“Sa, kamu lagi sibuk nulis apa sekarang ini?”
Blarr! Seolah ada sebuah petir menyambar di telingaku manakala kudengar pertanyaan temanku di siang hari kemarin.
Aku bingung mau menjawab apa. Padahal temanku hanyalah menanyakan pertanyaan sederhana dan biasa saling kami lontarkan manakala bertemu. Sebuah kalimat sederhana yang seringkali menjadi penggugah semangat di antara kami.
Lalu, mengapa sekarang pertanyaan itu membuatku bingung? Tidak lain adalah karena ketika temanku bertanya, aku sedang dalam kondisi mandeg menulis. Memang ada banyak keinginan dan ide dalam kepala, namun belum ada satupun yang terealisasikan. Semuanya masih dalam bayang-bayang dan semuanya belum nyata adanya.
Padahal dalam target harianku, selalu ada alokasi waktu untuk menulis. Dan aku selama ini selalu berusaha menetapinya walau kadang mood tidak mendukung. Apalagi jika sedang banyak masalah di kampus. Apabila moodku lagi bagus, aku bisa menulis beberapa halaman dalam waktu 60 menit yang selalu kusediakan setiap hari. Tetapi ada kalanya aku hanya bisa menuliskan beberapa baris dalam waktu yang sama. Bahkan terkadang tidak bisa sama sekali.
Jika kemandegan itu hadir, dan aku tidak bisa menulis sama sekali, aku berusaha membuka file dan membaca tulisan apapun terutama tulisan-tulisan yang menggugah semangat. Ada kalanya usaha ini berhasil dan membuatku kembali bisa menulis. Namun pernah juga usaha ini tidak berhasil.
Kemudian, akupun berhenti sejenak dan mengganti suasana. Tetapi dalam perjalanannya seringkali kemudian justru aku disibukkan dengan aktivitas yang lain dan lupa bahwa aku harus kembali menulis. Di saat seperti inilah aku banyak membutuhkan pengingat. Dan seringkali aku mendapatkannya ketika berkumpul dengan teman-teman dalam 1 komunitas.
Inilah salah satu keuntungan bergabung dengan komunitas yang mempunyai ketertarikan di bidang yang sama. Aku merasa bisa saling berbagi dan saling menyemangati. Lalu sebuah kalimat sederhana itupun menjadi pemicu semangat kembali. Barulah kusadari sekarang sudah berapa lama aku tidak menghasilkan tulisan. Bahkan kesibukan di kampus pun menjadi kambing hitam. Padahal sudah jelas-jelas ada alokasi waktu untuk masing-masing kegiatan tersebut.
Kesadaran lain yang timbul adalah bahwa ternyata manusia itu memang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Niat dalam diri yang kuat-pun ternyata terkadang tidak cukup. Masih dibutuhkan suatu lingkungan luar yang kondusif, yang mendukung dari niatan pribadi tersebut. Hal ini berlaku dalam aktivitas apapun. Karena kita sebagai manusia seringkali mempunyai sifat jenuh dan ketika kita sedang jenuh maka sebaiknya kita berhenti sejenak dan mencari pemicu semangat untuk kemudian kembali lagi.
Dalam melakukan ibadah, hal di atas juga berlaku. Sudah sewajarnya jika dalam hidup ini kita ingin beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya. Kita ingin melakukan perintah Allah yang wajib maupun yang sunnah. Kalau ibadah wajib sudah tidak perlu kita pertanyakan, apakah keadaan kita semangat atau jenuh kita tetap harus melaksanakannya. Namun kadangkala godaan itu datang dari ibadah sunnah. Hal ini sangat kurasakan pada pribadiku sendiri.
Ketika sedang semangat, melakukan ibadah sunnahpun menjadi hal yang ringan. Bangun di tengah malam untuk sholat lail, melakukan sholat dhuha sebelum berangkat ke kampus, tilawah Al-Qur’an beberapa ayat setelah sholat dan ibadah sunnah yang lain. Tetapi jangan ditanya manakala sedang jenuh. Ibadah-ibadah sunnah itu bukan hanya berkurang, tetapi bisa terkikis habis. Mulai dari enggan melakukan sholat rawatib, tidak terbangun tengah malam untuk sholat lail. Yang lebih parah adalah sudah bangun tengah malam tetapi karena malas lalu tertidur lagi.
Jika berada dalam keadaan jenuh seperti di atas, akupun berhenti sejenak. Hanya sejenak. Biasanya aku menggantinya dengan ibadah yang lain atau dengan memperbanyak muamalah. Misalnya bisa sementara diganti dengan memperbanyak puasa sunnah, bersodaqoh, bersilaturahmi ke saudara atau teman dan kegiatan positif yang lain. Berbarengan dengan kegiatan itu, biasanya aku menghubungi teman-teman yang bisa menyemangatiku untuk kembali.
Aku dan teman-teman juga punya agenda pertemuan rutin di dekat tempat tinggalku. Ketika bertemu, kami melakukan kegiatan bersama. Mulai dari membaca al-Qur’an bersama, mengecek hafalan surat pendek, membahas materi ke-Islaman yang bisa memperbaiki akhlaq dan menambah semangat, juga saling berbagi tentang pengalaman keseharian. Dari sinilah perlahan semangat itu kembali tumbuh.
Pengalaman menghadapi kejenuhan tersebut membuatku berfikir, rupanya kontrol niatan itu harus berbarengan antara satu dengan yang lain. Niatan dari dalam diri saja tidak cukup kuat jika tidak ditunjang dnegan lingkungan yang mendukung. Begitupula sebaliknya. Lingkungan yang baik saja juga tidak akan bisa membuat kita berubah jika kita tidak mempunyai niat yang kuat dari dalam diri. Karena itulah kedua hal ini harus bersinergi dan saling mendukung.
Jika dengan sebuah kalimat sederhana saja temanku bisa menyadarkanku dan membuatku menulis kembali, maka akupun ingin melakukan hal yang serupa. Aku juga ingin membagi semangatku dengan teman yang lain. Maka segeralah ku sms salah seorang teman yang akhir-akhir ini jarang berbagi tulisan dan jarang muncul di komunitas kami. Aku hanya ingin berbagi semangat menulis dengannya. Walaupun aku sendiri sedang berusaha keras untuk menumbuhkan semangat dalam diriku sendiri.
Cempakaputih, senin 6 februari 2006