Oleh: Lidus Yardi , Guru Pendidikan Agama Islam dan Sekretaris Majelis Tabligh PD Muhammadiyah Kuansing, Riau
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka (QS. At Taubah: 111)
DALAM hadits riwayat Ibnu Jarir dikisahkan, seorang sahabat, namanya Abdullah bin Rawahah RA bertanya kepada Rasulullah SAW. Apa saja kewajiban terhadap Tuhanmu dan dirimu yang kamu tetapkan atas diriku? Rasulullah SAW menjawab: “Aku telah menetapkan agar selalu beribadah kepada Tuhan dan tidak syirik dengan apapun. Sedangkan terhadapku, agar selalu menjagaku sebagaimanan kamu menjaga diri dan hartamu”. Ia bertanya lagi: Apa balasanku, jika aku melaksanakan semuanya? Rasulullah SAW menjawab: “Surga balasannya”. Ia lalu berkata: Itu merupakan jual beli yang menguntungkan. Kami takkan membatalkannya (Dr. Ahmad Hatta, MA., Tafsir Alqur’an Perkata, 2009).
Dialog antara Abdullah dengan Rasulullah SAW di atas menjadi sebab turunnya (asbabul al nuzul) firman Allah SWT: Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka (QS. At Taubah: 111). Potongan ayat ini menjelaskan tentang penghargaan Allah SWT terhadap para syuhada. Namun bila dimaknai dalam konteks kehidupan, ayat tersebut menjelaskan proses transaksi atau jual beli antara orang-orang mukmin dengan Allah SWT.
Rukun jual beli dalam ayat tersebut terpenuhi. Pertama, penjual yakni orang-orang mukmin. Kedua, pembeli yakni Allah SWT. Ketiga, barang yang diperjual-belikan. Ayat di atas menjelaskan dua barang yang diperjual-belikan, yaitu diri (anfusahum) dan harta (amwaalahum). Keempat, harganya yaitu surga (jannah). Dan Keenam, harus ada ijab-qabulnya. Melalui ayat 111 surat At Taubah tersebut, sesungguhnya merupakan tawaran dari Allah SWT kepada orang mukmin untuk menjual diri dan harta mereka dengan rela (ikhlas).
Menjual diri kepada Allah SWT adalah dengan cara beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Menjual harta kepada Allah SWT maksudnya membelanjakan atau memanfaatkan harta di jalan Allah SWT seperti berinfak, bersedekah, dan membayar zakat. Semua amalan yang melibatkan diri dan harta ini akan mendatangkan pahala berbalaskan surga. Inilah bentuk bisnis seorang mukmin dalam hidupnya dengan Allah SWT.
Menariknya, dalam jual beli yang menentukan harga barang biasanya penjual dan pembeli yang menawar. Namun, jual beli dengan Allah SWT sebaliknya, pembelilah yang menentukan harga barang dan penjual tidak boleh lari dari harga yang ditawar. Mengapa? Karena pembeli yaitu Allah SWT, telah menawar diri dan harta orang Mukmin dengan harga yang sangat tinggi di dunia dan akhirat, yaitu surga. Orang yang beriman tidak mungkin menawar harga diri dan hartanya dengan harga yang sangat murah berupa neraka.
Ingatlah, tidak semua diri dan harta manusia akan dibeli oleh Allah SWT. Sebagaimana tidak semua barang yang dijual di pasar akan dibeli oleh pengunjung. Diri dan harta yang akan dibeli dengan harga surga adalah, diri dan harta yang suci. Allah SWT mengingatkan: Sungguh beruntung orang-orang yang mensucikan dirinya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (QS. Asy Syams: 9-10).
Allah SWT menyeru: Bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi (QS. Ali Imran: 133). Dan, Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenarnya (QS. At Tahrim: 8). Rasulullah SAW bersabda, Setiap anak Adam (manusia) bersalah, sebaik-baik yang bersalah adalah yang bertobat kepada Allah SWT (HR. Ahmad).
Sedangkan menyangkut harta, Rasulullah SAW mengingatkan: ”Barangsiapa yang mengumpulkan harta haram lalu menyedekahkannya, ia tidak akan mendapatkan pahala darinya dan dosanya dibebankan kepadanya” (HR. Ibnu Hibban). Artinya, harta yang dikumpulkan melalui pekerjaan haram meskipun disedekahkan tidak akan dibeli atau diterima oleh Allah SWT. Sebab, tidak ada konsep kebatilan dicampur dengan kebajikan dalam Islam. Harta yang dibeli oleh Allah SWT adalah harta yang bersih dan suci, alias halal. Halal cara mendapatkannya dan halal dalam pemanfaatannya.
Wallahu A’lam