Seorang temanku mempunyai putri kembar, masih usia balita, cantik bagai bidadari. Tak pernah bosan rasanya menatap keduanya, apalagi karena keberadaan orangtuanya menjadikan mereka selalu serasi dengan baju yang kembar atau senada, nampak manis dan lucu. Hampir setiap perjumpaanku dengan ibu dan anak kembarnya ini tak pernah kudapati mereka berdua memakai baju yang sama.
Hingga suatu hari aku bertanya padanya, ” Anakmu ki klambine sepiro akehe, perasaan gonta ganti wae, ora tahu podho”
” Sak lemari kebak kae budhe, wingi wae wis tak ringkesi ana 2 tas besar wis ra dinggo”, jawab temanku.
“Terus mbok apakke?”, tanyaku lagi.
“Tak simpen wae”, jawabnya.
” Mbok dikekke tonggo-tonggomu kan akeh sing butuh lagian baju-bajunya masih bagus to?”, saranku.
” Ra penak’e budhe, ndak darani ngenyek, wedi nek tersinggung”,begitu alasan temanku.
Heran aku dengan jawaban seperti ini, yang sayangnya tidak cuman dia seorang yang mengatakannya.Jawaban seperti ini pernah juga diucapkan oleh beberapa orang yang berbeda ketika kuberi saran yang sama sebagai solusi memanfaatkan bajunya yang berjubel-jubel di lemarinya.
Sejak kapan memberi itu berarti menghina? Sehingga membuat orang takut untuk memberi karena khawatir yang diberi tersinggung?
Kalo meminta itu memang menghinakan diri tetapi memberi itu tidak berarti menghina yang diberi. Selagi yang diberikan adalah barang yang bagus/baik dan ketika memberi tidak dengan sikap yang merendahkan mestinya tidak perlu kekhawatiran seperti itu. Perkara kok yang diberi jadi tersinggung itu yang bermasalah adalah dia, dibaiki kok malah marah kan aneh namanya.
Sifat dermawan, suka memberi adalah sifat yang sangat di sukai Allah dan Rasulnya, bahkan sebagai salah satu tanda keimanan seseorang.
Rasulullah shalallahu a’laihi wassalam pernah bersabda, “Bersadaqahlah dan janganlah engkau terlalu memperhatikannya (memperhatikan kwantitasnya), sebab Allah tetap memberikan perhatian-Nya kepadamu.” (HR. Al-Bukhari dan Ibnu Hibban)
Dari hadis di atas hendaknya seseorang tidak merasa malu untuk bershodaqah dengan sesuatu yang sepele karena setiap shodaqah yang ikhlas akan tetap diperhatikan Allah tabarakta wa taa’la.
Sebagaimana amal baik lainnya, shodaqah, dermawan, itu perlu dilatih. Keenganan untuk memberi padahal dia tidak pelit semata mata karena tidak terbiasa saja.
Sayang bukan jika kesempatan untuk mendapatkan pahalanya Allah hilang hanya karena menuruti perasaan yang salah?
Ada baiknya kita renungkan firman Allah taa’la dalam surat Al-Lail: 17-21 :
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu
“yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
“Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya
“tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.
“Kelak dia akan benar-benar puas.
Wallahu A’lam
Diatri Ratih Rahayu,S.si,Apt