Di ujung senja
Dahulu tampak keramaian di pesisir pantai
Menanti mentari tenggelam tanda sya’ban usai
Berbondong-bondong menyambut tarawih pertama nan syahdu
Episode berlalu
Kelopak mataku masih mengenang sapaan senja
Tatkala bersorak-sorai bersama teman-teman
Berlomba merapikan sajadah seraya sibuk berceloteh
Tentang menu sahur yang diimpikan
Tentang tugas catatan ceramah dari pak guru
Tentang cita-cita ‘Pol puasa sebulan’
Tentang mukena baru atau baju lebaran
Di ujung senja
Awal bulan mulia memang selalu syahdu
Lambaian nyiur serta sepoi angin
Menambah getar-getar rindu
Episode bersama sosok sahabat sejati
Memanggul tas usang penuh buku
Antrian panjang untuk segelas sup buah segar
Menu berbuka andalan selain nasi pecel sepiring berdua
Usai tarawih lanjutkan tugas skripsi
Tidur malam sekejap saja
Tilawah bersama menanti adzan subuh
Lalu berkutat kembali pada jadwal anak kampus
Di ujung senja
Berbeda masa nan tetap indah
Bocah tampan penambah erat cinta
Ingatkan diri telah menjadi sosok orang tua
Episode merangkul para jundi
Berpuasa penuh dan bangga memiliki ramadhan
Makin bahagia ketika tangan tak lagi di bawah
Tak ada baju baru lebaran ataupun menu istimewa
Kecuali memperbarui hati dan introspeksi diri
Tetangga nun jauh tetap didekap
Sekumpulan yatim yang ayahnya ditembak mati atau diculik lalu disiksa
Dengan label ‘teroris’ penuh cacian
Terkuak berita ‘kecil’ dari sosok rakyat jelata nan kehilangan nyawa
Serangan fitnah (lagi-lagi) atas label teroris
Sementara para penguasa makin sewenang-wenang
Bermain ‘catur’ skenario tipuan buat riuhnya pertiwi
Episode memuakkan ketika harus menjadi penonton
Para ‘teroris’ terus-terusan difitnah dan dipendam dalam tanah
Dikubur hidup-hidup dengan siasat adu domba antar-saudara
Sedangkan para pembunuh berantai alias koruptor terlaknat tetap bebas
Para perampok rakyat alias srigala berbulu kambing makin bermegah-megahan
Tertawa dengan topeng bopengnya
Jua terbahak saja dengan nasib pewaris negeri
Termasuk tawa ejekan pada para ‘teroris’ yang telah jadi tumbal
Di ujung senja
Episode senja pasti berakhir
Terkenang selalu bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam berwasiat,
Ambillah lima perkara sebelum lima perkara
Waktu muda sebelum tua, sehat sebelum sakit,
Masa kaya sebelum fakir, masa luang sebelum sibuk,
Masa hidup sebelum datang kematian
Segala episode harus berbalut manfaat
Sambutan penghujung senja masing-masing kalbu adalah berbeda
Gembira karena curahan hidayah-Nya
Ataukah penuh gerutu dan penyesalan atas terbuangnya masa
Senyum cerah atas genggaman bekal perjalanan dunia
Ataukah hanya tersisa kerutan dahi jua bibir cemberut nan keriput
Tanyakan kejujuran nurani
Cinta akhirat ataukah takut mati
Menapaki episode senja bahagia ataukah galau diri
Duhai Sang Maha Pemilik Jiwa
Curahilah hidayah di segala masa dalam perjalanan kami
Berkahilah episode senja mulia awal ramadhan ini
Berharap kualitas pribadi kian bermakna
Setiap ramadhan terkenang akan kata-kata sang bapak kepada putrinya, suatu senja, “Tamu agung telah datang lagi. Tidak terlupakan semua kenangan. Seindah tahun sembilan belas delapan tiga usai gerhana, bulan berkah berbonus anakku yang baru dilahirkan ibunya.”
Sang anak bertanya, “Siapa tamu agung itu, pak? Dan siapa itu yang jadi bonusnya?” Bapak tersenyum, “Tamu agung itu adalah si bulan mulia, dirindukan seluruh insan, Ramadhan Mubarak! Dan kamulah bonusnya, kamu lahir di bulan mulia itu, sungguh membawa berkah…subhanalloh!”
Seraya memeluk sang bapak, si anak berucap, “Duhai bapak, kehadiran bapak dan ibuku lah yang merupakan nikmat dan keberkahan yang besar buatku…”, sungguh indah kasih sayang-Mu.
(bidadari_Azzam @Krakow, jelang subuh 27 juli 2011)