Ruwet.., ya begitulah gambaran transportasi di kota megapolitan yang bernama Jakarta, terlebih lagi pada jam-jam sibuk, seperti pada saat berangkat bekerja, terutama pada jam-jam pulang kantor, di mana keletihan dan stres di tempat kerja bercampur kerinduan tuk bisa cepat beristirahat di rumah sudah sedemikian memuncaknya.
Motor merupakan alat transportasi yang saya gunakan tuk pulang-pergi kerja. Cukup nyaman mengendarainya, terutama menghadapi jalanan kota yang padat dan macet di setiap sisi jalannya.
Salah satu yang paling saya tidak suka yang perlu sama-sama diperhatikan dalam berkendara adalah etika mematuhi peraturan lalu lintas, dan kesopanan.
Menyerobot lajur jalan kendaraan orang (yang berlawanan arah), menerobos lampu merah, memakai jalan trotoar, berkelok-kelok di depan kendaraan orang (zig-zag), dll merupakan pemandangan yang umum. Dan bahkan, karena keumumannya itu, dilakukan secara bersama-sama. Ya, suatu kezaliman yang dilakukan secara berjamaah. Disadari atau tidak, sungguh mereka telah berserikat dalam kemaksiatan.
Kebaikan/Keburukan Tidak Ditentukan oleh Banyak Sedikitnya Pengikut
Terkadang, kita menjadikan banyak-sedikitnya jumlah pengikuti suatu hal sebagai standar kebenaran. Menjadikannya sebagai sebuah justifikasi/pembenaran atas tindakan yang telah kita pahami secara sadar, merupakan hal yang salah. Karena gerombolan massa berduyun-duyun mengerjakan keburukan, maka kita menganggap keburukan itu sebagai suatu hal yang lumrah, dapat ditolerir dan mengubah statusnya menjadi kebenaran umum dan beralih mengikutinya. Astagfirullah hal adzim…
Mentang-mentang semua pada menerobos lampu merah, maka kita memperoleh izin, tuk ikutan menerobos lampu merah? Hanya karena banyak yang mengambil alih jalur kendaraan yang berlawan, maka kita mendapatkan hak tuk menggunakan lajur tersebut? Dan yang lebih umum lagi, karena semua orang korupsi, maka korupsi menjadi suatu hal yang boleh? Karena suap menjadi pemandangan umum, maka keterlibatan kita dalam perkara suap menjadi suatu hal yang diperkenankan?
Sungguh tidak demikian. Kebenaran itu tetap adanya, meskipun sedikit pengikutnya. Di situlah letak ujian integritas seorang muslim di tengah pergolakan arus umum kebatilan, di tengah godaan dan tawaran yang menggiurkan.
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 249)
Jangan turuti nafsumu, menjadi bagian dari Perhimpunan Ahli Maksiat. Bersabarlah, dan kuatkanlah kesabaranmu. Berhimpunlah dan berserikatlah, bersama orang-orang yang menyakini janji-Nya.
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (١٤)
Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (QS. Al-Waaqi’ah: 10-14)
——–
Jakarta, 6 Maret 2008 *Yang sedang mencari teman tuk berserikat dalam kebaikan:)