"Allah… Allah… Allah…", lemas saya, hanya dapat menyebut nama-Mu ditengah rasa panik-bingung dan ketakutan yang amat sangat.
Namun seketika Saya merasa ‘dicubit’, teringat beberapa minggu lalu saya mengisi kajian dengan materi membahas tentang ‘Tanda Cinta-Nya, melalui segala peristiwa yang kita jalani…’, termasuk di dalamnya mengupas prihal janin dalam kandungan, nan nyaman hidup bergelayut plasenta seorang ibu—yang Hanya Dia-lah Yang Maha Menghidupkan, Dia-lah Pencipta dan Pemelihara, Dia-lah pula yang memberikan kekuatan dan perlindungan, juga Hanya Dia-lah tempat kita semua kembali. Allah… Saat itu pula, dokter melanjutkan dengan kata-kata, "Saya harus membersihkan rahim Anda segera. Karena darah terus mengalir, nanti madame kehabisan darah…", duh… tambah lemas raga ini. Lalu dia menanyakan makan siangku terakhir jam berapa, kujawab "pukul satu tadi…". "Kalau begitu, kita operasi-kuret pukul tujuh, yah bu…", dokter memutuskan.
Saat sahabat suamiku berkirim SMS, "bagaimana kabar umminya Azzam…?" SMS pun dibalas, "Umminya harus dioperasi malam ini juga, pak. Anak kami meninggal di rahim…" Saat itu pikiran suamiku berkecamuk, bingung, jadwal terbang tinggal esoknya, lusanya harus ngantor di perusahaan yang baru. Sementara istri terbaring dan masih terus mengalami pendarahan, anak masih balita dan sedari tadi tidak mau makan karena ikut bersedih mendengar adiknya telah pergi. Saya berusaha menelepon keluarga di tanah air, mau minta dido`akan semoga semuanya lancar. Kebetulan saat itu waktu sholat maghrib, tak ada yang mengangkat telepon.
Sebelum masuk ke ruangan operasi, Saya berwudhu ditemani si sulung, suami pergi ke bagian administrasi rumah sakit. Saya sempat mengabari ke HP kakak di Jakarta. Dan seorang dokter ahli anestesi sempat menemui ulang suamiku, "pak…satu dari tim dokter adalah laki-laki, apakah anda member izin…?" karena sebelumnya telah disepakati bahwa semua tim dokter adalah perempuan, subhanalloh, pelayanan di sana membuat kami sangat dihargai. Suamiku mengizinkan dan berpesan beberapa kalimat kepada sang dokter, kemudian di saat akan memasuki ruangan itu, kutatap mata sang suami, serta mujahid kecilku… ada tatapan amat cemas disana. Di detik itulah Saya merasa bertambahnya hikmah dan didikan Allah SWT yang begitu besar, ‘adanya rasa takut kehilangan‘ memang sudah sangat manusiawi, dan segala peristiwa merupakan jalan-jalan terjal yang harus tetap dinikmati, buah kesabaran yang dihasilkan akan sangat manis, terutama bertambah eratnya cinta kasih dalam keluarga.
Seraya melafadzkan ayatul kursi, yang betapa indah makna-Nya, "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (QS. Al-Baqarah [2] : 255), selanjutnya saya tak sadarkan diri selama beberapa jam hingga tengah malam.
Saat masih terbaring pertama kali sadar diri, terasa kepalaku sakit sekali, belum pernah sesakit itu, sehingga begitu pasrahnya diriku berharap ending hidup ini bisa khusnul khotimah, kucoba terus berdzikir sambil terlintas ingatan tentang kakak kelasku yang telah pergi mendahului beberapa tahun lalu. Kuingat, beliau adalah muslimah tetanggaku, baru saja beliau lega diwisuda, baru mau usai PTT dan menjadi dokter, tiba-tiba di suatu malam ia sakit dan harus ke emergency, ternyata Allah SWT berkenan memanggilnya ‘pulang’, Innalillahi wa inna ilaihi roji`uun. Sehingga kupikir di kala berbaring itu, "oooh, mbak sholihat… mungkin sebentar lagi kita bertemu yah…", dan rasa pasrah pada Sang Pemilik kita memang membuat kenyamanan hati tersendiri, insya Allah.
Akhirnya sang perawat memberikan tiga butir obat, mungkin salah satunya obat tidur, selanjutnya Saya meminta panggilkan suamiku. Ia membawakan kerudungku, lalu membantu perawat saat mendorong tempat tidurku ke ruang perawatan. Dalam keadaan masih setengah sadar itu, saya berbicara via telepon dengan orang tua dan kakakku di tanah air. Dan detik selanjutnya, betapa terharunya melihat sahabat-sahabat di Bangkok sudah berkumpul mengitari tempat tidurku.
Ukhuwah islamiyah memang indah, lihatlah, sahabat-sahabatku itu merelakan waktu tidurnya buat menunggui di ruang operasi, ingin memastikan kondisiku baik-baik saja. Kemudian menolong kami dengan banyak hal, termasuk membawa sulungku agar menginap di rumah mbak Kania, serta memberikan saran sebagai solusi atas problema yang kami hadapi. Dalam firmanNya, "Dan (Allahlah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Anfaal [8] : 63)
Semua rencana berubah, esoknya jadwal pesawatku ditunda, suamiku harus berangkat terlebih dahulu, Saya tetap di rumah sakit dan sisa hari selanjutnya menginap di appartemen seorang teman. Saya dan si kecil akhirnya bertemu lagi setelah empat hari kemudian, kami bersama membaca hasil pemeriksaan terhadap si adek bayi, kemudian pergi ke pemakaman muslim. Saat melihat tanah pekuburan dan menatap ratusan gundukan tanah itu, air mata ini memang tak tertahan, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. " (QS. Al-Anbiya` [21] : 35).
Duhai Robbi, Hanya Kepada-Mu kami berserah diri. Sungguh mudah bagi-Mu menetapkan segala sesuatu, mengubah segala sesuatu, menciptakan dan memusnahkan segala sesuatu.
Kita mendapatkan hadiah terbaik berupa hari ini, nikmat iman dan kesehatan yang sangat mahal. Hari esok adalah misteri, dan skenario-Nya memang kisah terbaik. Kalau kalian sedang berduka saat ini atas sesuatu yang ‘batal didapatkan’, atau karena hilangnya ‘sesuatu itu’, maka yakinlah esok hari kalian pasti tersenyum bahagia karena sesuatu yang batal itu bukanlah ‘tidak diberikanNYA’, melainkan Allah SWT melimpahkan segalanya di waktu yang paling tepat, tempat yang tepat serta segala kondisi dan ‘sesuatu yang paling cantik’ dari sekedar penilaian kasat mata kita sebagai seorang insan. Subhanalloh…
Begitu pula saat bayiku dipanggilNYA kembali, ternyata adiknya lahir setahun kemudian, dengan PHL (Perkiraan Hari Lahir) yang sama dengannya, seolah kami ditugaskan menunggu 1 tahun lagi untuk menimang bayi kembali. Salut pada-Mu, Ya Allah…
Beberapa bulan di Kuala Lumpur, saya memperoleh kabar mengejutkan kembali. Salah seorang teman kecilku, yang biasanya mengirimkan sms dan email, yang dulu sewaktu SD sering berbagi bekal makanan di sekolah, tiba-tiba mengirim berita, "Ri… Kapan yah pulang kampung? Cepatlah kita atur reunian, euy… Siap-siap juga yah, bulan depan kukirim undangan, dah siap married nih, bu`…", tulisnya.
Kubalas teks smsnya, "Alhamdulillah, nanti insya Allah kukabari pas pulang. Oke, syukurlah cepat nyusul, semoga lancar-lancar yah…", dia masih membalas, katanya sedang membuat akun di suatu situs jaringan sosial, dan minta di-add.
Namun kok sudah sebulan belum juga ada kabar undangannya, aku masih berpikir, mungkin dia lupa karena pasti sibuk sekali, tapi kan kakakku sekantor dengannya, bisa jadi kakakku yang menginformasikan berita tentangnya. Akun jejaring sosialnya pun belum nge-add akunku.
Dan setelah tiga bulan berlalu, kutelpon nomor HP-nya, kupikir mungkin saja ia usai berbulan madu, mau ngucapin selamat dulu nih… Ternyata…
"halo, Assalamu`alaykum…", sapaku.
"Wa`alaykumussalaam…", jawab yang di seberang. Ternyata yang mengangkat adalah kakaknya Fulan, temanku itu. Dan ternyata saya menerima kejutan kembali, si Fulan telah meninggal dunia beberapa minggu lalu, Innalillahi wa inna ilaihi roji`uun. Ia mengalami kecelakaan tragis dan tewas di tempat kerjanya. Padahal, sebulan sebelum meninggal, tanggal dan tempat acara telah ditentukan, undangan pernikahannya telah disebar, 90% urusan resepsi pernikahan telah diselesaikan. Namun Allah SWT memiliki ketetapan, tiada seorang pun yang dapat menghalangi segala kuasaNYA.
Subhanalloh, saat melanjutkan obrolan dengan kakak si Fulan pun, pikiranku sambil melayang tentang seorang teman kampus, sebut saja Lenny. Dahulu Lenny punya keluarga utuh, mama-papa dan dua adik. Suatu ketika mereka sekeluarga akan berlibur, namun saat tanggal liburan tiba, Lenny terpaksa tidak jadi ikut, selain harus mengikuti ujian susulan, ia juga masih dalam tahap penyembuhan setelah beberapa minggu sakit. Maka tante dan om–nya yang menemani selama liburan itu, keluarganya tetap berangkat liburan, ke luar negeri. Ternyata, kecelakaan pesawat menimpa, dalam sekejap saja, Lenny menerima berita bahwa dirinya ditinggal ‘sendiri’, mama-papa dan dua adiknya meninggal dunia saat kecelakaan tersebut. Lenny… Allah SWT menitipkan ujian hidup yang berat buatmu, namun pasti memang inilah skenario terindah-Nya. Kulihat selama ini pun, memang dirimu adalah sosok yang sabar dan sholihat.
Teman kita lainnya pun memiliki ‘hadiah ujian’ masing-masing yang berbeda-beda, ada yang kehilangan bayi mungil, anak-anak, serta pasangan hidupnya saat tragedi tsunami enam tahun lalu. Ada pula yang berencana memiliki banyak momongan, namun ternyata bayi-bayinya berkali-kali dipanggil Allah SWT sebelum melahirkan. Juga salah satu sahabat dekatku, yang hanya memiliki satu abang, yang sangat akrab dengan abangnya itu. Suatu hari ia ‘janjian’ ingin jalan-jalan dengan si abang, ditunggu-tunggu sekian jam, abangnya belum menjemputnya dari sekolah. Akhirnya ia pulang naik angkot, dulu belum ada handphone. Saat tiba di rumah, tak ada orang. Tetangga mengabarkan bahwa orang tuanya di rumah sakit, segera ia menyusul. Di rumah sakit, ia berurai air mata, abang terkasih sudah tiada, meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas saat akan menjemput sang adik. Sekarang ia menjadi anak tunggal, seringkali masih kangen dengan si abang.
Subhanalloh, mereka semua bisa tabah dan ikhlas melewati peristiwa ‘berubahnya rencana-rencana dalam alur hidup’ karena memang Allah SWT yang punya HAK total untuk menetapkan segala sesuatu. Di zaman Rasulullah SAW pun, seringkali adanya kejutan-kejutan atas skenario-Nya, termasuk saat pertama kali baginda SAW menerima wahyu, kala itu beliau SAW bertafakur di Gua Hira. Allah SWT menitipkan amanah berat kepada beliau untuk menyampaikan agama Allah kepada umat manusia, sampai-sampai baginda SAW gemetar dan memerlukan waktu untuk mengkaji apa yang terjadi di depan matanya. Juga saat peristiwa hijrah lainnya, peristiwa isra` mi`raj yang di luar jangkauan pikir manusia.
Dan kita ‘hanya tinggal mudah’ melaksanakan perintah-Nya dan sunnah rasul-Nya, seharusnya Sami`na wa atho`na (Kami mendengar dan kami taati), Ghufronaka Rabbana Wa ilaikal Mashir (Ampunkan kami Ya Rabb dan kepada-Mu-lah kami akan kembali), namun masih saja sering merasa sulit akibat malas. Semoga dengan ‘semua peristiwa ujianNya’, bertambah kadar keimanan kita, dan tersingkir segala kemalasan itu. Amiin ya Robb.
Ada ayat-Nya yang selalu hadir di hati ini, Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha … Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… (silahkan lanjutkan buka tafsir QS. Al-Baqarah [2] : 286).
Serta rasa optimis mengiringi langkah bahwa Allah SWT pasti membimbing kita, semoga kita dikumpulkan bersama golongan orang sholeh, orang beriman yang berada dalam barisan Rasulullah Sallahu ‘Alaihi Wasallam, amiin.
Imam Al Bukhari meriwayatkan Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melain-kan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu."
Dalam hadits lain beliau SAW bersabda, "Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa."
Wallohu`alam, Semoga tetap optimis.
(bidadari_Azzam, Krakow, awal 1432 H)