Pagi itu saya hendak berkunjung ke rumah seorang sahabat. Ketika saya sampai di rumahnya, penghuni rumahnya mengatakan bahwa dia sedang pergi untuk sementara waktu dan saya diminta menunggu di dalam rumah. Belum kaki ini beranjak masuk, lewat beberapa sahabat yang lain. Akhirnya terjadilah pembicaraan di jalanan depan rumah sahabat saya itu. Kebetulan jalan itu tidak begitu ramai dan sedikit orang yang melewati jalan itu, jadi kami leluasa ngobrol sambil berdiri. Perjumpaan dengan sahabat adalah sebuah kenikmatan tersendiri, terlebih jika mereka adalah orang-orang yang sibuk dan lama tidak bertemu. Wajarlah, jika di manapun saya bertemu, selalu saja ingin mengobrolnya langsung di tempat. Sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa masing-masing kami bisa silaturahim ke rumah di kemudian hari.
Tidak lama kami ngobrol, datanglah seorang pemuda bersepeda motor. Saya pikir dia hendak berkunjung ke rumah sahabat saya itu ternyata ia hendak berkunjung ke rumah sebelahnya. Sepintas saya perhatikan dia membawa dagangan berupa susu kedelai yang ditaruh di kantong plastik besar depan tempat duduknya. Setelah saya pastikan, memang benar adanya. Rupanya dia sedang mengantarkan susu kedelai itu ke rumah-rumah yang menjadi pelanggannya. Diam-diam saya salut kepadanya, ia menjalani profesi yang bisa jadi orang segan melakukannya karena gengsi. Terlebih ia terlihat sangat muda (seusia mahasiswa), dan biasanya mereka lebih minat bekerja di kantoran dibanding harus berusaha sendiri.
Sebelum dia beranjak pergi, saya menghentikannya karena saya juga berminat terhadap susu kedelainya itu. Saya membeli empat plastik untuk saya bawa pulang buat anak-anak di rumah. Kami pun mengobrol seputar produk susu kedelai, di mana dia beli bahan bakunya, bagaimana cara mengolahnya, dan hal-hal singkat lainnya. Hal yang di luar perkiraan saya, di akhir perjumpaan dia menanyakan profil saya agak detail dan meminta alamat dan nomor handphone saya. Dia berujar Insya Allah akan silaturahim ke rumah saya beberapa hari ke depan.
Dua hari kemudian, pada malam hari yang basah sehabis hujan pada sore harinya, dia berkunjung ke rumah saya setelah mengkonfirmasi lewat SMS. Dia datang dengan penampilan rapi dan ber-tas, sepatunya mengkilat, berbeda sekali dengan penampilan ketika sedang mengantarkan susu kedelai ke rumah-rumah waktu itu. Sepeda motornya ingin ia masukkan ke dalam pagar. Itu adalah isyarat bahwa ia ingin berbicara agak lama. Saya persilahkan ia memasuki ruangan yang terpisah dari ruangan keluarga dan tempat isteri menerima tamu yang masih datang. Saya suguhi dia dengan jamuan seadanya berupa sirup dan biskuit sebagai teman mengobrol.
Dari pembicaraan malam itu, tahulah saya bahwa ia memang masih berusia sangat muda. Tahun 2004 lalu dia baru lulus SMA di kota Tegal dan tahun 2006 dia hijrah ke Bekasi dan mengontrak rumah sendirian di perumahan Bukit Kencana. Dia bercerita bahwa sejak SMA dia bercita-cita ingin menjadi pengusaha. Dia sama sekali tidak berminat menjadi seorang karyawan. Keinginannya itu tentu berbeda dengan teman-temannya yang ingin menjadi dokter, insinyur, dosen, dan lain-lain. Kemudian ia dipertemukan dengan seorang kawan yang memiliki pemikiran yang sama seperti dia, dan kawannya itu banyak meminjamkan buku-buku pembangkit semangat berwirausaha seperti “Rich Dad Poor Dad” dan “Cash Flow Quadran” karangan Robert T. Kiyosaki.
Ia ingin mengenalkan konsep ‘personal franchising’ dari suatu produk yang dijual dengan cara multilevel marketing. Saya pun mendengarkan presentasinya dari awal hingga akhir. Dia menyajikannya secara singkat dan mempersilahkan saya datang ke OPP (open plan presentation) yang diadakan secara berkala oleh jaringannya.
Bagi saya yang sudah cukup memahami isi materi prensentasi, apa yang disampaikannya bermanfaat menyegarkan saya kembali tentang prinsip-prinsip kebebasan financial ala Robert T. Kiyosaki. Saya diingatkan tentang ‘Cash Flow Quadran’ dan pentingnya membangun bisnis sejak dini yang harus segera dimulai saat ini juga. Namun yang lebih menarik untuk menjadi perenungan saya adalah semangat presentasi yang ditunjukkannya itu. Saya sangat menghargai semangatnya yang begitu menyala-nyala dan membangkitkan optimisme.
Apakah rahasianya? Dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah sekedar upaya, sedangkan hasilnya Allah-lah yang menentukan. Terbukanya rezeki dan jalan keluar dia sadari terkadang muncul bukan dari bisnis yang dia presentasikan sekarang, bisa jadi dari jalan lain yang tidak disangka-sangka. Pengalaman membuktikan, banyak orang pemasaran yang sukses di bidang lain.
Oleh karenanya, presentasi yang rutin dia jalani, tidak ubahnya orang bekerja, meski ia tidak memperoleh hasil secara langsung, suatu ketika Allah Swt akan memberikan hasil, baik lewat usaha ini, usaha susu kedelainya, atau usaha yang lain.
***
Tatkala menyaksikan fenomena kelemahan yang terjadi pada upaya penyebaran kebaikan, saya berpikir, alangkah indahnya jika semangat yang ditunjukkan oleh penjual susu kedelai itu dipadukan dengan tujuan strategis dakwah memperbaiki umat. Penyebaran kebajikan Insya Allah akan melesat lebih cepat seiring dengan makin banyaknya manusia mendapatkan hidayah Islam. Namun, seringkali Allah menciptakan hal-hal yang berlawanan sebagai ujian bagi keimanan.
Kedatangan pemuda penjual susu kedelai itu, yang menawarkan bisnisnya dengan penuh semangat itu mengingatkan saya untuk tetap bekerja dengan visi jangka panjang, artinya jika saya sungguh-sungguh bekerja, suatu ketika kelak saya akan menikmati hasil kerja saya karena Allah Swt maha melihat dengan apa yang saya kerjakan. Penjual susu kedelai itu bekerja tiada mengenal lelah membangun jaringan yang bisa jadi akan dinikmatinya dua atau tiga tahun ke depan, boleh jadi akan lebih lama dari itu. Tetapi meski demikian lama, ia yakin apa yang dicitakan akan membuahkan hasil. Jika bukan dari bisnis itu pasti dari bisnis yang lain.
Nah, bekerja di jalan Allah juga memiliki watak demikian. Kerjanya akan melelahkan dan boleh jadi kita tidak akan pernah menikmati hasilnya. Tetapi yakinlah bahwa Allah akan memberikan hasil yang lain, antara lain keberkahan hidup di dunia dan balasan pahala di akhirat kelak.
Waallahu’alam (rizqon_ak @eramuslim. Com)