Ramadhan memang selalu menyajikan keajaiban-keajaiban tersendiri, salah satunya mampu mendongkrak nilai sedekah orang-orang, dari biasa menjadi luar biasa, dari sedikit menjadi banyak, dari yang tidak pernah sedekah jadi rajin sedekah. Seperti sulap, sim salabim, Ramadhan mengubah seketika orang-orang yang sebelumnya pelit menjadi dermawan, orang yang jarang memberi menjadi senang memberi, orang yang tak pernah berbagi menjadi senang berbagi. Orang-orang jadi lebih banyak tersenyum, lebih mudah memaafkan, lebih berjiwa besar, semua karena Ramadhan.
Saya tak tahu apakah memang orang-orang ini menunggu kesempatan emas di bulan Ramadhan untuk bersedekah dan selama sebelas bulan menabung, atau memang penghasilan mereka bertambah berkali-kali di bulan Ramadhan sehingga sedekah mereka pun meningkat khusus di bulan mulia ini. Memang saya dengar ada beberapa perusahaan yang punya kebijakan menarik, menjelang bulan Ramadhan perusahaan memberikan tunjangan Ramadhan agar para karyawannya lebih konsentrasi bekerja dan menjalankan ibadah selama satu bulan penuh. Tentu ini kebijakan yang baik, tidak hanya ada Tunjangan Hari Raya (THR), melainkan juga Tunjangan Bulan Ramadhan (TBR).
Ternyata bukan, bukan karena penghasilan mereka meningkat selama bulan Ramadhan, bukan karena mereka menabung selama sebelas bulan untuk bisa bersedekah lebih banyak di bulan Ramadhan, dan juga bukan karena ada perusahaan yang memberikan kebijakan baru dengan memberikan tunjangan khusus di bulan Ramadhan. Sebab, meski hartanya banyak, jika hatinya tak tersentuh untuk bersedekah maka tak sedikitpun bagian dari hartanya itu disedekahkan. Cukup untuk dinikmati sendiri, bahkan kurang.
Sudah tentu mereka yang meningkatkan sedekahnya di bulan Ramadhan, mereka yang tiba-tiba jadi dermawan, senang berbagi meski sebelumnya jarang bersedekah, mereka yang berubah total selalu memberi, padahal di bulan lain justru dikenal sebagai orang yang kikir bin pelit, karena Allah lah yang meningkatkan balasannya untuk semua bentuk ibadah yang dikerjakan hamba-Nya di bulan suci nan mulia ini. Allah memberi lebih dari yang kita berikan di bulan lain, namun di bulan Ramadhan, kelebihannya ditingkatkan berkali-kali oleh Allah.
Kondisi ini pula yang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mengemis atau mengkoordinir pengemis untuk mencegat para dermawan di berbagai sudut. Coba kita lihat sekarang, pameran kemiskinan ada dimana-mana, di area perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, kampus dan tentu lebih banyak yang mengantri di pintu masjid. Para pengemis yang sayangnya hanya berada di pintu masjid, berharap sedekah dari orang-orang shalih yang keluar masuk masjid. Padahal kalau mereka tak hanya di pintu, melainkan masuk ke dalam masjid, membasuh wajah dan tubuh kumal mereka kemudian sholat dan berdoa kepada Allah, mereka bisa mendapatkan lebih dari yang diberikan orang-orang. Tentu saja dibarengi dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Para pengemis ini semestinya sadar, mereka diberi —kalau ada yang memberi— oleh orang-orang shalih yang senang sujud dan duduk bersimpuh di masjid. Sudah jelas perbedaannya, si pemberi adalah orang-orang yang khusyuk di dalam masjid, sedangkan yang diberi adalah mereka yang berada di luar pagar masjid. Mereka lebih senang berada di luar pagar dan menjadi pengemis, padahal kalau mereka masuk ke masjid seperti para pemberi sedekah itu, derajat mereka Insya Allah meningkat, berubah dari yang diberi menjadi pemberi sedekah. Namun ternyata, mereka tetap memilih berada di luar pagar.
Fenomena antara orang-orang yang di dalam masjid dengan yang di luar pagar masjid ini sebenarnya bisa menjadi satu pelajaran berharga bagi kita. Bahwa jika kita menginginkan kekayaan, kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidup, maka selayaknya kita semakin dekat dengan Allah, terus melibatkan Allah dalam setiap aktifitas kehidupan kita. Masjid adalah rumah Allah, siapapun yang jauh dan menjauhi masjid, sama dengan menjauhi Allah. Semua kekayaan mutlak milik Allah, tak pernah meminta kepada Allah adalah salah satu bentuk sombong, padahal Allah senang diminta, karena Allah senang memberi kepada hamba-hamba yang tak henti berharap.
Betapa banyak orang-orang yang terus berada di luar pagar masjid, meski mereka bukan pengemis. mereka tak dekat dengan Allah, tak menyertakan Allah dalam kehidupannya. Di bulan Ramadhan yang mulia ini, masjid begitu terbuka lebar. Memang lebih banyak hamba Allah yang berubah menjadi ahli ibadah selama Ramadhan, meski tak sedikit pula yang tetap berada di luar pagar masjid. Kita berdoa, semoga setelah Ramadhan nanti kita tetap menjadi bagian dari orang-orang yang di dalam masjid, bukan sebaliknya. Masjid memang tak sekadar tempat ibadah, iapun menjadi pembeda antara orang-orang yang senantiasa berdekatan dengan Allah, dengan orang-orang yang jauh dari Allah.
Kembali ke soal pengemis yang berada di luar pagar masjid, bukan Allah tak memberikan kekayaan kepada mereka, itu lantaran mereka tak mendekati Allah, tak datang kepada Allah, tak meminta kepada Allah. Mereka tetap berada di luar pagar masjid, dan memilih menengadahkan tangan kepada manusia yang kekayaannya sangat terbatas. (Gaw)
Bayu Gawtama
LifeSharer
SOL – School of Life
085219068581 – 087878771961
twitter:
@bayugawtama
@schoolof_life