Hari itu, putra sulung kami datang dari sekolah dengan membawa sepucuk surat. Dengan mata bersinar dan wajah berseri-seri, ia mengatakan bahwa ia dan kawan-kawannya akan diajak Cik gu (panggilan anak-anak Malaysia untuk guru) berkunjung ke Kuala Lumpur City Center (KLCC). Saya pun segera membuka surat yang diberikan. Benar saja. Dua minggu dari tanggal surat, mereka dijadwalkan akan berangkat study visit. Spontan saya bertanya kepadanya.
“Abang, mau ikut?”
Tanpa ragu, ia mengangguk. Saya pun setuju, setelah sebelumnya menelepon si ayah. Sementara bocah enam tahun itu, berteriak senang karena keinginannya dikabulkan.
Keputusan untuk melepas anak seumuran dia tanpa pengawalan kami di tempat seramai KLCC tentu bukan hal mudah. Jika kami belum memiliki pengalaman sebelumnya, mungkin, kami juga tak akan memberikan izin itu padanya. Tapi, Alhamdulillah, semua sudah dimulai sejak ia berusia 3 tahunan. Kala itu, untuk pertama kalinya, sekolah pertamanya di Bandung memberikan surat pemberitahuan tentang adanya study visit. Tidak jauh memang, hanya ke pinggir kota.
Namun saya sangat berkeberatan dengan program tersebut. Bagaimana mungkin, beberapa orang dewasa dapat mengawasi anak-anak dengan jumlah yang jauh lebih besar dari mereka? Menurut pengalaman saya selama di keramaian, mengawasi satu anak saja sulitnya bukan main. Apalagi jika sampai puluhan anak. Wow! Jangan-jangan ada yang tidak terawasi, lantas ada yang celaka, jatuh… atau bahkan hilang! Naudzubillah! Saya pun mendatangi pihak sekolah. Mereka memahami kekhawatiran saya lantas menyatakan bahwa, insya Allah, mereka sudah berpengalaman dan program tersebut aman.
Bukannya tidak percaya dengan pihak sekolah, saya pun berinisiatif untuk mendampingi mereka. Hari itu, ternyata waktu saya malah kurang efektif. Saya lebih sering duduk manis atau menjadi penonton ketika anak-anak dengan ceria bermain bersama dan mengikuti kegiatan dengan tertib. Dari sanalah, terbangun rasa percaya yang cukup tinggi kepada pihak sekolah. Maka, ketika program serupa diadakan untuk kali berikutnya, saya pun tak lagi was-was. Bukankah anak-anak sangat menurut kepada perkataan gurunya?
Pun kali ini. Memang, perjalanan yang akan ditempuh tidak sebentar. Jika lancar, dari Johor ke Kuala Lumpur, diperlukan waktu sekira empat jam dengan bus, lewat tol panjang. Dalam agenda yang disusun, mereka akan berangkat pukul 06.30 dan kembali pukul 22.30 waktu Johor. Dan memang, kunjungannya kali ini bukan ke kebun strawberi atau kebun binatang, yang notabene lebih sepi. Melainkan ke KLCC, sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Malaysia. Di sana, mereka akan ke Galeri Sains Petroleum, Petrosains KLCC dan ke Aquaria KLCC, semacam sea world di Ancol.
Meskipun demikian, tak jarang timbul rasa khawatir dalam hati saya. Takut perjalanan mereka tidak lancar. Takut terjadi apa-apa dengan buah hati saya akibat keramaian di sana. Tapi kemudian rasa itu segera saya tepis dan buang jauh-jauh. Bukankah kekhawatiran itu datangnya dari bisikan syaitan? Maka saya pun memperbanyak berdoa, berlindung kepada Allah atas pikiran dan kejadian yang buruk.
Saya yakini bahwa mereka adalah para mujahid dan mujahidah kecil. Yang selalu ingin tahu dengan hal baru. Yang perlu terus menambah wawasan, menambah ilmu. Sebagai bekal di masa depan, kehidupan yang pasti tidak mudah.
Jadilah saya mengantarnya pagi itu. Selepas subuh, kami berdua berboncengan, dari flat menuju Tadika Ihsan, TK tempat ia bersekolah. Setelah beberapa saat menunggu, bus yang akan mengangkut mereka pun datang. Terus terang, ada kesedihan di hati saya saat melihatnya naik bus, lantas melambaikan tangan mungilnya kepada saya. Cepat-cepat saya kuatkan hati agar air mata saya tidak menetes. Karena jika sampai hal itu terjadi, usaha saya menguatkan hatinya akan sia-sia.
Dua hari sebelumnya, ia sempat ragu untuk pergi. Mungkin karena tak ada satu kawan pun dari Indonesia yang ikut, mungkin juga karena ia sudah semakin besar sehingga sudah memiliki ketakutan untuk berpisah dengan saya.
Seharian menunggunya, saya kembali mengisi dengan banyak berdoa. Saya pasrahkan penjagaannya kepada Allah, Dzat Yang Maha Waspada. Karena seketat apa pun saya menjaganya, berusaha melindunginya, tentu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan penjagaan Sang Pemilik. Allah, dengan kewaspadaan-Nya yang tidak tertembus oleh setitik pun bahaya, adalah sebaik-baik penjaga. Jika mengingat hal ini, maka hati saya kembali tenang.
Tak lupa, beberapa kali saya menelepon Cik Gu untuk memastikan semua baik-baik saja.
***
Menjelang Subuh, saya sudah mendapatinya tertidur pulas di samping saya. Alhamdulillah. Rupanya semalam saya tertidur saat menunggunya datang. Dan si Ayah yang menjemputnya.
Begitu saya beranjak bangun, ia pun ikut terbangun. Sembari senyum, ia menyapa saya.
“Ma… Iq dah datang. Alhamdulillah, ya. Iq lihat ikan banyak sekali, Ma! Ada ikan hiu… ikan pari… “ ia pun mulai bercerita. Dan ketika ia menghentikan ceritanya, saya berkata, “Alhamdulillah, bertambah satu lagi ilmumu, Nak!”
Buat Ibu-Ibu U8: Terima kasih doanya!