Betapa Saya Sering Mempermainkan-Nya

Aku hanya bisa menangis dan terus menangis.. ketika sesal datang terlambat, ketika waktu kubuang sia-sia.

Ya Rabb ampuni aku.. betapa hambamu yang hina ini berulang kali mempermainkanmu..

Malam itu seperti biasa, saat harus tergesa-gesa mempersiapkan dinner untuk sang majikan, belum lagi bunyi bell rumah memaksaku berlari-lari untuk membukakan pintu untuk si tuan rumah..dan.. ASTAGHFIRULLaaHAL ‘AZIM pandanganku nanar, jantungku berdegug kencang seakan tak percaya dengan penglihatan ini. Anak perempuan majikanku dengan sempurna membopong seekor puppy dengan raut muka memelas.. "Puppy ini telah terlantar karena dibuang oleh pemiliknya.."

Ya Alloh..cobaan apalagi ini..

Aku kembali sibuk dengan masakanku yang harus segera terhidang tanpa pedulikan "member baru" yang baru datang itu. Namun pikiranku sudah tidak terfocus ke kerjaan aku lagi. Hanya bibir yang selalu mengucap istighfar untuk meredakan emosi dihati..

"Des..bagaimana menurutmu dengan puppy itu? Kami ingin merawatnya karena dia begitu kasihan dibuang oleh pemiliknya." Itu kalimat pertama yang kudengar setelah serentetan adegan mesra mereka dengan member barunya itu ketika bermain diruang makan. Aku tidak menghentikan cucian piringku walau akhirnya akupun angkat bicara.

Aku yakin nyonyaku mampu membaca raut mukaku saat itu yang begitu sedih dan tidak suka dengan keputusannya itu. "Apakah saya diberi opsi lain tentang keputusan yang telah kalian ambil itu? Bukankah saya juga telah memohon bahkan sambil menangis sebelumnya terhadap anda tentang penolakan saya atas ide merawat anjing di dalam rumah ini? Lupakah anda ketika saya sampaikan dasar penolakan saya ini semata-mata karena agama saya tidak mengizinkan akan hal itu?"

Mataku kualihkan lagi ke cucian piring yang masih memenuhi wash bassin untuk mengatur emosi agar jangan sampai menyakiti lawan bicaraku. Pelan tapi pasti kulanjutkan kalimatku. Dengan kemampuan bahasa cantonese dan inggrisku yang sama sekali tidak terdengar indah untuk dipadu padankan, kujelaskan dengan dalil-dalil yang pernah aku baca dan dengar. "Jawaban saya masih sama, saya tidak pernah OK dengan ide kalian itu. Tapi bila anda sebagai majikan merasa berkuasa atas segalanya, semuanya terserah anda. Tapi pinta saya jangan pernah sekalipun anjing itu masuk kamar pribadi saya, dan saya akan selalu berusaha agar tidak ada kontak langsung dengan anjing itu meskipun saya diharuskan merawatnya." Wajah nyonyaku sedikit kecewa demi mendengar penjelasanku, tapi aku tidak perduli. Aku hanya ingin meyakinkan bahwa tidak ada tawar menawar tentang apa yang selama ini kuyakini.

Malam itu kuhiasi dongeng tidurku dengan tangis sesal yang tak tahu entah sampai berapa jam akhirnya aku pun tertidur. Yah penyesalan yang selalu datang terlambat. Ketika waktu masih terasa begitu banyak seharusnya kugunakan beribadah malah sebaliknya aku sia-siakan begitu saja. Sebait do’a kuselipkan sebelum mati kecil menjemputku.. semoga Alloh Subhana Wata’ala mengampuniku setelah berulang kali juga aku mempermainkan ibadahku terhadap-Nya.

Alhamdulillahi robbil ‘alamin.. Untuk kesekian kalinya Alloh Subhana Wata’ala memperlihatkan kasih sayang-Nya dalam hidupku. Entah penyakit apa yang diderita anjing itu atau mungkin semacam trauma setelah perlakuan tuannya terhadap anjing itu sehingga membuatnya mengindap semacam amnesia atau mungkin seperti komentar anak majikan kalau anjing itu punya penyakit "short memory." Toh aku tidak peduli. Karena yang terjadi keesokan harinya anjing itu sama sekali tidak mengenali majikanku lagi, bahkan saat diajak ermain pun anjing itu lari ketakutan. Hal itu masih berlangsung sampai hari ke-3. Lantas dengan pertimbangan itu pula akhirnya mereka memutuskan untuk memberikan anjing itu kerumah neneknya saja.

Alhamdulillah ya Rabb.. engkau masih memberikan kesempatan hamba untuk memperbaiki diri ini.. agar lebih menghargai waktu.. dan agar tidak lagi berani mempermainkan-Mu dalam ibadahku.
Semoga hidayah-Mu tidak akan pernah berhenti memenuhi hatiku yang selalu merindukan kasih-Mu.. Amin