Jangan kaget atau heran, kalau suatu hari Anda melihat seorang gadis belia tengah membersihkan mushola di kawasan Depok, Jawa Barat. Anda hanya perlu mendekat dan tanyakan kepadanya perihal yang dikerjakannya. "Saya membersihkan mushola agar bisa gratis sekolah," ujar Rani tanpa malu-malu.
Ya, Rani memang tak pernah malu untuk mengerjakan hal itu. Baginya, membersihkan mushola adalah pekerjaan mulia. Selain, Insya Allah, mendapatkan pahala, Rani juga mendapatkan apa yang selama ini menjadi rintangan terbesar dirinya untuk mengenyam pendidikan. Dengan pekerjaan itulah Rani mendapatkan imbalan yang membuatnya sering bersyukur, ia dibebaskan dari kewajiban membayar uang sekolah. Karena mushola tersebut adalah mushola milik sekolah tempat ia belajar.
Rani, 16 tahun, gadis kecil yang mampu menyingkirkan rasa malunya dari teman-teman sekolahnya lantaran menjadi pembersih mushola sekolah. Berbeda dengan teman-temannya yang masih mendapat sokongan dari orangtuanya baik uang sekolah maupun uang saku untuk jajan, Rani tak pernah mencicipinya. Rani sadar betul, orangtuanya tergolong tak mampu, maka untuk tetap bersekolah, ia harus melakukan sesuatu. Awalnya Rani tak tahu, sampai akhirnya pihak sekolah menawarkan satu pekerjaan dengan imbalan gratis biaya sekolah. Jadilah Rani sang pembersih mushola. Dan ia senang melakukannya.
Jangan pernah tanya berapa uang saku Rani untuk jajan di sekolah. Karena untuk ongkos pulang pergi ke sekolah yang berjarak 5 km dari rumahnya pun Rani tak punya. Ia harus berangkat lebih awal agar tak terlambat berjalan kaki ke sekolahnya. Alhasil, tidak jarang pakaian seragamnya basah oleh peluh setibanya di sekolah. Pulang ke rumah pun demikian. Setelah membersihkan mushola, ia kembali ke rumah tetap dengan berjalan kaki.
Rani tak pernah bersedih, apalagi menyesali nasibnya. Ia merasa harus tetap berjuang. Mungkin Rani tak pernah tahu, bahwa jalan yang tengah ditempuhnya kini adalah jalan yang pernah dilalui orang-orang sukses terdahulu. Tak pernah ada orang sukses tanpa mengarungi derasnya ombak kehidupan, dan tak satupun orang meraih sukses tanpa peluh.
Kelak, jika Rani menuai kesuksesannya. Pastilah sulit baginya melupakan terminal-terminal perjalanan hidupnya. Mushola dan sepanjang jalan menuju sekolahnya, juga baju seragam yang sering bersimbah peluh itu, akan senantiasa menjadi kenangan terindah yang tak mungkin terhapus.***