Setelah makan siang di warung dekat pasar, Puji mengajak saya untuk melihat baju Roma. Roma merupakan singkatan dari Rombeng Malaysia, istilah untuk menyebut Pakaian dan tekstile bekas yang diimpor dari luar negeri.
Tak seperti namanya, Rombeng Malaysia tak hanya barang bekas yang berasal dari Malaysia saja. Bisa jadi berasal dari Hongkong, Singapura atau Malaysia, namun tetap saja dinamakan Roma alias Rombeng Malaysia. Isinya bermacam-macam tekstile seperti baju, handuk, gordyn, sprei, bedcover, kadang ada juga tas, yang jelas semuanya bekas dipakai orang lain. Barang-barang yang di negri asalnya sudah dibuang oleh pemiliknya, namun di Indonesia masih laku dijual dengan harga yang bervariasi tergantung kondisinya.
Dengan perasaan enggan saya turuti permintaannya, sebenarnya saya risih masuk ke toko pakaian bekas. Siapa tahu banyak kuman berkeliaran di antara baju-baju bekas itu. Mungkin juga ada sedikit perasaan gengsi masuk ke toko rombeng, seperti nggak bisa beli baju baru saja. Namanya juga rombeng, meski kualitasnya bagus tetap saja barang bekas. Lebih baik beli baju yang baru meski kualitasnya tidak lebih baik. Begitu pikir saya saat itu
Suatu malam, Puji cerita tentang Ibu angkatnya sebut saja Bu In. Bu In seorang kepala sekolah sebuah SD di Pangkalan Bun. Beliau seorang yang keras dalam mendidik anak, namun selalu bersedia membantu kesulitan orang lain, baik diminta ataupun tidak. Seringkali Puji diminta menemani ibu angkatnya pergi ke Roma dan memilih baju bekas yang masih bagus untuk dibagikan pada saudara dan tetangga. Teman-temannya juga sering nitip untuk dibelikan baju Roma. Karena seringnya, sampai-sampai para pedagang Roma menjadi hafal, bahkan tiap kali ada barang kiriman datang, pedagang roma menelpon bu In. Jadi Bu In bisa milih baju yang bagus-bagus duluan.
Penasaran dengan kebiasaan bu In, Puji pun bertanya:
"Bu, kenapa sih suka beli baju Roma, Padahal ibu kan bisa beli baju yang baru?"
"Puji, kita harus budayakan hidup hemat meskipun hanya untuk beli baju. Di satu sisi kita bisa berhemat dan disisi lain kita dapat memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan. Baju Roma itu kan masih bagus-bagus, setelah dicuci dan disetrika masih pantas diberikan ke orang lain."
Ah, jawaban sederhana namun sangat dalam artinya bagi saya. Jawaban yang menginspirasi saya untuk meruntuhkan kesombongan karena kegengsian dan kerisihan saya terhadap baju Roma. Suatu saat saya harus beli Roma meski hanya sekali saja. Bukan baju mungkin (selain risih kayaknya susah cari ukuran yang pas), tapi bisa aja gordyn atau selimut. Toh setelah itu bisa dicuci dengan air panas atau dilaundry supaya kumannya mati. Sayangnya sampai saat ini keinginan itu belum sempat terlaksana karena saya harus pindah dari Pangkalan Bun ke Palangkaraya. Tapi setidaknya saya tak lagi memandang sebelah mata pada mereka yang membeli baju di Roma, siapa tahu prinsip mereka sama dengan Bu In. Ingin berhemat agar bisa bersedekah, wallahu a’lam.