi kayak kapal pecah, dan lain sebagainya…”, rasanya kalimat itu memang sering membuat kita mengangguk-angguk. Dan memang cara itulah sebagai bentuk kreativitas anak-anak, toh…
Maka saat berjumpa dengan sosok temanku, Rena, anaknya dua, senang sekali melihatnya bercerita dengan simpati mengenai anak-anak. Meskipun Rena adalah ibu yang bekerja, karirnya di bagian financial sebuah perusahaan besar di luar Poland, namun ia dan suaminya amat dekat dengan anak-anak mereka.
Ternyata ia dan suami bisa bergantian ‘work from home’ sehingga lebih banyak waktu untuk mencurahkan perhatian buat anaknya. Enak sekali efek “system online” yah, banyak perusahaan yang membolehkan karyawannya bekerja dari rumah, jadi tak membuang waktu dan tenaga untuk transportasi ke kantor.
Namun yang namanya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, tetaplah tak seberapa dibanding kasih sayang Sang Pencipta. Orang tua tak bisa melulu disamping anak-anaknya, tak bisa kita dekap anak-anak sepanjang waktu.
Dahulu beberapa tahun silam, sohib kakakku yang memiliki pengasuh anaknya (masih berusia satu tahun-an) yang dianggap seperti orang tua sendiri dan memang sangat menyayangi sang bayi, akhirnya harus melalui pengalaman pahit dan pelajaran mahal dalam hidupnya.
Tatkala ia bekerja seperti biasa, ternyata nenek pengasuh sempat lalai, menyebabkan si bayi jatuh dan kepala membentur lantai dengan keras. Karena si nenek merasa hal itu tak berbahaya, dan ia khawatir kalau dimarahi sang ibu, maka ia tak menceritakan peristiwa terbenturnya kepala adik bayi tersebut.
Ternyata malamnya ketika si bayi tidur dalam pelukan ibunya, efek benturan itu mulai hadir, demam tinggi, dan ibunya khawatir ketika bayi itu muntah-muntah, mereka bawa ke emergency, hingga tak berapa lama ketika pagi bermula, bayi itu menutup mata selamanya, menuju kenyamanan di pangkuan-Nya.
Si pengasuh yang penuh kasih sayang saja masih bisa lalai, namanya juga manusia awam, apalagi pengasuh ‘bo’ongan’ atau PRT merangkap pengasuh, terdengar peristiwa yang sudah dianggap hal ‘biasa sehari-hari’ di sekitar negeri pertiwi, ada pengasuh sibuk nonton sinetron, balita dibiarkan main sendiri.
Ada yang ‘menemani bayi’ menjadi pengamen di jalan, ada balita tersiram minyak atau air panas karena main di dapur, ada yang pengasuhnya malah hoby tidur dan balita dikasih obat tidur, atau pengasuhnya malah pacaran, balitanya meraung-raung sementara pengasuhnya nonton video, dll, naudzubillahi minzaliik.
Salah satu hikmah Al-Qur’an tentang mendidik anak dapat kita resapi dalam surah Luqman, Ada enam hal penting yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Pertama, larangan mempersekutukan Allah. (QS Luqman: 13).
Kedua, berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak. (QS Luqman: 14). Ketiga, sadar terhadap pengawasan Allah. (QS Luqman: 16). Keempat, mendirikan shalat, ‘amar makruf nahi mungkar, dan sabar dalam menghadapi persoalan. (QS Luqman: 17). Kelima, larangan sombong dan membanggakan diri (QS Luqman: 18). Dan keenam, bersikap sederhana dan bersuara rendah (QS Luqman: 19).
Adakah para pengasuh balita juga meresapi makna surah Luqman tersebut? Wah, berdo’a sebelum makan saja seringkali lupa, anak-anaklah malah yang mengingatkan pengasuhnya, lho.
Untuk itu, berpikirlah lagi jutaan kali saat anda dan suami ternyata punya kata sepakat “harus” menitipkan anak-anak kepada orang lain. Utamakan Allah dan tuntunan rasul-Nya dalam menentukan langkah.
Ada kalanya teman-teman yang bekerja, saat menceritakan pengalaman rumah tangganya, hanya dapat memohon solusi terbaik kepada Allah ta’ala tentang hal berkaitan dengan ini, pilihan harus diambil dalam hidup. Beda dengan di eropa, yang ibu-ibu melakukan ‘pelarian’ dengan bekerja.
Kalau di negara kita, kebanyakan teman yang bekerja dikarenakan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi, tak hanya berkaitan dengan suami, namun keputusan yang diambil juga melibatkan pihak keluarga besar maupun terikat perjanjian dinas.
Seperti Lila contohnya, meskipun ia dan suaminya menginginkan Lila berhenti ngantor, namun orang tuanya masih merasa keberatan, Lila dan suami memang masih menanggung seluruh dana bulanan orang tua mereka.
Atau kasus Ati lain lagi, seperti kebanyakan orang, jika Ati resign dari tempatnya bekerja, maka bisa saja terjadi “besar pasak dari pada tiang” karena gaji sang suami dirasa belum mencukupi kebutuhan hidup mereka, oleh karena itu Ati masih harus memendam impiannya untuk lebih banyak menghabiskan masa bersama anak-anak mereka.
Bersyukurlah kita semua, masih bisa menikmati proses meniti hari-hari dengan mendekap keimanan kepada-Nya, semoga segala problema dapat segera teratasi, amiin.
Satu hal yang pasti, kelalaian dalam menjaga amanah bisa terjadi dimana pun, kapan pun, dan oleh siapa saja, termasuk oleh ibu kandung. Yang bisa kita lakukan adalah ikhtiar alias usaha yang optimal dan meyakini bahwa Dia lah satu-satunya Maha Pelindung, Sang Penjaga Terbaik setiap detik umur kita.
Pengalaman seorang tetangga mbak Ani, baru beberapa hari lalu, balitanya yang masih berusia satu setengah tahun meninggal dunia di siang bolong, peristiwa itu terjadi karena si bayi tersedak saat disuapi makan oleh ibunya. Dan ini kejadian kedua kalinya di sekitar daerah itu, Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un.
Semoga peristiwa itu bisa menjadi iktibar buat kita semua. Data Centers for Disease Control (CDC) menyebutkan 60 persen kasus tersedak pada kanak-kanak disebabkan oleh makanan, bahkan oleh minuman pun bisa tersedak.
Anak yang tersedak harus segera mendapatkan pertolongan, akibat yang ditimbulkan bisa sangat fatal. Selama saluran nafas tersumbat, suplai oksigen ke otak terhambat dan bisa meyebabkan kematian.
Maka itu Palang Merah Internasional telah merekomendasikan pendekatan five-and-five pada pertolongan pertama pada saat anak tersedak :
1. Beri 5 tepukan di punggung menggunakan telapak tangan, tepat di antara tulang belikat,
2. Beri 5 tekanan di daerah perut dengan metode Heimlich maneuver.
3. Lakukan bergantian 2 langkah di atas, berulang-ulang hingga benda yang menyebabkan tercekik keluar.
Langkah pencegahan buat kita para ibu, utamakan kesabaran saat menyuapi makan. Irislah kecil-kecil buah atau lauk yang disajikan, lembutkan nasinya, dan siapkan air minum di dekat anak.
Sebaiknya ibunya makan terlebih dahulu atau bersama-sama ketika makan. Karena jika ibu sedang lapar saat menyuapi anak, biasanya perasaan ingin buru-buru selesai menyuapi dan bisa saja emosi diri akibat lapar, otomatis peristiwa tersedak mudah terjadi.
Pada kenyataannya Hanya Allah SWT sebaik-baik pelindung. Sewaktu Nisa bercerita tentang kerisauannya akan keselamatan sang buah hati, dia akhirnya menyadari bahwa ‘kita sebagai ibu dapat menjaga dan mencurahkan kasih sayang buat anak-anak, namun yang melindungi mereka dengan penjagaan terbaik adalah Allah SWT’.
Tatkala itu Nisa sedang menanti anak sulungnya di gerbang sekolah seraya membawa bayi keduanya turut serta. Tak disangka siang itu sang bayi terkena diare hingga popoknya sudah sangat kotor, sampai mengotori baju ibunya. Nisa harus segera pulang lagi ke rumah, meskipun 30 menit kemudian pelajaran sekolah si sulung usai. Selama ini, sulungnya belum pernah pulang sendirian, apalagi kalau harus naik angkutan umum di Jakarta.
Tapi hari itu, tampaknya Nisa tak ada pilihan lain, untungnya ia lihat salah satu orang tua teman akrab anaknya, “bu… nanti saya minta tolong, titip anak saya sampai di persimpangan RW lima yah bu…”, kebetulan rumah ibu itu tak terlalu jauh dari rumah Nisa. Tapi sebetulnya ibu yang ditumpangi itu kan naik motor, mudah-mudahan muat motornya diduduki bertiga, pikir Nisa.
Syukurlah, ibu tersebut tak keberatan, Nisa segera pulang dan memandikan bayinya, ia pun bersih-bersih diri dan menyiapkan makanan buat si sulung. Tak berapa lama, sulungnya datang mengetuk pintu dan tersenyum, “kakak hebat kan ma yah…? Tadi dianterin mamanya Dodi sampai persimpangan, terus kakak jalan sendiri deh…”, cerita anaknya.
Nisa lega sekali, Alhamdulillah, sekarang si kakak bisa belajar mandiri, “Selamat yah kakak bisa pulang sendiri, gak ditemani mama…”, ucap Nisa sambil berpelukan dengan si sulung.
Yah, para ibu dan calon ibu, kita nikmati tapak-tapak meniti keridhoan-Nya ini, Apabila kita menghitung nikmat Allah, niscaya kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Maka, nikmat Allah manakah lagi yang kita dustakan?
Tak henti-hentinya kita pasti melantunkan do’a keselamatan di dunia & akhirat buat anak-anak tercinta. Semoga kita merupakan orang tua yang teguh memegang amanah dalam mendidik mereka, "Robbi Hablii Minas-Shoolihiin", wallahu ‘alam bisshowab.
(bidadari_Azzam, @Krakow, Selamat hari anak-anak sedunia, jelang sore 29 juni 2011)