Hampir dalam setiap bepergian, waktu shalat selalu menjadi patokanku. Aku hanya sedang belajar untuk menjaga waktu shalatku dengan berjamaah. Bagiku shalat berjamaah merupakan sunnah nabi yang mulai ditinggalkan. Lihat saja keadaan masjid ketika waktu shalat tiba, selalu sedikit sekali kaum muslimin yang tergerak hatinya untuk memenuhi seruan Allah tersebut.
Atas sikapku ini, aku menjadi mengenal beberapa masjid yang sering aku singgahi jika waktu shalat tiba di tengah perjalananku. Masjid Al-Falah, misalnya. Masjid yang terbilang sederhana ini sering aku kunjungi, bahkan hampir semua waktu shalat pernah aku lakukan di masjid ini, kecuali waktu subuh. Bangunan masjid ini cukup berbeda dengan kebanyakan masjid pada umumnya. Dari segi fisik terlihat sama dengan masjid-masjid lain. Namun jika diperhatikan dengan seksama, masjid ini tidak memiliki hiasan satu pun. Tidak ada hiasan-hiasan kaligrafi yang biasanya ramai terpampang disetiap dinding masjid. Masjid itu cukup mempunyai dinding yang berhiaskan cat berwarna putih dan beralaskan lantai marmer yang sejuk.
Kesan pertama aku melihat masjid ini boleh terbilang biasa saja, tidak ada yang terlalu istimewa. Namun perasaan itu tidak berlangsung lama, ada pemandangan yang membuatku takjub. Selepas adzan dikumdangkan aku melihat segerombolan pedagang asongan masuk ke dalam area masjid. Sungguh bagiku ini sebuah fenomena yang baru pertama kali aku lihat. Para pedagang asongan itu menyimpan keranjang-keranjang asongan mereka yang berisikan barang dagangan. Mereka meletakkannya di salah-satu dinding bagian luar masjid yang letaknya dengan tempat wudhu. Satu persatu dari mereka segera memasuki tempat wudhu tersebut kemudian mereka membasuh beberapa bagian tubuh mereka untuk mensucikan diri mereka sebelum menghadap sang Khaliq.
Kekagetannku belumsaja hilang, tiba-tiba aku dikejutkan lagi oleh sebuah tindakan mereka. Ketika sang imam rawatib masuk ke dalam masjid, para pedagang asongan itu segera maju ke dalam shaf pertama. Mereka membuat sebuah shaf dengan rapi dan tertib, kaki dan bahu mereka saling bersentuhan. Sungguh hal yang luar biasa menurutku, sekaligus mematahkan argumentasiku yang telah keliru menilai mereka. Aku berfikir bahwa para pedagang asongan itu kumpulan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Hal ini dikarenakan seringnyamereka bersikap acuh atas seruan Allah yang datang memanggil di tengah kesibukan mereka menjajakan barang dagangannya.
Kejadian itu memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagiku. Hari itu aku menyaksikan sekelompok orang yang diceritakan dalam kalam Illahi. Mereka adalah orang-orang yang tidak dilalaikan oleh jula beli dari mengingat Allah. Di tengah kesibukannya menjajakan barang dagangannya, mereka tidak pernah melupakan saat-saat di mana mereka harus berlutut dan bersujud kepada Sang Pemberi Rizki. Bahkan mereka telah mampu menunjukkan bagaimana mempraktekan shalat berjamaah yang baik sesuai dengan tuntunan nabi.
Kejadian ini pula yang telah memicu semangatku untuk terus bertekad menjaga shalat berjamaahku. Aku tidak boleh kalah dengan para pedagang asongan itu yang mampu menjaga shalat berjamaahnya di awal waktu. Tidak ada lagi alasan bagiku untuk menunda seruan Allah hanya karena tanggung mengerjakan rutinitas, sementara para pedagang asongan pun tidak pernah merasa canggung untuk mengacuhkan para pembelinya ketikan adzan dikumandangkan.
Terima kasih wahai para pedagang asongan. Kalian telah memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada diriku akan pentingnya menjaga shalat berjamaah di awal waktu. Kalian adalah sekelompok orang yang akan dijanjikan surga karenaamal kalian ini, Insya Allah.
Bekasi 8 Maret 2008
Www.galih0302.multiply.com