Beberapa minggu menjelang, aku bertemu dengan seorang rekan usaha. Sewaktu kami sedang asyik ngobrol, tiba tiba rekanku itu menerima telepon,
“Pak Fulan, apa kabar …?” Jawabnya, dan berlanjut dengan obrolan urusan pekerjaan.
Di akhir pembicaraan, di seberang telepon terdengar, “mas, tolong dikirimkan ‘yang biasa’ ke hotel ini, rang saya di …., sekarang ya! lagi lelah dan tegangan tinggi nih! Saya enggak kuat nahannya. Ya sekitar jam 11 malam deh, aku tunggu ya …? Pintanya”.
“Siap Pak, beres semuanya.” ujar rekanku sambil menutup pembicaraan teleponnya.
Aku merasa kenal dengan sebutan nama yang menelepon rekanku itu, tak sabar aku bertanya, “itu pak Fulan si Sang Direktur?” tanyaku.
“Betul, dia memang selalu minta gituan kalau sedang di sini, gue nih yang jadi repot nyariin ‘yang Biasa’ nya,” ujar rekanku.
Terbayang olehku bagaimana wajah isterinya yang begitu sangat yakin atas kesetiaan Sang Direktur. Tak di sangka bahwa “Sang Direktur” termasuk salah satu pelaku dari pergaulan ilegal. Aku segera tutup masalahnya, dan berlalu dari rekanku tadi.
Lain lagi cerita klien bisnisku yang lain. Dan aku yakin dengan mata kepalaku sendiri, dia selalu berujar kepada ku pada dua atau tiga kali kunjungan ke luar kota atau pun ke luar negeri bilamana bersama dengannya, “Aduh gue tak tahan nih, gue harus nyari nih. Gue pusing kalau di luar kota gini, mau bertualang ah! Mungkin orang jepang, asyik kali ya, beda rasanya nih, atau mungkin orang Itali asyik ya,” begitu seterusnya. Dan itu selalu ia realisasikan pada penghujung malamnya, kutahu setelah dia bercerita pada keesokan paginya.